LAPORAN
HASIL PENELITIAN
TAHUN 2011
TEKNOLOGI PENGOLAHAN DAN
PEMANFAATAN DRYNOBALANOPS SP UNTUK PENINGKATAN NILAI TAMBAH
Identifikasi beberapa jenis Dryobalanops sp penghasil getah
potensial
Oleh:
1.
Dra.
Gusmailina, M.Si
2. Dra. Sri Komarayati
3. Dra. Zulnely
PUSAT PENELITIAN
DAN PENGEMBANGAN KETEKNIKAN KEHUTANAN DAN PENGOLAHAN HASIL HUTAN
BADAN PENELITIAN
DAN PENGEMBANGAN KEHUTANAN
KEMENTERIAN
KEHUTANAN
BOGOR, 2011
LEMBAR PENGESAHAN
LAPORAN
HASIL PENELITIAN
TAHUN 2011
TEKNOLOGI PENGOLAHAN DAN PEMANFAATAN DRYNOBALANOPS SP
UNTUK PENINGKATAN NILAI TAMBAH
Identifikasi
beberapa jenis Dryobalanops sp
penghasil getah potensial
Bogor, Desember 2011
Mengetahui
Ketua Kelti,
NIP. 19550108 198503 1 001
|
Pelaksana Utama,
Dra. Gusmailina, M.Si
NIP. 19570801
198603 2 001
|
Menyetujui
Koordinator,
Ir. Totok K.
Waluyo, M.Si
NIP. 19600506
198703 1 004
|
Mengesahkan
Kepala Pusat,
Dr. Ir. IB. Putera Parthama, MSc.
NIP. 19590502 198603 1 001
|
ABSTRAK
Dryobalanops spp merupakan jenis pohon yang
termasuk ke dalam suku Dipterocarpaceae. Jenis ini selain menghasilkan kayu untuk
pertukangan, bangunan dan perkapalan, juga menghasilkan komoditi hasil hutan
bukan kayu (HHBK) berupa getah yang diperoleh dari batang pohon. Di Indonesia terdapat sekitar 7 marga Dryobalanops. Selama ini hanya 1-2 jenis yang dikenal
penghasil HHBK yaitu jenis Aromatica. Unsur yang dimanfaatkan dari pohon kapur
ini adalah kristal kapur dan minyak kapur. Kristal kapur diperoleh pada bagian
tengah (dalam) batang pohon, namun informasi
tentang produktivitas, kuantitas dan kualitas Dryobalanops spp sebagai penghasil HHBK belum banyak
ditemukan. Padahal Borneol salah satu
komponen utama yang dihasilkan dari getah Dryobalanops
sp yang mempunyai nilai ekonomi yang sangat tinggi dan sangat dibutuhkan
dalam pengembangan produk kosmetika dan obat.
Oleh sebab itu perlu dilakukan penelitian tentang jenis Dryobalanops spp secara menyeluruh,
dalam rangka memperkaya dan meningkatkan nilai tambah hasil.
Penelitian ini merupakan upaya
untuk mencari teknologi pengolahan dan pemanfaatan Dryobalanops spp yang tepat yang berguna untuk meningkatkan nilai
tambah dari jenis tersebut. Penelitian tahun
pertama (2011) bertujuan untuk identifikasi beberapa jenis Dryobalanops spp penghasil getah potensial, sekaligus mengetahui
sifat dan karakteristik getah yang dihasilkan.
Hasil yang diperoleh dijadikan dasar untuk penelitian pada tahun-tahun
berikutnya. Sasaran yang ingin dicapai adalah tersedianya
informasi beberapa jenis Dryobalanops
yang menghasilkan getah yang potensial.
Metode penelitian yaitu inventarisasi Dryobalanops penghasil getah, analisis
produktivitas getah, analisis kualitas getah secara chromatografi/GC-MS
pyrolisis dan analisis data sesuai hasil yang diperoleh. Hasil tahun
pertama diperoleh 4 sampel getah dari Sumatera dan Kalimantan, namun
berdasarkan analisis chromatografi, hanya 2 sampel yang mengandung senyawa borneol
sebagai penciri getah Dryobalanops,
sedangkan 2 sampel merupakan getah keruing (Dipterocarpus
sp). Data produktivitas getah Dryobalanops
belum dapat dilakukan secara akurat, oleh karena keberadaan jenis pohon ini
sudah sangat langka. Data sementara yang diperoleh perkiraan getah Dryobalanops aromatica yang diperoleh di hutan perbatasan Kalimantan-Serawak
adalah 20 gram setelah menunggu selama 3 jam.
Kata kunci :
Dryobalanops, getah, identifikasi, potensial
I.
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dryobalanops
spp merupakan jenis pohon yang
termasuk ke dalam suku Dipterocarpaceae. Jenis ini selain menghasilkan kayu untuk
pertukangan, bangunan dan perkapalan, juga menghasilkan komoditi hasil hutan
bukan kayu (HHBK) berupa getah yang mengandung resin yang diperoleh dari batang
pohon. Di Indonesia terdapat sekitar 7 marga Dryobalanops, salah satu jenis Dryobalanops yang sudah dikenal sejak
lama adalah jenis Aromatica/kampher. Getah diambil dari batang pohon dan selama
ini langsung dijual, sehingga nilai jual lebih rendah dibanding apabila getah
diolah terlebih dahulu. Padahal hasil
olahan getah D. aromatica ini
dipasaran dikenal dengan nama Borneol mempunyai nilai ekonomi yang sangat
tinggi, tetapi belum banyak yang mengetahui bagaimana cara mengolah getah Dryobalanops menjadi kristal Borneol.
Oleh sebab itu perlu dicari teknologi yang tepat untuk mengolah getah menjadi
kristal, sehingga kemurnian borneol tetap terjaga.
