PENGARUH PENGGUNAAN ARANG KOMPOS BIOAKTIF PADA BUDIDAYA
NILAM (Pogostemon cablin Benth)
TERHADAP KUALITAS PRODUK MINYAK NILAM
The effect of bioactive charcoal
compost applications on patchouli oil
quality
Oleh :
Gusmailina 1
1 Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan, Jl. Gunung Batu No. 5,
Bogor
Telp/Fax (0251) 8633378/ 8633413
ABSTRACT
Patchouli (Pogostemon cablin
Benth) is one of the essential
oil-producing important plants because it has a strategic potential in the
global market where oil is useful as a fragrance fixative in perfumes,
cosmetics and aromatherapy ingredients.
Related to the above description is presented in this paper about the
effects of bioactive charcoal compost (arkoba) on patchouli cultivation on the
growth and quality of oil distillation, among others, the yield and
concentration of patchouli alcohol.
The
results showed that the patchouli growth in arkoba better than others, more
robust, wider leaves, and shiny with brighter colors and sharper. DNB (wet patchouli leaves) production which
given arkoba reached 120 tons / ha or equal to 30 tons / ha DNK (dry patchouli
leaves), whereas production of patchouli DNB grown without arkoba only 50
tonnes per hectare or about 12 tons / ha DNK.
Increased production gained more than 2 times when using arkoba. Besides
the addition of arkoba on patchouli cultivation provides a very good influence
on the yield of essential oils, reach 3 to 4.5%, with an average of 4%, while
the yield of essential oil grown without the use of arkoba only ranges from 2
to 2.3% ( average 2%). Further
concentration of patchouli alcohol in patchouli oil arkoba usage is 40.01%,
while those without were given arkoba only 32.26%.
Keywords: Patchouli, bioactive charcoal compost, effects, patchouli
essential oil, quality
ABSTRAK
Nilam (Pogostemon cablin Benth) merupakan
salah satu tanaman penghasil minyak atsiri yang penting karena memiliki potensi
strategis di pasar dunia dimana minyak tersebut berfaedah sebagai bahan
pengikat aroma wangi pada parfum, kosmetika dan bahan aromaterapi. Terkait dengan uraian tersebut tulisan ini
menyajikan tentang pengaruh pemberian arang kompos bioaktif (arkoba) terhadap
kualitas minyak atsiri hasil penyulingan daun nilam antara lain rendemen dan
kadar patchouli alkohol.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pertumbuhan
nilam yang diberi arkoba lebih baik dibanding pertumbuhan yang tidak diberi
arkoba yaitu lebih kokoh, daun lebih lebar, dan mengkilat dengan warna lebih
cerah dan tajam. Produksi DNB (daun
nilam basah) yang diberi arkoba mencapai 120 ton/ha atau sama dengan 30 ton/ha
DNK (daun nilam kering), sedangkan produksi
DNB nilam yang ditanam tanpa arkoba hanya 50 ton per hektar atau sekitar 12
ton/ha DNK. Peningkatan produksi
yang diperoleh lebih dari 2 kali lipat jika menggunakan arkoba. Di samping itu penambahan arkoba pada
budidaya nilam memberikan pengaruh sangat baik terhadap rendemen minyak nilam,
mencapai 3-4,5 %, dengan rata-rata 4 %, sedangkan rendemen minyak nilam yang
ditanam tanpa menggunakan arkoba hanya berkisar 2-2,3% (rata-rata 2%). Lebih lanjut kadar patchouli alkohol minyak
nilam dengan penggunaan arkoba yaitu 40,01 %, sedangkan yang tanpa diberi arkoba hanya
32,26 %.
Kata kunci : Nilam, arang
kompos bioaktif, budidaya, efek, minyak atsiri nilam, produksi, kualitas
I.
PENDAHULUAN
Nilam (Pogestemon cablin Benth) merupakan salah satu tumbuhan
penghasil minyak atsiri yang penting, baik sebagai sumber devisa negara maupun
sebagai sumber pendapatan petani. Minyak
nilam memiliki potensi strategis di pasar dunia sebagai bahan pengikat aroma
wangi pada parfum dan kosmetika (Direktorat Jenderal Perkebunan, 2005, dalam Dewi, dkk., 2006). Prospek ekspor minyak nilam di masa datang masih cukup
besar sejalan dengan semakin tingginya permintaan terhadap parfum dan
kosmetika, trend mode, dan belum
berkembangnya materi subsitusi minyak nilam di dalam industri parfum maupun
kosmetika, di samping sebagai bahan
pembuatan aroma terapi. Minyak nilam diperoleh dari hasil penyulingan daun,
batang dan cabang tumbuhan nilam. Kadar minyak tertinggi terdapat pada daun
dengan kandungan utamanya adalah patchouly alkohol yang berkisar antara 30 – 50
%. Aromanya segar dan khas dan mempunyai daya fiksasi yang kuat, sehinggasulit
digantikan oleh bahan sintetis (Rusli dan Hobir, 1990).
Sebagai penghasil minyak nilam terbesar, Propinsi Nanggroe Aceh Darusalam
memberikan kontribusi 70 % terhadap produksi nasional (Anonim, 2003 dalam Djazuli dan Trislawati. 2004). Di Indonesia tumbuhan nilam telah
dibudidayakan selama hampir 100 tahun di daerah penghasil utama (Aceh dan
Sumatera Utara), namun sampai sekarang mutu minyak yang dihasilkan masih
rendah. Hal ini disebabkan oleh beberapa
faktor antara lain rendahnya mutu genetik tumbuhan, teknologi budidaya yang
masih sederhana, berkembangnya berbagai penyakit, serta teknik panen dan pasca
panen yang kurang tepat.
Tumbuhan nilam dikenal sangat
rakus terhadap unsur hara terutama N(nitrogen), P (pospor), dan K (kalium). Untuk mempertahankan tingkat kesuburan
lahan, perlu adanya input hara yang berasal dari pupuk buatan maupun pupuk
organik. Menurut Wahid dkk., (1986),
tumbuhan nilam termasuk yang memerlukan
hara yang cukup tinggi. Hasil analisis
kadar hara dari batang dan daun yang dipanen menunjukkan bahwa kandungan N, P2O5, K2O, CaO, dan MgO mencapai
masing-masing 5,8%, 4,9%, 22,8%, 5,3% dan 3,4% dari bahan kering atau sama
dengan pemberian pupuk 232 kg N, 196 kg P2O5, 912 kg K2O, 212
kg CaO dan 135 kg MgO. Hal ini menunjukan bahwa untuk mempertahankan produksi agar tetap optimal
pemberian pupuk sangat menentukan. Hal ini disebabkan tingginya hara yang
terangkut bersama hasil panen yang mengakibatkan produksinya menurun secara
drastis sehingga sangat diperlukan upaya pemupukan yang berkesinambungan baik
pupk buatan maupun organik, yang bertujuan untuk mempertahankan tingkat
kesuburan lahan dan produktivitas tumbuhan nilam.
Terkait dengan segala uraian
di atas, tulisan ini menyajikan hasil uji coba penggunaan arang kompos bioaktif
pada budidaya tumbuhan nilam terhadap produksi, rendemen dan kualitas minyak
nilam. Arang kompos bioaktif (Arkoba)
adalah campuran arang dan kompos hasil proses pengomposan dengan bantuan
mikroba lignoselulotik yang tetap hidup di dalam kompos. Mikroba tersebut
mempunyai kemampuan sebagai biofungisida,
yaitu melindungi tanaman dari serangan penyakit akar sehingga disebut bioaktif. Keunggulan lain dari Arkoba adalah sebagai
agent pembangun kesuburan tanah, karena arang yang menyatu dalam kompos mampu meningkatkan pH tanah sekaligus memperbaiki sirkulasi air dan udara
di dalam tanah (Gusmailina dan Komarayati, 2008), sehingga juga tepat disebut
sebagai “soil amandement”.