Secara keseluruhan penelitian bertujuan untuk
mendapatkan teknologi pengolahan dan pemanfaatan Dryobalanops spp sebagai HHBK untuk peningkatan nilai tambah, yang akan
dilakukan dalam waktu 4 tahun. Sebelum mendapatkan teknologi yang diinginkan,
perlu dilakukan eksplorasi dan identifikasi terlebih dahulu terhadap keberadaan
jenis-jenis Dryobalanops yang ada.
Karena sangat dibutuhkan dalam pengembangan penelitian selanjutnya,
sehingga penelitian lanjutan akan dilakukan terhadap jenis Dryobalanops yang
potensial baik itu potensi keberadaan, produktivitas, maupun kualitas dari
getah yang diperoleh.
Penelitian ini merupakan penelitian tahun pertama
(2011), bertujuan untuk mengidentifikasi beberapa jenis dari marga Dryobalanops yang menghasilkan getah
yang potensial, serta untuk mengetahui sifat dan karakteristik getah yang
dihasilkan. Hasil yang diperoleh
kemudian menjadi dasar untuk penelitian pada tahun-tahun berikutnya.
B.
Tinjauan Pustaka
Dryobalanops spp merupakan jenis
yang termasuk ke dalam suku Dipterocarpaceae. Penyebarannya mulai dari Aceh, Sumatera Utara,
Sumatera Barat, Riau dan seluruh Kalimantan. Dryobalanops juga dikenal
dengan nama Kapur, diantaranya yang penting adalah: Dryoblanops aromatica Gaertn. (Kapur
singkel), Dryobalanops fusca V.Sl. (Kapur empedu), Dryobalanops. lanceolata Burck (Kapur
tanduk), Dryobalanops beccarii
Dyer (Kapur sintuk), Dryobalanops
rappa Becc. (Kapur kayat), Dryobalanops keithii Symington
(kapur gumpait), dan Dryobalanops
oblongifolia Dyer atau kapur keladan (Heyne, 1987).
Umumnya
pemanfaatan Dryobalanops spp selama ini lebih kepada kayunya
untuk balok, tiang dan konstruksi atap, papan pada bangunan
perumahan dan jembatan, serta juga dipakai untuk perkapalan, peti (koper) dan
mebel. Kecuali beberapa jenis Dryoblanops seperti aromatica, terkenal sebagai
penghasil barus atau kamper. di
Korea dan Jepang, pohon yang menghasilkan barus atau kamper ini dikenal dengan
nama Cinnamomum camphora dari Famili
Lauraceae, sedangkan kamper di Indonesia diperoleh dari pohon Dryobalanops aromatica Gaertn, yang
masuk dalam Famili Dipterocarpaceae. Di
Pulau Sumatera. Pohon kapur tumbuh liar pada tanah datar, dengan serapan air
yang baik maupun pada daerah lereng bukit di hutan tropis yang mencapai
ketinggian hingga 500 meter dari permukaan laut. Umumnya pohon ini tumbuh
dengan ukuran diameter batang yang besar dan membentuk barisan pohon dengan
ketinggian yang relatif sama dan rata (Whitten dkk.,1984 ; Simarangkir, 2000). Pada abad ke-17, selain di
daerah Barus pohon ini juga banyak tumbuh di daerah Dairi dan Kelasan yang
merupakan daerah pegunungan, serta di tepi sungai Cinendang, Singkel
(Vurren,1908 dalam Sutrisna, 2008).
B.1.
Jenis-jenis Dryobalanops
Menurut Tong Shaoquan & Tao Gouda (1990), Dryobalanops
memiliki 16 spesies subspecies, varieties, forms, and cultivars dalam genus
antara lain: D. abnormis · D. aromatica (Sumatra Camphor) · D. beccarii · D. camphora · D. fusca · D. kayanensis · D. keithii · D. lanceolata · D. neglectus · D. oblongifolia · D. oblongifolia oblongifolia · D. oiocarpa · D. oocarpa · D. rappa · D. schefferi · D. sumatrensis. Beberapa ahli Taksonomi dan Botani menjelaskan
di dalam Wikipedia dan http://www.gwannon.com, jenis Dryobalanops
terdiri dari 7 spesies yang kesemuanya terdapat di pulau Kalimantan dan
Sumatera, akan tetapi saat ini keberadaan Dryobalanops
sudah sangat jarang ditemukan di tegakan hutan alam baik di Sumatera maupun
Kalimantan. Di beberapa tegakan hutan
tanaman dan penelitian telah ditanam beberapa spesies Dryobalanops seperti D.
Lanceolata dan D. Oblongifolia. Sebagai penelitian awal perlu diketahui ke
tujuh jenis Dryobalanops berdasarkan beberapa pustaka antara lain :
1.
Dryobalanops aromatica, umumnya dikenal
sebagai Borneo Kamper, Kamper Pohon, Melayu Kamper,
atau Sumatera Kamper, adalah spesies tanaman dalam
keluarga Dipterocarpaceae.
Para aromatica nama
spesies berasal dari bahasa Latin
(aromaticus = rempah-rempah
seperti) dan mengacu pada bau damar (resin).
Spesies ini salah satu sumber utama dari kapur barus yang mempunyai nilai
lebih dari emas yang digunakan untuk dupa dan parfum, sehingga pada awalnya pedagang
Arab yang datang untuk mencari sebagai komoditi perdagangan. Hal ini ditemukan di Sumatera, Semenanjung Malaysia dan Kalimantan. Pohon besar
mencapai 65 m atau bahkan 75 m, dahulu
banyak ditemukan di hutan Dipterocarpaceae
campuran pada kedalaman tanah berpasir kuning
humat, pada hutan lindung. Kayu berat
yang dijual dengan nama dagang Kapur.
2.
Dryobalanops Rappa. Nama spesies ini berasal dari suku Iban (rawa kerapa =
dangkal) dan mengacu pada habitat spesies. Spesies
ini endemik Kalimantan. Hal ini ditemukan pada kawasan yang
dilindungi (Gunung Mulu National
Park), tetapi di tempat lain
terancam karena kehilangan habitat Pohon ini dapat mencapai tinggi sampai
55 m, sering ditemukan
di hutan rawa gambut pantai
campuran dan hutan
pegunungan rendah kerangas.