II.
BAHAN DAN METODE
A. Lokasi
Uji coba dilakukan oleh salah satu petani
nilam di daerah Kuningan. Penyulingan dan
analisis sifat fisiko kimia minyak dilakukan di Laboratorium Pengolahan Hasil
Hutan Bukan Kayu, Pusat Penelitian dan Pengembangan keteknikan Kehutanan dan
Pengolahan Hasil Hutan (P3KKPHH), Bogor. Beberapa sifat produk yang tidak dapat
dianalisis di P3KKPHH, dianalisis pada Laboratorium Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat,
Bogor.
B.
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan adalah arang
kompos bioaktif (arkoba) yang diperoleh dari Garut. Arkoba produksi Garut tersebut mengandung
unsur hara makro antara lain C organik
35 %; N total 1,7 %; P total 1,0 %; K
0,8 %; Ca 1,2 %;
dan Mg 0,6 % (Gusmailina, 2010). Alat yang digunakan untuk ekstraksi minyak
nilam adalah penyulingan dengan sistem kukus.
C.
Prosedur
Percobaan ini langsung dilakukan oleh petani nilam
di Kuningan dengan cara dan kebiasaan petani tersebut. Arang kompos bioaktif di gunakan sebagai
pengganti pupuk yang biasa digunakan oleh petani tersebut. Pemberian arkoba
dilakukan satu hari sebelum nilam ditanam dengan volume satu piring per lobang
tanam atau sekitar 0,5 kg/lobang tanam, dengan jarak tanam antara 50-60 cm x
60-75cm. Total luas tumbuhan nilam
berkisar 15 ribu rumpun (sekitar ¾ ha). Pemberian
arkoba selanjutnya adalah setiap sehabis panen dengan bobot kurang lebih 1 kg. Panen awal dilakukan pada umur 4 bulan
setelah tanam, kemudian dikeringkan secara alami. Nilam kering yang dianalisis adalah hasil
dari panen pertama, kemudian dibawa ke Laboratorium Pengolahan HHBK, P3KKHH, Bogor
untuk disuling. Minyak nilam yang
dihasilkan kemudian dianalisis di laboratorium HHBK, P3KKHH, Bogor dan Balai
Penelitian Tanaman Rempah dan Obat, Bogor, Yang mencakup rendemen dan sifat
fisiko kimianya.
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Produksi
Hasil pemantauan pertumbuhan nilam yang diberi
arkoba lebih baik dibanding pertumbuhan nilam yang tidak diberi arkoba. Penampilan tumbuhan lebih kokoh, daun lebih
lebar dan mengkilat dengan warna yang lebih cerah dan tajam. Produksi DNB (daun nilam basah) mencapai 120
ton/ha atau sama dengan 30 ton/ha DNK (daun nilam kering) dari 15.000 batang
nilam per/ha. Sedangkan DNB nilam yang
ditanam tanpa menggunakan arkoba hanya 50 ton per hektar atau sekitar 12 ton/ha
DNK. Peningkatan produksi yang diperoleh
lebih 2 kali lipat jika menggunakan arkoba.
Jika dibanding dengan produksi nilam dari Kelompok Tani Mitra Usaha
Jaya, di kampung Pager Ageung, Desa Pager Sari, Kota Tasikmalaya, Jawa
Barat yang ditanam dengan menggunakan
pupuk kandang sekitar 75-100 ton/ha DNB atau sama dengan 15-20 ton DNK (daun
nilam kering) per hektar (Gusmailina, dkk.,
2005). Dengan demikian DNK produksi
nilam yang ditanam dengan penambahan arkoba memberikan hasil yang lebih tinggi.
Tanaman nilam sangat responsif
terhadap pemupukan. Pupuk yang diperlukan selain untuk meningkatkan produksi
terna (produk daun) dan mutu minyak nilam, juga untuk mempertahankan atau mengembalikan kesuburan
tanah akibat besarnya unsur hara yang terangkut atau terbawa pada bagian
tanaman tersebut pada saat panen. Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa
tumbuhan nilam merupakan jenis yang rakus dengan unsur hara, sehingga untuk
tanah yang telah ditanami nilam berulang-ulang kandungan haranya banyak
terkuras (Djazuli dan Trisilawati, 2004).
Oleh sebab itu pemberian pupuk yang cukup sangat diperlukan. Dari beberapa
hasil penelitian menunjukkan bahwa Arkoba merupakan pupuk organik yang
berfungsi sebagai bahan pembenah tanah (soil conditioning) yang paling baik dan
alami daripada bahan pembenah buatan atau sintetis. Hal ini karena fungsi dan
keberadaan arang yang menyatu di dalam kompos (Gusmailina, dkk, 2002). Dengan
demikian produksi nilam yang ditanam dengan penambahan arkoba lebih tinggi. Pada Gambar 1 dapat dilihat skema
perbandingan produksi nilam yang menggunakan Arkoba dan tanpa Arkoba.
|
|
Gambar 1. Skema perbandingan produksi nilam yang
menggunakan Arkoba dan tanpa Arkoba
Figure 1. Schematic comparison
of yield using Arkoba and without Arkoba
Keterangan (remarks) : Penggunaan arkoba saat tanam
0,5 kg/lobang tanam (Use arkoba 0.5 kg /
greedy plant at planting); tanpa arkoba (without arkoba); produksi panen pertama (the first crop production harvest); DNB (daun nilam basah) 120
ton/ha = 30 ton/ha daun nilam kering (DNK) dari 15.000-20.000 batang nilam/ha (DNB
(patchouli leaves wet) 120 ton / ha = 30
tons / ha of dry patchouli leaves (DNK) of patchouli 15000-20000 clumps / ha);
rendemen minyak nilam (patchouli oil
yield);
B. Rendemen dan Kualitas Minyak Nilam
Penambahan arkoba pada budidaya nilam memberikan pengaruh sangat baik
terhadap rendemen minyak nilam. Pada
Tabel 1 dapat dilihat pengaruh
penambahan arkoba terhadap rendemen minyak hasil penyulingan bahan nilam
Tabel
1. Pengaruh penambahan arkoba terhadap
rendemen minyak nilam
Table 1. Effect of arkoba
applications to patchouli oil yield
No
No
|
Perlakuan penanaman nilam
(Treatments of patchouli cultivation)
|
Rendemen minyak nilam,%
(Yield of patchouli oil, %)
|
1
|
Tanpa
arkoba (without arkoba)
|
2 – 2,1
|
2
|
Memakai
arkoba (apply arkoba)
|
3 – 4,5
|
Pada Tabel 1 diketahui bahwa budidaya
nilam dengan penambahan arkoba memberikan hasil yang jauh lebih baik dibanding
tanpa penambahan arkoba. Rendemen minyak
nilam yang ditanam dengan penambahan arkoba mencapai 3-4,5 % dengan rata-rata 4
% (dari 7 kali penyulingan), sedangkan rendemen minyak nilam yang ditanam tanpa
menggunakan arkoba hanya berkisar 2-2,3% dengan rata-rata 2% (dari 4 kali
penyulingan). Ini mengindikasikan bahwa
penambahan arkoba mengakibatkan peningkatan produksi minyak nilam. Hasil
penelitian Pakpahan, dkk., (2004) dengan pemberian EM4 pada budidaya nilam, produksi nilam
kering yang diperoleh hanya 45 ton/ha dengan rendemen minyak 1,33-2 %. Hasil penelitian Dewi, dkk., (2006) dengan penambahan kompos Unpad (Kompos yang dihasilkan
oleh Universitas Padjadjaran dengan merk kompos Unpad), rendemen minyak yang
diperoleh hanya 0,48-1,35%. Dengan
demikian pemberian Arkoba pada nilam selain dapt meningkatkan produksi DNB/DNK
juga meningktakan rendemen dan kualitas minyak.