Ini adalah kayu berat yang dijual dengan
nama dagang Kapur.
3.
Dryobalanops keithii. Spesies ini dinamai HG Keith
pada tahun 1899-1982 suatu Konservator
Hutan di Borneo
Utara. Spesies ini endemik
Kalimantan, di mana ia terancam karena kehilangan habitat. Pohon dengan kanopi utama
mencapai tinggi 40 m.
Ditemukan di hutan Dipterocarpaceae campuran baik di lahan kering tetapi tanah liat dan lembab.
Kayunya berat dijual
dengan nama Kapur.
4.
Dryobalanops lanceolata Nama spesies ini berasal dari bahasa Latin (lanceolatus = berbentuk
seperti kepala tombak) dan mengacu pada bentuk daun. Spesies ini endemik
Kalimantan. Hal ini ditemukan dalam sedikitnya lima kawasan hutan lindung,
namun di tempat lain terancam punah karena kehilangan habitat. Pohon besar mencapai
80 m, ditemukan di hutan campuran Dipterocarpaceae di lapangan pada tanah liat
yang kaya. Kayu berat yang dijual dengan
nama dagang Kapur.
5.
Dryobalanops oblongifolia Nama spesies ini berasal dari
bahasa Latin (oblongus = agak panjang dan folium = daun) dan mengacu pada
bentuk daun. Ada dua subspesies: Dryobalanops
oblongifolia Dyer subsp. oblongifolia
Dyer (sinonim = Baillonodendron malayanum
& Dryobalanops abnormis) adalah
endemik di Kalimantan. Hal ini ditemukan dalam satu kawasan lindung, namun di
tempat lain terancam punah karena hilangnya habitat. Pohon mencapai ketinggian hingga 60 m, ditemukan di
hutan Dipterocarpaceae campuran pada tanah liat berpasir. Yang kedua subspesies
Dryobalanops oblongifolia Dyer subsp.
occidentalis P.S. Ashton (sinonim = Dryobalanops beccariana & Dryobalanops ovalifolia) ditemukan di
Sumatera dan Semenanjung Malaysia. Keduanya kayu berat dijual dengan nama Kapur.
6.
Dryobalanops keithii Spesies ini dinamai HG Keith
pada tahun 1899-1982 suatu
Konservator Hutan di Borneo Utara. Spesies
ini endemik Kalimantan, di mana ia terancam punah karena kehilangan habitat. Ini adalah pohon yang mempunyai kanopi utama hingga 40 m, ditemukan
di hutan Dipterocarpaceae campuran
pada tanah liat lembab. Kayu berat yang dijual
dengan nama dagang Kapur.
7.
Dryobalanops fusca Spesies fusca namanya
berasal dari bahasa Latin (fuscus
= berwarna gelap) dan mengacu pada bulu burung berwarna gelap Spesies ini endemik Kalimantan, di
mana ia terancam punah karena
kehilangan habitat. Pohon besar
mencapai tinggi hingga 60 m,
ditemukan di kerangas di pantai. Kayu berat yang
dijual dengan nama dagang Kapur.
Pada gambar berikut dapat dilihat beberapa jenis Dryobalanops dari beberapa pustaka
yang diperoleh (Ashton, P.S. 2004; Anonim, 2007).
Dryobalanops aromatica
Dryobalanops
oblongifolia
Dryobalanops
beccarii Dryobalanops
lanceolata
Dryobalanops
fusca Dryobalanops
keithii
Gambar 1.
Jenis Dryobalanops (Ashton, P.S.
2004; Anonim, 2007)
B.2.
Borneol bahan aktif potensial Dryobalanops
Borneol adalah terpena
alkohol menyerupai powder atau kristal yang berwarna
putih (CHOH), menyerupai kamper, yang diperoleh dari batang pohon yang terdapat di Asia Tenggara, yang banyak digunakan dalam
pembuatan wewangian, sebagai antiseptik dan lain-lain
(Huo, 1995). Di China dikenal dengan nama Bing pian's yang berfungsi
sebagai anti-inflammasi dan analgesik. Borneol alami hampir tidak pernah
ditemukan di Eropah atau Amerika.
Permintaan besar akan komoditi ini selalu datang dari China, karena
China lebih awal memanfaatkan borneol ini dalam pengobatan dan kosmetika,
sekalipun yang umum digunakan adalah borneol yang berasal dari Cinnamommum. China menyebutnya juga sebagai Kalimantan
kamper atau kapur barus Melayu atau camphol.
Unsur yang
dimanfaatkan dari pohon kapur ini adalah kristal kapur dan minyak kapur.
Kristal kapur diperoleh pada bagian tengah (dalam) batang pohon. Kedua unsur
tersebut tidak selalu ada pada pohon kapur terutama pada pohon yang berusia
ratusan tahun atau pada pohon yang masih terlalu muda (Vurren,1908 dalam Sutrisna, 2008). Dahulu proses pengambilan kristal kapur
meliputi beberapa tahap, mulai dari
memilih dan menebang, kemudian memotong batangnya dalam bentuk balok-balok.
Tidak selamanya pemilihan pohon berhasil mendapatkan barang yang dicari.
Penebanganpun dilakukan secara sembarangan sebelum menemukan sebatang pohon
yang berisikan cukup kapur barus. Bila
kemudian ditemukan pohon yang memang berisikan cukup kapur barus, barulah
dilakukan proses pengumpulan/pengambilannya. Ada dua cara yang dilakukan yaitu
: potongan balok kayu dibelah. Dari
setiap potongan balok inilah diperoleh kristal kapur. Pengambilan kristal kapur
itu juga dapat dilakukan dengan cara mentakik tiap potongan balok. Dari
satu pohon yang ditebang dapat diperoleh sekitar 1,5–2,5 kilogram kristal kapur
dengan kualitas yang berbeda. Cara lain
pengambilan kristal kapur adalah dengan mengambil langsung dari batang pohon
kapur yang keluar secara alami dari pori-pori kulitnya. Cara ke dua lebih baik dari cara pertama,
karena untuk mendapatkan barus tidak harus menebang pohon, cukup menyadap dari
batang pohon.