Tabel 2. Pengaruh arkoba pada
budidaya nilam terhadap kualitas minyak nilam
Table
2. Arkoba influence on the patchouli
cultivation against to essential oil quality
Karakteristik
(Characteristic)
|
Hasil analisis kualitas
minyak nilam
(Results of analysis of essential oil quality)
|
|||
Dengan arkoba (with
arkoba)
|
Tanpa arkoba (without arkoba)
|
Hasil penelitian
Rumondang, 2004 (The results of
Rumondang, 2004)
|
SNI 06-2385-1998
|
|
Berat jenis (Specific gravity),25/25oC
|
0,957
|
0,956
|
0,967
|
0,943-0,983
|
Indek bias (Refractive index),
20oC
|
1,511
|
1,506
|
1.506
|
1.506-1.516
|
Putaran optic (Optical rotation)
|
- 59o
|
- 0,53o
|
- 51o
|
(-47o) – (-66o)
|
Kelarutan dalam alkohol (Solubility in alcohol), 90%
|
1:1
|
1:1
|
1:1
|
1:10
|
Bilangan asam maksimum (Maximum
acid number)
|
4,5
|
4,3
|
4,23
|
5,0
|
Bilangan ester maksimum (Maximum
ester number)
|
3,97
|
3,90
|
12,29
|
10,0
|
Patchouli alcohol (Patchouli oil),
%
|
40,01
|
32,26
|
33,14
|
Pada Tabel 2 dapat diketahui bahwa umumnya minyak
nilam yang ditanam dengan penambahan arkoba memberikan kualitas minyak yang
lebih baik dibanding tanpa penambahan arkoba.
Kadar patchouli alkohol mencapai 40%, sedangkan kadar patchouli alkohol
minyak nilam yang ditanam tanpa penambahan arkoba hanya 32,26%. Dalam perdagangan mutu minyak nilam
yang baik ditandai oleh tingginya kadar patchouli alkohol sebagai komponen
utama dan umumnya dicantumkan dalam syarat mutu rekomendasi. Patchouli alkohol
merupakan senyawa yang menentukan bau minyak nilam (Albert, 1980 dalam Rumondong, 2004) dan merupakan
komponen yang terbesar. Menurut
Trifilieff (1980) yang memberikan bau pada minyak nilam adalah norpatchoulenol yang terdapat dalam
jumlah sedikit. Hasil penelitian Hernani
dan Tangendjaja (1988), menunjukkan bahwa komponen-komponen penyusun minyak
nilam adalah benzaldehida, karyofilen,
patchoulena, bulnesen dan patchouli alkohol. Patchouli alkohol merupakan seskuiterpena
alkohol dimana dapat diisolasi dari minyak nilam. Alkohol tersebut tidak larut dalam air, larut
dalam alkohol, eter atau pelarut organik yang lain, mempunyai titik didih 140oC pada
tekanan 80 cm Hg (Hernani dan Tangendjaja, 1988). Kristal yang terbentuk
mempunyai titik lebur 56oC. Patchouli alkohol disebut juga patchouli
camphor atau oktahidro-4,8a,9,9-tetrametil-1,6-metanonaftalen, mempunyai berat
molekul 222,36 dengan rumus molekul C12H26O (Albert, 1980 dalam Rumondang, 2004).
Berat jenis minyak nilam yang ditanam dengan
penambahan arkoba sebesar 0,957, tidak jauh berbeda dengan minyak nilam yang
ditanam tanpa penambahan arkoba yaitu 0,956.
Berat jenis
merupakan salah satu kriteria penting dalam menentukan mutu dan kemurnian
minyak atsiri. Nilai berat jenis minyak atsiri didefinisikan sebagai
perbandingan antara berat minyak dengan berat air pada volume air yang sama
dengan volume minyak pada kondisi yang sama pula (Ketaren, 1985). Berat jenis
sering dihubungkan dengan fraksi berat komponen-komponen yang terkandung di dalamnya.