Gambar 2. Kristal D. keithii, D. lanceolata, D. oblongifolia,
D. Rappa yang
terletak
pada sel-sel parenkim aksial
(Sumber :
Toshihiro Yamada and Eizi Suzuki,
2004)
Borneol (C10H18O) banyak
tersebar di alam sebagai komponen minyak atsiri. Di bidang industri borneol
murni bersama juga isoborneol digunakan sebagai bahan baku penyusun parfum dan
bahan pengester. Borneol murni bersifat racun yang dapat mengakibatkan
kekacauan mental. Borneol di China dikenal juga dengan nama Bing Pian. Salah satu penggunaannnya adalah sebagai
bahan tambahan pada pembalut wanita (bio panty) yang bermanfaat untuk mengurangi
kesakitan dan tekanan ketika haid, mengurangi kesakitan otot dan sendi,
membantu membersihkan darah beku, dan mencegah perkembang biakan kuman (Choi,
2003 dan Duke, 2005).
Gambar 1. Struktur Kimia Borneol
Borneol banyak terdapat pada tanaman lain selain
pada getah Dryobalanops spp, antara
lain seperti Sembung, Kencur, Jahe,
Sage, Thyme, dan masih banyak tumbuhan lainnya, bahkan pada minyak nilam juga
terdapat kandungan Borneol, akan tetapi hanya dalam jumlah dan konsentrasi yang
relatif kecil (Chung & Shibamoto, 1993).
Akhir-akhir ini Borneol asal Dryobalanops banyak dicari oleh periset, herbalist maupun
pedagang. Karena penggunaan Borneol
dalam jumlah yang relatif sedikit saja sangat efektif untuk mencairkan darah
beku pada kasus pembekuan darah/ penyumbatan pembuluh darah pada jantung maupun
otak manusia (Dharmananda, 2003).
Informasi tentang
produktivitas, kuantitas dan kualitas Dryobalanops
spp sebagai penghasil HHBK belum banyak ditemukan, bahkan hampir tidak ditemukan. Beberapa institusi yang telah melakukan
penelitian tentang borneol, kebanyakan yang berasal dari tumbuhan sembung dan
temu-temuan. Padahal borneol asal Dryobalanops ini mempunyai nilai ekonomi yang
sangat tinggi dan sangat dibutuhkan dalam pengembangan produk kosmetika dan
obat. Diperkirakan borneol asal Dryobalanops mempunyai kualitas yang
lebih baik dari borneol asal tumbuhan lainnya.
Namun hal ini perlu pembuktian lebih lanjut.
C.
Tujuan Dan Sasaran
1. Tujuan
Penelitian tahun pertama ini bertujuan untuk
mengidentifikasi beberapa jenis dari marga Dryobalanops
yang menghasilkan getah yang potensial, serta untuk mengetahui sifat dan
karakteristik getah yang dihasilkan.
2. Sasaran
Sedangkan sasaran yang ingin dicapai adalah:
tersedianya informasi beberapa jenis Dryobalanops
yang menghasilkan getah yang potensial.
D.
LUARAN
1. Laporan
hasil penelitian yang berisi informasi beberapa jenis Dryobalanops yang menghasilkan getah yang potensial, sifat dan
karakteristik getah yang dihasilkan.
2. Draft karya tulis ilmiah
II.
BAHAN DAN METODE
A.
Bahan dan Alat
Bahan
yang digunakan adalah Getah Dryobalanops
yang diperoleh dari Sumatera dan Kalimantan.
Peralatan yang digunakan antara lain : erlenmeyer, gelas kimia, gelas
ukur, buret, kompor gas, spatula, ekstraktor, magnetic stirrer, penyaring,
timbangan, termometer, stopwatch dan chromatografi serta alat-alat bantu
lainnya.
B.
Metode
1.
Inventarisasi
jenis-jenis Dryobalanops yang
potensial menghasilkan getah yang dapat meningkatkan nilai tambah yang terdapat
di Sumatera dan Kalimantan, termasuk identifikasi jenis/spesies dengan cara mengumpulkan informasi / data sekunder di
Balai/ Dinas Kehutanan setempat mengenai keberadaan jenis-jenis Dryobalanops yang diusahakan (yang
diambil getahnya) sekaligus untuk mengetahui keberadaan Dryobalanops saat ini. Informasi
langsung ke lokasi dan masyarakat petani yang pernah mengumpulkan getah Drybalanops pada waktu lalu, baik
sebagai pedagang maupun sebagai pengumpul. Sampel (daun/bunga/buah) dibawa ke
laboratorium botani untuk diidentifikasi spesiesnya.
2.
Analisis produktivitas getah
beberapa jenis Dryobalanops sp, data dikumpulkan dari lokasi penghasil getah
yang ada di Sumatera dan Kalimantan dengan cara menghitung produksi getah per
satuan tertentu misalnya kg/pohon/hari.
Hal ini perlu dilakukan karena ini merupakan penelitian awal, sehingga
hasil yang diperoleh menjadi dasar dan fokus pada penelitian selanjutnya. Hasil yang diperoleh akan menunjukkan jenis Dryobalanops mana yang lebih potensial
dari segi produksi getah.
3.
Analisis kualitas getah
beberapa jenis Dryobalanops sp untuk
mengetahui kualitas yang terbaik dan potensial. Analisis dilakukan dengan cara
chromatografi. Dari hasil chromatografi
akan diketahui komponen yang terkandung pada masing-masing contoh.
C. Analisis Data
1.
Data yang dianalisis meliputi: jenis Dryobalanops yang potensial berdasarkan
hasil inventarisasi di lapangan. dari
Sumatera dan Kalimantan;
2.
Produktivitas getah dari jenis Dryobalanops yang ditemukan dengan cara
menghitung produksi getah per satuan tertentu
(misalnya kg/pohon/hari);
3.
Analisis kualitas getah dari jenis Dryobalanops yang diperoleh, data
diperoleh berdasarkan hasil pengujian Laboratorium secara Chromatografi untuk
mengetahui sifat dan karakteristiknya dengan menggunakan / mengikuti stándar
kualitas getah.
III.
HASIL DAN PEMBAHASAN
A.
Punahnya potensi Dryobalanops di
Sumatera Utara
Di Sumatera Utara pohon kapur (Dryobalanops aromatica C. F. Gaertn) semakin
sulit ditemukan di habitatnya. Pohon ini sudah termasuk salah satu tanaman langka di Indonesia. Bahkan IUCN Redlist memasukkannya dalam status
konservasi Critically Endangered atau Kritis. Status ini merupakan
status keterancaman dengan tingkatan paling tinggi sebelum status punah. Tumbuhan ini kebanyakan tumbuh di hutan Dipterocarp campuran hingga ketinggian
300 meter dpl. Persebaran tumbuhan langka ini mulai dari Indonesia (pulau Sumatera dan Kalimantan) dan Malaysia (Semenanjung Malaysia, Sabah, dan Serawak). Menurut Heyne (1987), di Sumatera potensi Dryobalanops tersebar di Sumatera Utara,
Aceh, Riau dan Sumatera Barat. Di
Sumatera selain disebut Kapur atau Barus tanaman ini dinamai Haburuan atau
Kaberun. Sedangkan di Kalimantan disebut
juga sebagai Ampadu, Amplang, Kapur, Kayatan, Keladan, Melampit, Mengkayat,
Mohoi, Muri, dan Sintok. Dalam bahasa
Inggris tumbuhan ini disebut sebagai Borneo Camphor, Camphor Tree,
Malay camphor atau Indonesian Kapur. Sedangkan dalam bahasa
latin (ilmiah) nama resminya adalah Dryobalanops aromatica yang
bersinonim dengan Dryobalanops sumatrensis (JF Gmel.) Kosterm., Laurus
sumatrensis JF Gmel., Arbor camphorifera Rumph., Dipterocarpus
Dryobalanops Steud., Dipterocarpus teres Steud, Dryobalanops
camphora Colebr., Dryobalanops junghuhnii Becc., Dryobalanops
vriesii Becc Correa., Pterigium teres, dan Shorea camphorifera
Roxb (Heyne, 1987).
Di Sumatera Utara pohon ini dahulu
sangat terkenal sebagai penghasil kapur barus, sehingga ada satu daerah dinamai
kota Barus. Kapur barus dari pohon Kapur ini telah menjadi komoditi perdagangan
internasional sejak abad ke-7 Masehi. Namun sekarang tumbuhan ini sudah tidak
ditemukan lagi. Kelangkaan dan terancam punahnya spesies tanaman ini
diakibatkan oleh penebangan yang membabi buta untuk mendapatkan kristal kapur
barus di dalamnya. Padahal kandungan kapur dalam setiap pohon tidak sama, bahkan
terkadang sangat kurang. Ancaman lainnya diakibatkan oleh kerusakan
hutan dan kebakaran
hutan serta konversi lahan menjadi kebun kelapa sawit.
Informasi yang diperoleh berdasarkan hasil survey yang dilakukan pada bulan
Agustus 2011, pada tahun 1980-1990an potensi Dryobalanops
masih cukup banyak dan diusahakan oleh masyarakat di sekitar hutan, tetapi
sejak 10 tahun terakhir sudah tidak ada lagi tanamannya, karena tidak ada
peremajaan dan lahannya telah diganti dengan tanaman kelapa sawit, sehingga
tanaman tersebut menjadi punah. Hasil
informasi yang diperoleh dari seorang mantan pengumpul getah Dryobalanops di kecamatan Barus, daerah Barus, Sorkam dan juga di Singkil
(Aceh Barat) sekitar 3,5 jam dari Barus, merupakan daerah yang cukup potensial pada jaman Belanda. Barus merupakan sentra penghasil getah / kapur barus dan
minyak, yang harga getahnya pada jaman dahulu mereka jual bervariasi
antara 50 – 100 ribu per kg getahnya,
sedangkan minyaknya mereka gunakan sebagai obat gosok untuk menghangatkan
badan. Namun sekarang semua itu tinggal cerita
belaka, karena Dryobalanops sudah
tidak ditemukan lagi di Barus.
B.
Potensi Dryobalanops di
KalimantanTimur
Sama hal nya
di Sumatera Utara, di Propinsi
Kalimantan Timur jenis pohon ini sudah hampir tidak ditemukan lagi di hutan
alam. Hal ini dikemukakan oleh Dr. Ir.
Kade Sidyase seorang peneliti señor bidang Botani di BTP Semboja (komunikasi
pribadi , 2011). Disebutkan juga
beberepa jenis Dryobalanops yang
tersebar di pulau Kalimantan yang
kemungkinannya masih tersisa yaitu : Dryobalanops rappa Becc.; dan Dryobalanops fusca Slooten Yaitu di
Kalimantan Barat sekitar Kapuas hilir dan Ketapang, Dryobalanops
keithii Symington kemungkinan ada di Sandakan, Nunukan, Malinoks. Sedangkan Dryobalanops
yang terdapat di hutan penelitian di Samarinda dan Semboja adalah Dryobalanops lanceolata, dan sebagian besar masih memiliki diameter
batang dibawah 30 cm, sehingga belum bisa ditakik/disadap getahnya. Di
wilayah Arboretum dan KHDTK Semboja hanya ditemukan satu jenis Dryobalanops dengan spesies lanceolata, demikian juga di Arboretum
B2PD, Samarinda ditemukan beberapa pohon Dryobalanops
lanceolata, namun masih berumur dibawah 10 tahun.