Semakin besar fraksi berat yang terkandung dalam minyak, maka semakin besar
pula nilai densitas atau kerapatannya. Dari
hasil yang diperoleh nilai berat jenis minyak nilam termasuk ke dalam SNI 06-2385-1998 yaitu dengan nilai kisaran
0,943-0,983. Dari analisis juga menunjukkan bahwa berat jenis
minyak nilam yang ditanam menggunakan Arkoba sedikit lebih baik dibanding tanpa
menggunakan arkoba.
Indek bias minyak nilam yang
ditanam dengan penambahan arkoba lebih tinggi (1,511) dari minyak nilam yang
ditanam tanpa penambahan arkoba yaitu 1,506. Indeks
bias merupakan perbandingan antara kecepatan cahaya di dalam udara dengan
kecepatan cahaya di dalam zat tersebut pada suhu tertentu. Indeks bias minyak nilam
berhubungan erat dengan komponen-komponen yang tersusun dalam minyak nilam
tersebut. Sama halnya dengan berat jenis, komponen penyusun minyak nilam juga dapat
mempengaruhi nilai indeks biasnya. Semakin banyak komponen berantai panjang
seperti sesquiterpena atau komponen
bergugus oksigen ikut tersuling, maka kerapatan medium minyak tersebut akan
bertambah sehingga cahaya yang datang akan lebih sukar untuk dibiaskan (lebih
banyak membelokkan arah cahaya yang datang) karena kecepatan cahaya tersebut
lebih banyak mengalami hambatan. Hal ini menyebabkan indeks bias minyak lebih
besar. Menurut Guenther (1948), nilai indeks bias juga dipengaruhi salah
satunya dengan adanya air dalam kandungan minyak tersebut. Semakin banyak
kandungan airnya, maka semakin kecil nilai indek biasnya. Ini karena sifat dari
air yang lebih mudah untuk dilalui cahaya yang datang sehingga lebih sedikit
membiaskan cahaya. Minyak nilam yang
mempunyai nilai indeks bias yang besar menunjukkan bahwa kualitas minyak itu
lebih baik dibanding dengan minyak yang mempunyai nilai indeks bias kecil.
Syarat SNI 06-2385-1998 untuk
nilai putaran optik minyak nilam berkisar antara (-47o) – (-66o).
Hasil analisis minyak nilam yang ditanam dengan menggunakan arkoba menunjukkan
nilai optik (-0,59o), sedangkan tanpa
arkoba (-0,53o),
berarti keduanya masuk ke dalam standar SNI yang disyaratkan. Umumnya sifat optik dari minyak atsiri
ditentukan dengan menggunakan alat polarimeter yang nilainya dinyatakan dengan
derajat rotasi. Sebagian besar minyak atsiri jika ditempatkan dalam cahaya yang
dipolarisasikan maka memiliki sifat memutar bidang polarisasi ke arah kanan
(dextrorotary) atau ke arah kiri (laevorotary). Pengukuran parameter ini sangat
menentukan kriteria kemurnian suatu minyak atsiri (Ketaren, 1985).
Syarat SNI 06-2385-1998 untuk bilangan asam maksimum adalah 5,0.