Gambar 4. Dryobalanops
lanceolata di hutan penelitian
B2PD Samarinda
Gambar 5. Dryobalanops
aromatica di hutan perbatasan
Kalimantan-Serawak
Di Kalimantan Timur hanya ditemukan satu jenis Dryobalanops lanceolata. Jenis Dryobalanops aromatica dijumpai di hutan
perbatasan Kalimantan dengan Serawak Malaysia.
Ciri khas dari jenis pohon ini adalah pucuk daun termuda berwarna
kemerahan. Pohon diperkirakan berumur antara 15- 20 tahun dengan diameter
batang sekitar 40 cm. Oleh sebab itu untuk wilayah Kalimantan perlu
dieksplorasi lagi untuk wilayah Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah dan Kalimantan
Selatan, sedangkan untuk wilayah Sumatera, perlu dieksplorasi lagi untuk
wilayah Aceh, Sumatera Barat, dan Jambi.
Hal ini berdasarkan informasi dari Perguruan tinggi yang berada di
Jambi, Sumbar dan NAD, bahwa ada ditemukan beberapa jenis Dryobalanops di masing-masing wilayah tersebut, hanya belum
diketahui spesiesnya.
Dari hasil survey yang telah dilakukan baik di
Sumatera Utara, maupun Kalimantan Timur, menunjukkan bahwa Dryobalanops sudah sangat jarang ditemukan. Oleh sebab itu perlu dilakukan upaya
konservasi mengingat potensi manfaatnya bagi kesehatan umat manusia, sekarang
maupun di masa mendatang.
C.
Analisis produktivitas getah Dryobalanops sp,
Analisis produktivitas getah Dryobalanops belum dapat dilakukan
secara akurat, oleh karena keberadaan jenis pohon ini sudah sangat langka,
bahkan hampir punah. Perlunya memperoleh
data produktivitas adalah salah satu parameter untuk untuk mengetahui potensi
volume getah dari beberapa jenis Drobalanops
yang ada. Karena diperkirakan tidak
semua jenis Dryobalanops menghasilkan
getah yang diinginkan. Apabila diperoleh
data produktivitas, maka penelitian selanjutnya akan difokuskan pada jenis yang
potensial menghasilkan getah, salah satunya berdasarkan data
produktivitas. Namun pada tahun pertama
ini data tersebut belum diperoleh, karena sulitnya menemukan pohon Dryobalanops saat ini.
Pohon Dryobalanops yang ada dijumpai di beberapa hutan penelitian baik di
Kalimantan, maupun di Jawa Barat (Haurbentes) masih berumur di bawah 10
tahun, sehingga belum menghasilkan
getah. Akan tetapi perkiraan getah Dryobalanops
aromatica yang diperoleh di hutan
perbatasan Kalimantan-Serawak yaitu sekitar 20 gram getah setelah menunggu
selama 3 jam. Sedikitnya getah yang
diperoleh ini mungkin disebabkan karena waktu proses pengambilan getah berlangsung
pada waktu sore hari, pengambilan getah tidak pada batang tapi masih pada
posisi banir. Selain itu mungkin juga disebabkan karena umur pohon yang belum cukup
untuk menghasilkan getah secara optimal.
C.
Analisis kualitas getah Dryobalanops sp
Getah yang
dianalisis sebanyak 4 sampel yaitu :
- Sampel 1 getah yang diperoleh dari Kalimantan Tengah berbatasan dengan Kalimantan Timur. Getah ini diambil dari kebun keluarga masyarakat Dayak. Menurut informasi masyarakat getah ini berasal dari jenis Dryobalanops.
- Sampel 2. Getah diperoleh dari pedagang berdasarkan diskripsi yang diberikan yang diyakini oleh pedagang tersebut adalah getah dari Dryobalanops. Getah diperoleh dari perbatasan Sumatera Utara dan Aceh.
- Sampel 3. Getah berasal dari kalimantan Timur jenis Dryobalanops lanceolatus
- Sampel 4. Getah berasal dari Kalimantan Barat jenis Dryobalanops aromatica
Hasil analisis
dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1.
Analisis getah
No sampel
|
Asal getah
|
12 Komponen terbanyak
|
%
|
Keterangan
|
1
|
Kal-Teng
|
|
|
|
|
|
Alpha.-Gurjunene
|
13.81
|
Penciri keruing
|
|
|
Alloaromadendrene
|
6.98
|
odor
|
|
|
.delta.-Cadinene
|
5.11
|
|
|
|
3-Azabicyclo
|
4.57
|
|
|
|
spathulanol
|
4.17
|
|
|
|
Hexadecanoic acid (CAS) Palmitic
acid
|
4.04
|
|
|
|
Rosifoliol
|
3.95
|
|
|
|
EPOXYDEACETYLGEDUNIN
|
3.47
|
|
|
|
.alpha.-Cadinol
|
3.40
|
|
|
|
.beta.-Eudesmol
|
2.53
|
|
|
|
trans-Caryophyllene
|
2.49
|
|
|
|
.alpha.-Cadinol
|
2.47
|
|
|
|
|
|
|
2
|
Sumut-Aceh
|
|
|
|
|
|
32.37 Lupene-3-one
|
32.37
|
antioksidan/antibiotik
|
|
|
Tidak terdeteksi
|
28.17
|
|
|
|
Tidak terdeteksi
|
6,94
|
|
|
|
Rosifoliol
|
6.09
|
|
|
|
alpha.-Gurjunene
|
4,79
|
Penciri keruing
|
|
|
Epi-.psi.-Taraxastanonol
|
4.75
|
|
|
|
9,19-Cyclo-9.beta.-lanostane
|
3,35
|
|
|
|
A'-Neogammacer
|
2.67
|
|
|
|
A'-Neogammacer
|
1.87
|
|
|
|
Alloaromadendrene
|
1,61
|
|
|
|
Juniper
camphor
|
0.44
|
|
3
|
Kaltim
|
|
|
|
|
|
Androstan-3-ol, 9-methyl-,
acetate, (3.beta.,5.alpha.)- (CAS)
|
15.05
|
golongan steroid prohormon.
Senyawa ini telah banyak dijual bebas dengan kisaran harga $19.97/2 mg
10 ml hingga $ 67,97/10mg.10ml.
|
|
|
trans-Caryophyllene
|
11.17
|
|
|
|
Phenol, 2,6-dimethyl- (CAS)
1-Hydroxy-2,6-dimethylbenzene
|
7.48
|
|
|
|
Phenol, 3,4,5-trimethyl- (CAS)
3,4,5-Trimethylphenol
|
6.52
|
|
|
|
beta.-Santalene
|
6.21
|
|
|
|
Cedranone
(CAS) 9-CEDRANON
|
4.17
|
|
|
|
2,4,6-Octatriene, 2,6-dimethyl-,
(E,Z)-
|
3.11
|
|
|
|
dl-Limonene
|
2.78
|
|
|
|
ALPHA.-PINENE
|
2.77
|
|
|
|
Camphor
|
0.74
|
|
|
|
Borneol
|
0.37
|
Penciri Dryobalanops
|
4
|
Kalimantan Barat
|
|
|
|
|
|
Caryophyllene oxide
|
16.16
|
Beta Caryophyllene Oxide merupakan senyawa selain bersifat sebagai anti
inflamasi juga potensial digunakan
untuk pemberi aroma pada balsam, baby powder, soft candy dll
|
|
|
8-Octadecenoic
acid, methyl ester (CAS) METHYL OCTADEC-8-ENOATE
|
9.25
|
|
|
|
camphor
|
7.97
|
|
|
|
Caryophyllene oxide
|
7.67
|
|
|
|
Hexadecanoic acid, methyl ester
(CAS) Methyl palmitate
|
6.80
|
|
|
|
TRANS(.BETA.)-CARYOPHYLLENE
|
5.89
|
|
|
|
HUMULENE OXIDE
|
4.96
|
|
|
|
TETRACYCLO
|
4.28
|
|
|
|
beta.-Selinene
|
3.25
|
|
|
|
BETA-CEDRENOXYD
|
3.21
|
|
|
|
ALPHA.-PINENE
|
1.13
|
|
|
|
Borneol
|
0,21
|
Penciri Dryobalanops
|
Hasil identifikasi sampel 1 dengan instrumen GC-MS Pyrolisis menunjukkan 35
senyawa penyusun getah yang terdeteksi. Komponen utama dengan konsentrasi terbanyak adalah Alpha.-Gurjunene dengan konsentrasi 13,81 %. Senyawa (-)-alpha gurjunene, beta-selinene,
(+)-spathulenol dan lainnya umumnya merupakan senyawa golongan hidrokarbon
seskuiterpen (Astuti, 2006). Data
selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran.
Hasil analisis menunjukkan bahwa getah yang diperoleh bukan termasuk
getah Dryobalanops, akan tetapi getah
keruing (Dipterocarpus sp). Karena tidak ada satu senyawa yang
teridentifikasi yang menunjukkan bahwa getah tersebut adalah getah Dryobalanops. Hal ini disebabkan getah yang diperoleh
berasal dari pedagang.
Hasil identifikasi sampel 2. menunjukkan
20 senyawa penyusun yang terdeteksi. Senyawa dominan yang terdeteksi adalah Lupene-3-one sebesar 32.37 %. Lupene-3-one atau Lupenon menurut Eun-Mi Kim, Hae-Ryong Jung, dan Tae-Jin Min
(2001), senyawa ini merupakan golongan antioksidan/antibiotik. Kemudian sama dengan sampel 1, pada sampel 2 juga
terdapat senyawa Alfa Gurjunene. Senyawa
ini merupakan salah satu senyawa penciri dari getah keruing (Dipterocarpus sp). Namun selain itu juga
ditemukan senyawa Junifer camphor. Sehingga getah yang dianalisis diyakini juga
bukan getah Dryobalanops.
Hasil identifikasi sampel 3 menunjukkan
45 senyawa penyususn yang terdeteksi (Lampiran). Senyawa dominan yang terdeteksi adalah
Androstan-3-ol, 9-methyl-, acetate, (3.beta.,5.alpha.)- (CAS) sebanyak 15 %. Senyawa
ini termasuk golongan steroid prohormon (Young, 2005). Senyawa ini telah banyak
dijual bebas dengan kisaran harga $19.97/2 mg 10 ml hingga $ 67,97/10mg.10ml.
Sampel ini berasal dari getah Dryobalanops
lanceolatus, yang diperoleh dari Hutan Penelitian di Kaltim. Pada awal getah di peroleh, berbau harum dan
wangi sekali, namun lama kelamaan aroma wangi ini akan hilang. Hasil analisis identifikasi mengandung senywa
borneol, yang merupakan senyawa penciri dari getah Dryobalanops, walaupun
konsentrasinya rendah. Hal ini mungkin
disebabkan getah yang diambil berasal dari pohon yang berumur masih di bawah 10
tahun (White, dkk., 2004).
Hasil identifikasi sample 4 menunjukkan
30 senyawa penyusun yang
terdeteksi. Senyawa dominan yang
terdeteksi adalah Caryophyllene
oxide dengan konsentrasi 16,16 %.