Bilangan asam ini menunjukkan kadar asam bebas yang terdapat dalam
minyak nilam. Semakin besar bilangan asam makin mempengaruhi kualitas minyak
nilam secara negatif, karena senyawa-senyawa asam tersebut dapat merubah bau
khas dari minyak tersebut. Asam bebas ini biasanya disebabkan oleh lamanya
penyimpanan minyak dan adanya kontak antara minyak atsiri yang dihasilkan
dengan sinar dan udara lembab sekitar ketika berada pada botol sampel minyak
pada saat penyimpanan. Karena sebagian komposisi minyak atsiri umumnya jika
kontak dengan udara atau berada pada kondisi yang lembab akan mengalami reaksi
oksidasi dengan udara terhadap gugusan karbonil dan reaksi hidrolisa dengan uap
air terhadap ikatan ester yang dikatalisis oleh cahaya sehingga membentuk suatu
senyawa asam. Jika penyimpanan minyak tidak diperhatikan atau secara langsung
kontak dengan udara sekitar, maka akan semakin banyak senyawa-senyawa asam yang
terbentuk. Oksidasi komponen-komponen minyak atsiri terutama golongan aldehida
dapat membentuk gugus asam karboksilat sehingga akan menambah nilai bilangan
asam suatu minyak atsiri. Hal ini juga dapat disebabkan oleh penyulingan pada
tekanan tinggi (temperatur tinggi), dimana pada kondisi tersebut kemungkinan
terjadinya proses oksidasi sangat besar (Guenther, 1948).
Syarat SNI 06-2385-1998 untuk bilangan
kelarutan dalam alkohol adalah larut jernih dalam perbandingan volume 1 sampai
10 bagian. Menurut Guenther (1948), alkohol
merupakan gugus hidroksil (OH), karena itu alkohol dapat larut dengan minyak
atsiri, oleh sebab itu pada komposisi minyak atsiri yang dihasilkan tersebut
terdapat komponen-komponen terpen teroksigenasi. Selanjutnya dijelaskan bahwa
kelarutan minyak dalam alkohol ditentukan oleh jenis komponen kimia yang
terkandung dalam minyak. Pada umumnya minyak atsiri yang mengandung senyawa
terpena teroksigenasi lebih mudah larut dlam alkohol daripada yang mengandung
terpena. Semakin tinggi kandungan terpena makin rendah daya larutnya atau makin
sukar larut dalam alkohol (pelarut polar), karena senyawa terpena tak
teroksigenasi merupakan senyawa nonpolar yang tidak mempunyai gugus fungsional.
Hal ini dapat disimpulkan bahwa semakin kecil kelarutan minyak atsiri pada
alkohol (biasanya alkohol 90%) maka kualitas minyak atsirinya semakin baik. Hasil analisis minyak nilam yang diperoleh baik
ditanam dengan penambahan arkoba maupun tanpa penambahan arkoba, memiliki nilai
kelarutan dalam alkohol yang sama yaitu 1:1, berarti dapat memenuhi syarat SNI.
IV. KESIMPULAN DAN SARAN
Hasil uji coba penambahan arang
kompos bioaktif (arkoba) pada budidaya tanaman nilam dapat disimpulkan antara
lain:
1. Pertumbuhan nilam yang diberi arkoba lebih
baik dibanding pertumbuhan nilam yang tidak diberi arkoba yaitu batang lebih
kokoh, daun lebih lebar dan mengkilat dengan warna yg lebih cerah dan
tajam.
2. Produksi DNB (daun nilam basah) yang
diberi arkoba mencapai 120 ton/ha atau sama dengan 30 ton/ha DNK (daun nilam
kering), sedangkan produksi DNB nilam
yang ditanam tanpa menggunakan arkoba hanya 50 ton per hektar atau sekitar 12
ton/ha DNK. Peningkatan produksi yang
diperoleh lebih dari 2 kali lipat jika menggunakan arkoba.
3.
Penambahan arkoba pada budidaya nilam memberikan
pengaruh sangat baik terhadap rendemen minyak nilam, mencapai 3-4,5 %, dengan
rata-rata 4 %, sedangkan rendemen minyak nilam yang ditanam tanpa menggunakan
arkoba hanya berkisar 2-2,3% dengan rata-rata 2%.
4.
Kadar patchouli alkohol minyak nilam yang ditanam
dengan penambahan arkoba yaitu 40,01%, sedangkan yang tanpa diberi arkoba hanya
32,26%.
5.
Mengacu pada syarat SNI 06-2385-1998, hasil analisis kualitas
minyak nilam pada uji coba ini semua kriteria masuk ke dalam standar yang
disyaratkan.
DAFTAR PUSTAKA
Djazuli, M dan O. Trislawati. 2004. Pemupukan, pemulsaan dan pemanfaatan
limbah nilam untuk peningkatan produktivitas dan Mutu Nilam. Perkembangan
Teknologi Tanaman Rempah dan Obat Vol XVI no 2. Bogor. Hal 29 – 37.
Dewi, I.R., S. Rosniawaty, R.
Sudirja. 2006. Pengaruh berbagai waktu pangkasan dan
pupuk Organik sebagai media tanam terhadap pertumbuhan dan produksi nilam (pogostemon
cablin benth.) Var. Sidikalang. Laporan
penelitian. Fakultas Pertanian
Universitas Padjadjaran, Bandung.
Gusmalina, Zulnely dan E.S. Sumadiwangsa. 2005.
Pengolahan nilam tumpangsari di Tasikmalaya. Jurnal Penelitian Hasil
Hutan: Vol. 23.No.1:1-14. Pusat Litbang
Hasil Hutan, Bogor.
Gusmailina dan S. Komarayati. 2008.
Teknologi inovasi penanganan limbah industri pulp
dan kertas menjadi arang kompos bioaktif. Prosiding seminar Teknologi Pemanfaatan
Limbah Industri Pulp dan Kertas Untuk Mengurangi Beban Lingkungan. Bogor
24 November. Pusat Penelitian dan
Pengembangan Hasil Hutan, Bogor. Hal:18-30
Gusmailina, 2010. Evaluasi dan pemantauan kegiatan penggunaan arang
kompos bioaktif di kabupaten Garut. Bulletin
Penelitian Hasil Hutan. (No…..vol…/sudah
acc terbit) Pusat Litbang Hasil Hutan, Bogor.
Gusmailina, Gustan Pari dan Sri
Komarayati. 2002. Pedoman Pembuatan
Arang Kompos.
Pusat Penelitian dan Pengembangan
Teknologi Hasil Hutan. Badan Penelitian dan
Pengembangan Kehutanan. Bogor.
ISBN: 979-3132-27
Guenther, E. 1948, The Essential Oils, volume I, Van Nostrand Reinhold
Company, Inc., New York, 87-226. 1949,
___________1949, The
Essential Oils, volume III, Van Nostrand Reinhold Company, Inc., New York,
552-575.
Hernani dan B.
Tangendjaja, 1988, Analisis mutu minyak nilam dan minyak cengkeh secara kromatografi;
Media Penelitian Sukamandi No.6, Bogor,
57-61.
Ketaren, S., 1985, Pengantar teknologi minyak atsiri,
Balai Pustaka, Jakarta,
Pakpahan,
E. Sugiatno, dan A. Karyanto. 2004. Pengaruh dosis limbah padat penyulingan
nilam yang diberi em4 pada pertumbuhan dan daya hasil tanaman nilam (pogostemon cablin benth.). Jurusan Budidaya Agronomi Fakultas
Pertanian Unila. Lampung
Rusli, S. dan Hobir, 1990. Hasil penelitian dan
pengembangan tanaman minyak atsiri Indonesia. Simposium I Hasil
Penelitian dan Pengembangan Tanaman Industri.
Puslitbangtri
– Bogor.
Rumondang
B. 2004.
Esterifikasi patchouli alkohol hasil isolasi dari minyak daun nilam (patchouli
oil). Thesis. Jurusan kimia Fakultas matematika dan ilmu
pengetahuan alam. Universitas Sumatera Utara. Medan
Trifilieff,
E., 1980, Isolation of the postulated precursor of nor-patchoulenol in
patchouli Leaves, Phytochemistry, 19, 2464.
Wahid, P., M. Pandji. L, E. Mulyono dan S. Rusli, 1986. Masalah pembudidayaan
tanaman nilam, serai wangi dan cengkeh. Diskusi Minyak Atsiri V. 3 – 4 Maret
1986
di
Bogor. 36 hal.
Klik dulu baru bisa rasakan ayam bangkok
BalasHapus