Senyawa ini dikenal juga nama Beta Caryophyllene Oxide merupakan senyawa selain bersifat sebagai anti inflamasi
juga potensial digunakan unutk pemberi
aroma pada balsam, baby powder, soft candy dll (Chung, 1993 dan Choi, 2003). Senyawa ini juga ditemukan pada minyak cengkeh,
dan banyak digunakan sebagai bahan pemberi aroma parfum, pada gum (permen karet),
sabun dan deterjen. Identifikasi
berdasarkan hasil analisis menunjukkan bahwa sampel 4 ini berasal dari getah Dryobalanops, karena terdapat senyawa
penciri yaitu senyawa borneol, walau dalam jumlah yang sedikit yaitu hanya 0,21
%. Hasil analisis yang diperoleh ini
merupakan hasil sementara, karena terbatasnya sampel contoh yang diperoleh
untuk analisis. Sejak dahulu diketahui
bahwa Dryobalanops aromatica adalah
jenis pohon yang menghasilkan senyawa barus atau kamper yang sangat terkenal
dan banyak dicari. Akan tetapi
berdasarkan hasil analisis, senyawa borneol yang terkandung lebih rendah
dibanding Dryobalanops lanceolatus
asal Kalimantan. Hal ini mungkin
disebabkan oleh berbagai faktor antara lain : getah D. Aromatica diambil pada sore hari, posisi pengambilan getah belum
sampai batang (diperkirakan masih pada posisi banir), karena kesulitan dalam
pengambilan sampel karena pohon yang sangat besar. Atau bisa juga disebabkan hilangnya senyawa
tersebut dalam perjalanan karena pengemasan yang kurang baik. Oleh sebab itu pada tahun ke dua, kegiatan
ini akan tetap di ulang untuk memperoleh data yang lebih akurat.
IV. KESIMPULAN DAN SARAN
A.
Kesimpulan
- Produktivitas getah Dryobalanops aromatica yang diperoleh di hutan perbatasan Kalimantan-Serawak yaitu sekitar 20 gram getah setelah menunggu selama 3 jam.
- Hasil identifikasi dari 4 sampel getah yang diperoleh, dua diantaranya adalah dari spesies Dryobalanops lanceolata dan Dryobalanops aromatica, sedangkan dua yang lainnya adalah getah keruing (Dipterocarpus sp).
- Hasil identifikasi Dryobalanops lanceolata menunjukkan 45 senyawa penyususn yang terdeteksi, dengan senyawa dominan adalah Androstan-3-ol, 9-methyl-, acetate, (3.beta.,5.alpha.)- (CAS) sebanyak 15 %. Sedangkan senyawa borneol hanya 0,37
- Hasil identifikasi Dryobalanops aromatica menunjukkan 30 senyawa penyusun yang terdeteksi. Senyawa dominan yang terdeteksi adalah Caryophyllene oxide dengan konsentrasi 16,16 %, sedangkan senyawa borneol hanya 0,21 %.
B.
Saran
1.
Perlu dilakukan upaya konservasi yang
lebih serius, mengingat sebagian besar dari jenis Dryobalanops tidak ditemukan lagi dan terancam punah.
2.
Jika dimungkinkan eksplorasi perlu
dilakukan lagi pada tahun berikutnya, agar diperoleh informasi yang lebih
akurat.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 2007. "Dryobalanops fusca". IUCN Red List of Threatened Species. Version
2007.
International Union for Conservation
of Nature. 1998. Retrieved 11 November 2007. Listed as Critically
Endangered
Anonim. 2007. "Dryobalanops
keithii". IUCN Red List
of Threatened Species. Version 2007. International Union for Conservation
of Nature. 1998. Retrieved 11 November 2007. Listed as Critically
Endangered
Ashton, P.S. 2004. Dipterocarpaceae.
In Tree Flora of Sabah and Sarawak, Volume 5, Soepadmo, E., Saw, L.G.
and Chung, R.C.K. eds. Government of Malaysia,
Kuala Lumpur, Malaysia.
Astuti, M.S. 2006. Isolasi Dan Identifikasi Komponen Minyak
Atsiri Umbi Teki (Cyperus Rotundus
L.) Uns-Fmipa Jurusan Kimia. Skripsi. Surakarta
Choi, H.-S. (2003). J. Agric.
Food Chem. 51(9): 2687-2692. Jirovetz, L., G. Buchbauer, et al. (2002). Journal
of Chromatography A 976(1-2): 265-275. Korea
Chung, Eiserich & Shibamoto 1993; J. Agric. Food Chem., 41, 1693-1697. Korea
Eun-Mi Kim, Hae-Ryong Jung, and
Tae-Jin Min. 2001. Purification,
Structure determination and Biological Activities of 20(29)-lupen-3-one from Daedaleopsis
tricolor (Bull. ex Fr.) Bond. et Sing. Bull. Korean Chem. Soc. 2001,
Vol. 22, No. 1. Korea.
Heyne. 1987. Tumbuhan
Berguna Indonesia. Terjemahan Badan
Litbang Kehutanan, Departemen Kehutanan.
Jakarta.
Huo GZ. 1995. Bing
pian's anti-inflammation and analgesia effects on laser burn wounds. China
Journal of Pharmacy 1995;30(9):532-534.
Simarangkir B.D.A.S, 2000. Analisis
Riap Dryobalanops lanceolata Burck
pada Lebar Jalur yang Berbeda di Hutan Koleksi Universitas Mulawarman Lempake. Frontir Nomor 32. Kalimantan
Timur.
Suhardi, 1994. Seedling Growth Of Drybalanops Sp Inoculated With Mycorrhiza At Wanagama I Buletin
Penelitian Nomor 25. Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.
Sutrisna, D. 2008.
Kapur barus : pohon dan sumber tertulis asing. Balai Arkeologi. Medan
Tong Shaoquan &
Tao Gouda. 1990. Dipterocarpaceae. In: Li Hsiwen, ed., Fl. Reipubl.
Popularis Sin. 50(2): 113-131.
China-Korea
Toshihiro Yamada and Eizi Suzuki.
2004. Ecological
role of vegetative sprouting in the regeneration of Dryobalanops rappa,
an emergent species in a Bornean tropical wetland forest. Journal of Tropical Ecology (2004), 20 : pp 377-384.
Cambridge University Press
Whitten, A.J. 1984. The Ecology Of Sumatra.
Yogyakarta: Gajah
Mada University
Press
LAMPIRAN
Contoh 1. Asal Kalteng
|
|
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar