Kamis, 19 November 2009

TEKNOLOGI INOVASI PENANGANAN LIMBAH INDUSTRI PULP DAN KERTAS MENJADI ARANG KOMPOS BIO AKTIF

TEKNOLOGI INOVASI PENANGANAN LIMBAH INDUSTRI PULP DAN KERTAS MENJADI ARANG KOMPOS BIO AKTIF *)


Oleh:


GUSMAILINA & SRI KOMARAYATI **)


Abstrak

Salah satu industri yang harus peduli terhadap lingkungan adalah industri pulp dan kertas. Di dalam mewujudkan kepedulian terhadap lingkungan, beberapa industri pulp dan kertas, terutama industri kertas di Indonesia telah menerapkan Sistem Manajemen Lingkungan (SML) ISO-14001. Salah satu keuntungan dari penerapan sistem ini adalah dapat meningkatkan ekspor produk ke negara-negara Eropa dan Amerika. Namun dengan semakin meningkatnya produksi, volume limbah yang dihasilkan juga semakin tinggi. Dari proses produksi industri pulp dan kertas akan dihasilkan limbah yang salah satunya adalah limbah sludge.
Teknologi pengomposan merupakan inovasi yang dipandang sebagai alternatif penanganan limbah sludge yang paling baik, karena di samping tidak mencemari lingkungan, juga menghasilkan produk yang bermanfaat dengan investasi yang relatif murah. Tulisan ini menyajikan hasil penelitian skala laboratorium pembuatan arang kompos bioaktif berbahan baku sludge. Kegiatan ini diawali dengan kunjungan ke PT. IKPP. dan PT. Arara Abadi pada tahun 2004/2005 khusus di kawasan pengolahan kompos dengan tujuan sebagai studi banding dan dialog serta berbagi pengalaman khusus tentang pengolahan kompos sludge.
Hasil uji coba pembuatan kompos dari limbah sludge pabrik pulp dan kertas yang dilakukan di laboratorium menunjukkan bahwa kualitas kompos yang dihasilkan lebih baik dengan waktu pembuatan kompos yang lebih singkat. Teknologi pengomposan yang diterapkan oleh P3HH adalah secara anaerobik, menggunakan aktivator serta bernilai plus apabila dilakukan penambahan bahan baku kotoran ternak. Selain itu kandungan unsur logam yang berbahaya juga menurun tajam, jauh di bawah ambang batas yang diperbolehkan baik skala internasional maupun skala nasional. Dengan demikian limbah sludge pabrik pulp dan kertas layak dipakai dan dikembang luaskan untuk konsumsi kalangan industri sendiri, baik dijual ke pasar umum, bebas maupun ekspor.


Kata kunci : sludge, komposting, dekomposer,arang kompos, uji coba, teknologi, kualitas


==================================================================
*) Disampaikan sebagai makalah utama pada Seminar Teknologi Pemanfaatan Limbah Industri Pulp dan Kertas Untuk Mengurangi Beban Lingkungan, Bogor 24 November 2008.
**) Staf Peneliti pada Pusat Litbang Hasil Hutan Jalan gunung Batu No 5. Telp (0251) 8633378; fax (0251) 8633413; e-mail : lina@forda-mof.org, glinara@yahoo.co.id


I. PENDAHULUAN

a. Latar Belakang

Salah satu industri yang harus peduli terhadap lingkungan adalah industri pulp dan kertas. Di dalam mewujudkan kepedulian terhadap lingkungan, beberapa industri pulp dan kertas, terutama industri kertas di Indonesia telah menerapkan Sistem Manajemen Lingkungan (SML) ISO-14001. Salah satu keuntungan dari penerapan SML ISO-14001 ini adalah dapat meningkatkan ekspor produk ke negara-negara Eropa dan Amerika. Namun makin meningkatnya produksi akan berdampak terhadap tingginya volume limbah yang dihasilkan. Dari proses produksi industri pulp dan kertas akan dihasilkan limbah yang salah satunya adalah limbah sludge. Satu industri pulp dan kertas tiap hari menghasilkan sludge berkisar antara 30 – 40 ton, sementara pemanfaatan sludge per hari hanya 12 ton (Aritonang, 2005). Sehingga masih banyak sludge yang tersisa yang belum dimanfaatkan. Penanggulangan sludge di beberapa industri pulp dan kertas di Indonesia, sebagian besar hanya dibenamkan ke dalam tanah atau dibakar. Penanggulangan dengan cara ini mempunyai beberapa resiko antara lain jika dibenamkan ke dalam tanah membutuhkan areal yang luas, sedangkan jika dibakar memerlukan biaya yang cukup besar dan dapat mencemari udara.
Teknologi pengomposan merupakan inovasi yang dipandang sebagai alternatif penanganan yang paling baik, karena di samping tidak mencemari lingkungan, juga menghasilkan produk yang bermanfaat dengan investasi yang relatif murah. Kendalanya adalah karena karakteristik dari sludge yang menyerap air, sehingga jika sludge ditumpuk pada saat proses pengomposan, rongga udara yang tercipta akan sedikit, sehingga mengganggu proses pengomposan. Oleh sebab itu perlu diupayakan cara untuk menanggulanginya.
Tulisan ini menyajikan hasil penelitian skala laboratorium pembuatan arang kompos bioaktif berbahan baku sludge. Kegiatan ini diawali dengan kunjungan ke PT. IKPP. dan PT. Arara Abadi pada tahun 2004/2005 khusus di kawasan pengolahan kompos dengan tujuan sebagai studi banding dan berbagi pengalaman khusus tentang pengolahan kompos sludge.

b. Arang kompos bioaktif (ARKOBA)
Arang kompos bioaktif adalah gabungan antara arang dan kompos yang dihasilkan melalui teknologi komposting dengan bantuan mikroba lignoselulotik yang tetap bertahan di dalam kompos, mempunyai kemampuan agen hayati sebagai biofungisida untuk melindungi tanaman dari serangan penyakit akar, sehingga disebut bioaktif. Keunggulan lain dari ARKOBA adalah karena keberadaan arang yang menyatu dalam kompos, yang bila diberikan pada tanah ikut andil dan berperan sebagai agent pembangun kesuburan tanah, sebab arang mampu meningkatkan pH tanah sekaligus memperbaiki sirkulasi air dan udara di dalam tanah. Oleh sebab itu ARKOBA cocok dan tepat dikembangkan secara luas di Indonesia mengingat 2/3 dari lahan pertanian maupun kehutanan berada dalam kondisi masam (pH rendah), kritis dan marjinal akibat menurunnya kandungan bahan organik tanah yang tak bisa digantikan perannya oleh pupuk kimia. Sejak tahun 2001 Pusat Litbang Hasil Hutan telah melakukan serangkaian riset baik skala laboratorium maupun skala lapangan yang telah diaplikasikan di beberapa TPA di Jawa dan Sumatera.
Tujuan penambahan arang pada proses pengomposan adalah selain meningkatkan kualitas dari kompos tersebut, juga diharapkan dengan adanya arang pada pengomposan akan menambah jumlah dan aktivitas mikroorganisme yang berperan, sehingga proses dekomposisi dapat berlangsung lebih cepat. Arang bersifat sebagai soil conditioner di dalam tanah. Dari beberapa sumber mengemukakan bahwa dengan hanya penambahan arang pada media tumbuh tanaman, dapat meningkatkan perkembangan mikroorganisme positif di dalam tanah, sehingga pertumbuhan tanaman jadi terpacu. Diantaranya adalah: endo dan ektomikoriza pada tanaman kehutanan, rhizobium pada tanaman pertanian. Hal ini terjadi akibat kondisi optimal yang tercipta bagi perkembangan mikro-organisme di dalam tanah.
Berdasarkan sifat serta fungsi arang, maka sejak tahun 1999, Puslitbang Hasil Hutan mulai mengembangkan pemanfaatan arang pada teknologi komposting. Hal ini juga didasari oleh penelitian-penelitian yang menyimpulkan bahwa arang baik dicampurkan pada saat proses komposting, atau jika terdapat kendala, maka arang diberikan pada saat proses komposting selesai, maka pada awalnya dinamai Arang Kompos. Selanjutnya hasil dari beberapa pengamatan, menunjukkan bahwa setelah arang kompos diaplikasikan, mikroorganisme yang digunakan sebagai aktivator yang masih tersimpan pada arang kompos, berfungsi sebagi fungisida hayati (biofungisida) untuk mencegah penyakit busuk akar pada tanaman, sehingga selanjutnya diberinama Arang Kompos Bio Aktif (ARKOBA).

Manfaat arang kompos bioaktif (ARKOBA)
o Arang kompos dapat ditingkatkan menjadi pupuk organik melalui pengkayaan unsur hara dengan bahan-bahan organik alam.
o Memacu perkembangan mikroorganisme tanah, meningkatkan nilai kadar tukar kation (KTK) tanah, pH tanah pada tingkat yang lebih sesuai bagi pertumbuhan tanaman, sehingga cocok untuk reklamasi lahan yang mempunyai tingkat kesuburan dan keasaman tanah yang rendah.
o Arang kompos mempunyai sifat yang lebih baik dari kompos karena keberadaan arang yang menyatu dalam kompos. Morfologi arang yang mempunyai pori sangat efektif untuk mengikat dan menyimpan hara. Hara tersebut dilepaskan secara perlahan sesuai dengan konsumsi dan kebutuhan tanaman (efek slow release). Karena hara tersebut tidak mudah tercuci, lahan akan selalu berada dalam kondisi siap pakai.
o Penggunaan arang kompos merupakan upaya untuk menjaga stabilitas bahan organik tanah agar kelestarian produktivitas tanaman terjaga. Baik diterapkan untuk mencapai keberhasilan pembangunan hutan tanaman serta mendukung kesinambungan dan kelestarian hutan, sekaligus program GERHAN.
Dari beberapa uji coba pemberian arang kompos pada tanah selain dapat menambah ketersediaan unsur hara tanah, memperbaiki sifat fisik, kimia dan biologis tanah, juga dapat meningkatkan pH tanah dan nilai KTK tanah, sehingga cocok digunakan untuk rehabilitasi/reklamasi lahan-lahan kritis, masam yang makin meluas di Indonesia. Dari beberapa aplikasi arang kompos yang telah diuji cobakan, baik di laboratorium, maupun di lapangan menunjukkan bahwa pertumbuhan tanaman yang diberi arang kompos meningkat hingga 2 kali lipat dibanding dengan yang tidak diberi arang kompos.
Aplikasi arang kompos bioaktif yang telah dilakukan selain di Kabupaten Garut adalah di Ciloto (KPH Cianjur), pada tanaman pak choi, brokoli, dan wortel. Hasil yang diperoleh dalam satuan luas 400 m persegi, produksi meningkat 1, 5 kwintal, jika dibandingkan dengan pupuk yang yang biasa digunakan oleh petani seperti bokasi, selain itu juga mengurangi penggunaan pupuk kimia sebesar 40 %.

Gambar 1. Aplikasi Arang Kompos Bioaktif pada tanaman pertanian
(brokoli,pak choi, wortel, dll) di ciloto, kab Bogor.

c. Pengolahan kompos sludge di PT. Arara Abadi
Studi banding yang telah dilakukan di PT Arara Abadi pada tahun 2004/2005 mengenai pemanfaatan limbah dari PT. IKPP (Indah Kiat Pulp Paper). Limbah terdiri dari kulit kayu, sludge, serbuk kayu sisa proses pembuatan chip, abu buangan boiler dan gambut sisa boiler (Gambar 1), hampir semua bahan diolah menjadi kompos dengan proses konvensional secara terbuka tanpa menggunakan aktivator, sehingga membutuhkan waktu relatif lama, yaitu sampai 6 bulan. Kompos yang dihasilkan telah diaplikasikan pada lahan hutan tanaman (HT) penanaman sekitar komplek PT. IKPP, tetapi belum dalam skala besar. Karena sewaktu studi dilakukan untuk aplikasi skala luas pada areal HT perlu izin dari Kantor Meneg LH, sebab pihak LH mengkhawatirkan adanya kandungan logam berat pada kompos yang akan mencemari tanah dan air tanah, sehingga timbul masalah bagi perusahaan pada saat itu adalah karena produksi kompos jadi menumpuk yaitu mencapai 3600 ton. Muncul kekhawatiran lain yaitu kompos tidak disimpan sebagaimana mestinya sesuai persyaratan penyimpanan. Karena pada saat tersebut perusahaan belum sepenuhnya yakin akan kualitas kompos yang dihasilkan, sehingga kegiatan ini sepenuhnya belum mendapat dukungan dari perusahaan, dan kompos masih tersimpan diareal terbuka (Gambar 2). Pada hal kompos apabila sudah jadi, harus diperlakukan dengan hati-hati, terutama yang harus dijaga adalah: kelembabannya jangan sampai < 20 persen dari bobotnya, jangan sampai kena sinar matahari dan air / hujan secara langsung (ditutup). Apabila akan dikemas, pilih bahan kemasan yang kedap udara dan tidak mudah rusak. Bahan kemasan tidak tembus cahaya matahari akan lebih baik. Hal ini disebabkan karena kompos merupakan bahan yang apabila berubah, tidak dapat kembali ke keadaan semula (Irreversible). Apabila kompos mengering, unsur hara yang terkandung didalamnya akan ikut hilang bersama dengan air dan apabila kompos ditambahkan air kembali maka unsur hara yang hilang tadi tidak dapat kembali lagi. Demikian juga dengan pengaruh air hujan. Apabila kompos kehujanan, unsur hara akan larut dan terbawa air hujan. Oleh sebab itu faktor penyimpanan merupakan faktor yang sangat penting diperhatikan agar tidak terjadi masa kadaluarsa (kompos tidak memiliki nilai dan kualitas). Kebanyakan produsen kompos kurang menyadari bahwa faktor penyimpanan adalah salah satu faktor penentu kualitas kompos.



Gambar 2. Limbah industri pulp kertas berupa sludge, serbuk dan kulit kayu dan abu dicampur menjadi satu untuk selanjutnya diolah menjadi kompos di PT. Arara Abadi (foto: gusmailina, 2005)



Gambar 3. Kompos siap pakai tersimpan di areal terbuka di kawasan pengolahan kompos PT. Arara Abadi (foto: gusmailina, 2005)

Berdasarkan diskusi dengan pihak industri (Div.HRD), disarankan beberapa hal antara lain:
1. Untuk mempercepat proses komposting sebaiknya digunakan aktivator; Proses pengomposan dapat dipercepat dengan menggunakan mikroba penghancur (dekomposer) yang berkemampuan tinggi. Penggunaan mikroba dapat mempersingkat proses dekomposisi dari beberapa bulan menjadi beberapa minggu saja. Di pasaran saat ini banyak tersedia produk-produk biodekomposer untuk mempercepat proses pengomposan. Yang perlu diperhatikan adalah penyesuaian sifat aktivator untuk mempercepat proses pengomposan dengan bahan baku yang akan dikomposkan;
2. Sebaiknya proses komposting dilakukan di bawah naungan, agar nutrisi/hara yang terkandung tidak tercuci sewaktu hujan;
3. Sebaiknya kompos yang dihasilkan disimpan di dalam gudang yang memenuhi persyaratan penyimpanan;
4. Sludge yang masih mengandung kadar air tinggi, sebaiknya di press terlebih dahulu sebelum komposting;
5. Sebagian kulit kayu atau serbuk kayu dibuat arang kemudian dicampurkan pada saat komposting sehingga dapat mengurangi bau sludge, atau arang dicampurkan pada sludge basah yang baru keluar dari proses.


Gambar 4. Proses komposting di PT. Arara Abadi berlangsung secara alami dan terbuka (foto: gusmailina, 2005)


II. UJI COBA PEMBUATAN KOMPOS LIMBAH SLUDGE SKALA LABORATORIUM

A Persiapan
Sebagai tindak lanjut dari beberapa butir saran yang dianjurkan ke pihak industri, maka di laboratorium juga dilakukan percobaan pembuatan arang kompos kapasitas kecil (100 kg) dengan menggunakan bahan limbah yang diperoleh dari PT.Arara Abadi berupa campuran limbah (sludge, serbuk dan kulit kayu dan abu) yang siap untuk dikomposkan. Perlakuan yang diaplikasikan adalah sesuai dengan saran-saran yang dianjurkan ke perusahaan antara lain: proses komposting menggunakan aktivator, komposting berlangsung di bawah naungan, mengurangi kadar air sludge dengan press sederhana, kemudian mencampur dengan arang kulit kayu. Selain itu juga dicoba dengan penambahan campuran kotoran ternak ayam dan kambing.
Pembuatan kompos hanya 2 kantung plastik kapasitas 100 kg, hal ini karena terbatasnya contoh limbah sludge yang akan diolah. Masing-masing kantung diisi dengan komposisi yang sama yaitu 60 kg campuran sludge,10 kg butiran arang kulit kayu, dan 10 kg serbuk gergaji, 20 kg campuran kotoran ternak. Tujuan akhir dari uji coba ini adalah untuk membandingkan kompos yang dihasilkan dari laboratorium dengan kompos yang dihasilkan oleh PT. Arara Abadi. Termasuk juga untuk membuktikan bahwa kompos yang dihasilkan tidak mengandung bahan yang berbahaya, sehingga layak untuk dipakai.

B Proses komposting
Setelah bahan dipersiapkan selanjutnya dimasukkan ke dalam wadah komposting berupa kantung plastik kapasitas 100 kg. Pengukuran suhu dilakukan setiap hari sebagai indikator bahwa proses pengomposan berjalan baik. Volume penyusutan juga diamati, karena apabila proses berjalan sempurna volume bahan akan menyusut sampai proses selesai.

Gambar 5. Plastik ukuran jumbo kapasitas 100 kg, tempat berlangsungnya proses pengomposan


III. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Suhu Pengomposan
Suhu pengomposan yang dilakukan di laboratorium mulai meningkat pada minggu pertama sampai minggu ke dua dan selanjutnya terus menurun sampai minggu ke-4. Panas ditimbulkan sebagai suatu hasil sampingan proses yang dilakukan oleh mikroba untuk mengurai bahan-bahan yang dikomposkan. Suhu ini dapat digunakan untuk mengukur seberapa baik sistim pengomposan ini bekerja, disamping itu juga dapat diketahui sejauh mana dekomposisi telah berjalan. Pada minggu pertama dan ke dua temperatur pengomposan mencapai 63oC-66oC, sedangkan pada minggu ke empat sampai stabil berkisar antara 30-33oC. Sebaliknya suhu proses komposting di PT. AA yang pernah diukur berkisar antara 30-32oC pada permukaan, dan pada bahagian dalam berkisar antara 35-40oC (tergantung kondisi lingkungan). Hal ini menunjukkan bahwa proses komposting berlangsung pada kondisi mesofilik, secara alami dan hanya mengandalkan kondisi alam untuk mendukung berlangsungnya proses pengomposan. Proses ini juga hanya mengandalkan mikroorganisme yang ada disekitar lokasi pengomposan, sehingga proses yang berlangsung tidak sempurna karena biasanya mikroba yang terdapat di sekitar lokasi kebanyakan mikroba pembusuk, bukan mikroba dekomposer. Sehingga kualitas kompos yang dihasilkan juga lebih rendah dibanding dengan kompos yang dihasilkan dari proses pengomposan yang dikontrol.
B. Penyusutan
Penyusutan proses pengomposan yang diamati di laboratorium dimulai pada minggu ke tiga sampai selesai (minggu ke 4). Hingga proses selesai volume penyusutan mencapai 21%.
C. Waktu Pengomposan.
Salah satu faktor yang menjadi tolok ukur pembanding dari proses pengomposan adalah waktu pengomposan. Karena waktu sangat berkaitan dengan efisiensi dan biaya dalam suatu proses produksi, apalagi dalam kapasitas dan skala besar. Waktu pengomposan yang berlangsung di PT. Arara Abadi (PT. AA) berlangsung sampai 6 bulan. Hal ini karena proses pengomposan berlangsung secara alami dan terbuka, sehingga tidak dapat dikontrol. Sedangkan pengomposan di laboratorium berlangsung hanya satu bulan dengan dua kali pembalikan. Hal ini karena proses yang berlangsung terkontrol. Pertama faktor yang dikontrol adalah mikroorganisme yang berfungsi sebagai dekomposer. Di laboratorium pengomposan menggunakan aktivator dengan bahan aktif Tricoderma dan Cytophaga+ Asp sp yang aktif pada suhu thermofilik. Dengan tumpukan bahan baku serta dengan kondisi tertutup sangat memungkinkan suhu panas akan tercipta sehingga mikroba akan aktif. Apabila mikroba tersebut sudah mulai bekerja, maka tidak ada kemungkinan bagi mikroba lain untuk ikut campur dan mengganggu pada proses tersebut, sehingga proses akan berlangsung sesuai dengan prediksi. Sebaliknya proses pengomposan yang berlangsung di PT. AA, tidak menggunakan aktivator, sehingga membutuhkan waktu yang lebih lama, karena mikroba yang berperan belum tentu mikroba dekomposer, tetapi mikroba yang melakukan proses tersebut adalah mikroba pembusuk, dengan keragaman jenis yang sangat tinggi akhirnya proses tidak optimal, dan biasanya kompos yang dihasilkan dengan proses alami mempunyai kualitas yang lebih rendah.
D Kualitas Arang Kompos
Hasil uji coba pembuatan arang kompos yang dilakukan di laboratorium menunjukkan bahwa kompos yang dihasilkan baik, karena dihasilkan dari proses yang berjalan sempurna. Hal ini dibuktikan berdasarkan suhu proses yang mencapai 66oC. Semakin tinggi suhu semakin baik, sebab mikroba yang terdapat pada aktivator akan optimal bekerja pada suhu thermofilik (suhu >50oC). Pada Tabel 1 dapat dilihat kualitas arang kompos yang dihasilkan dengan menggunakan bahan baku sludge.

Tabel 1. Kualitas dan kandungan unsur hara Arang kompos hasil uji coba di laboratorium (GA) dibandingkan dengan beberapa kualitas kompos lainnya
No. Parameter Nilai
PT. AA
SK ARANG KOMPOS
GA
**) US EPA (1993) Standar pasar khusus
***)
Lab. PT AA Lab. IPB
1 pH (1 : 1) 7,68 7- 7,15 7,10 - 7
2 Kadar air (Moisture content),% - 26,00 24,5 - ≥20
3 C organik (Organic C),% 14 - 18,03 19 - ≥ 15
4 N total (Total N),% 0,60 - 0,71 1,78 - ≥ 2,30
5 Nisbah C/N (C/N ratio) 26 - 25,60 13,76 - ≥ 15
6 P2O5 total,% 0,11 - 0,58 1,01 - ≥ 1,60
7 CaO total,% 5,57 - 0,28 2,41 - ≥ 1,00
8 MgO total,% 0,26 - 0,19 1,03 - ≥ 3,25
9 K2O total,% 0,29 - 1,42 2,84 - ≥ 2,40
10 KTK (Cation exchange capacity), meq/100 g - - 5,33 - - -
11 Unsur logam
Zn (mg/kg)
Cu mg/kg
Co mg/kg
Mo mg/kg
Se mg/kg
Pb mg/kg
Cr mg/kg
Cd mg/kg
Ni mg/kg
Hg mg/kg
As mg/kg
34,60
76,90
20,00
7,19
<0,003
16,25
20,28
1,33
8,62
<0,01
2,00
40,50
21,10
-
-
-
4,81
18,90
0,24
19,30
-
-





0,01

0,03
23,76
19,92
*
*
*
3,01
-
0,21
-
*
*
7500
4300
-
75
100
840
3000
85
420
57
75
< 400
< 150

≥ 0,10

< 150
< 45
< 3
< 50
< 1
< 10

Keterangan:
1. Batas maksimum konsentrasi unsur dalam sludge yang diizinkan untuk diaplikasikan ke dalam tanah menurut US EPA (1993) dalam Alloway (1995) dalam Anonimus (2003)
2. SK : Analisis kompos Sludge yang dilakukan oleh Komarayati (2007 )
3. GA : Kompos sludge hasil uji coba di laboratorium
4. * : tidak terdeteksi
5. **) : Dianalisis di Lab Natural Products. Biotrop Bogor.
6. ***) : Sumber Radiansyah (2004)

Pada Tabel 1 dapat diketahui sifat dan kualitas arang kompos sludge hasil uji coba di laboratorium (GA) serta beberapa jenis kompos sludge yang sudah dilakukan, baik oleh PT. AA sendiri maupun yang dilakukan oleh Komarayati, dkk (2007)/SK. Berdasarkan hasil analisis unsur hara yang dilakukan di Biotrop, Bogor menunjukkan bahwa hampir semua komponen unsur hara memberikan hasil yang lebih baik jika dibanding dengan kompos lainnya, termasuk kompos PT. AA. Nisbah C/N kompos hasil uji coba adalah 13,76, menunjukkan bahwa kompos tersebut telah matang dan siap pakai untuk diaplikasikan, sebaliknya nisbah C/N kompos dari PT. AA masih cukup tinggi yaitu 26, sehingga masih membutuhkan waktu agar sewaktu diaplikasikan tidak meracuni tanaman. Demikian juga dengan kandungan unsur hara N, P dan K masing-masing 1,78, 1,01 dan 2,84 % menunjukkan terjadinya perbaikan kualitas bila dibandingkan dengan kompos yang dihasilkan oleh PT. AA yang masing-masing hanya 0,60, 0,11dan 0,29 %. Hal yang sama juga terjadi pada kandungan logam berbahaya, dimana kandungan logam berbahaya dari arang kompos hasil uji coba di laboratorium menurun tajam dan telah termasuk ke dalam kriteria yang diperbolehkan baik secara internasional (US EPA) maupun nasional seperti Standar Pusri, Perhutani dan standar kualitas pasar khusus (Komarayati, 2007).
Kandungan unsur hara arang kompos hasil uji coba di laboratorium secara keseluruhan menunjukkan hasil yang lebih baik jika dibanding dengan kandungan unsur hara kompos yang diolah secara alami dan terbuka seperti yang dilakukan oleh PT. AA. Hal ini disebabkan karena perbedaan teknologi proses yang diterapkan. Proses pengomposan yang berlangsung di PT. AA adalah secara aerobik dan tanpa menggunakan aktivator. Sedangkan teknologi yang diterapkan untuk uji coba di laboratorium dengan menggunakan bahan baku yang sama adalah secara anaerob dengan menggunakan aktivator yang berbahan aktif Trichoderma dan Cytophaga + Asp sp. Selain kualitas kompos yang dihasilkan lebih baik, waktu pengomposan juga lebih singkat, sehingga lebih efisien apalagi jika dilakukan dalam skala dan kapasitas yang lebih besar, tentu akan memberi keuntungan yang lebih tinggi.
Selain waktu yang singkat, faktor lain yang mungkin berpengaruh terhadap baiknya kualitas arang kompos yang dihasilkan adalah penambahan kotoran ternak (campuran kotoran ayam dan kotoran kambing). Hal ini mungkin disebabkan karena pemberian pupuk kandang berpengaruh terhadap peningkatan suhu pengomposan, sehingga proses berjalan lebih cepat dan singkat. Pemberian kotoran ternak maupun pupuk kandang dalam proses pengomposan juga meningkatkan pH dengan kisaran antara 7.5 sampai 8.5, serta juga berpengaruh terhadap penurunan rasio C/N. Dengan demikian untuk pengolahan sludge menjadi arang kompos penambahan kotoran ternak (ayam dan kambing) pada proses pengomposan akan meningkatkan kualitas kompos, serta waktu pengomposan yang lebih singkat.

IV. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil uji coba pembuatan arang kompos bioaktif dari limbah sludge pabrik pulp dan kertas yang dilakukan di laboratorium menunjukkan bahwa kualitas arang kompos yang dihasilkan lebih baik dengan waktu yang lebih singkat, karena teknologi pengomposan yang diterapkan secara anaerobik, menggunakan aktivator serta bernilai plus apabila dilakukan penambahan bahan baku kotoran ternak. Selain itu kandungan unsur logam yang berbahaya juga menurun tajam, jauh di bawah ambang batas yang diperbolehkan baik skala internasional maupun skala nasional. Dengan demikian limbah sludge pabrik pulp dan kertas layak dipakai dan dikembang luaskan untuk konsumsi kalangan industri sendiri, maupun dijual ke pasar umum, bebas maupun ekspor.

V. UCAPAN TERIMA KASIH

Ucapan terimakasih yang sebesar2nya disampaikan kepada PT. IKPP dan PT. Arara Abadi Perawang (div. HRD), Riau yang telah berkenan menerima penulis untuk berkunjung sekaligus diperkenankan untuk melihat secara langsung ke areal kawasan pengolahan kompos.

VI. DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2000. Pedoman pengharkatan hara kompos. laboratorium natural products SEAMEO – BIOTROP. Bogor.

Anonim. 2003. Kompos Sludge & Fly Ash. Proses pembuatan dan aplikasi di HTI. Divisi R & D. PT. Arara Abadi (publikasi untuk kalangan sendiri).

Aritonang. 2005. Komunikasi pribadi di PT. TEL. Palembang .

Away, Yufnal, 2003. Uji coba penggunaan bioaktivator “orgadec plus” pada sampah kota di TPA Bantar Gebang. Balai Penelitian Bioteknologi Perkebunan Indonesia. Bogor



Gusmailina, S.Komarayati dan T. Nurhayati. 1990. Pemanfaatan residu fermentasi padat sebagai kompos pada pertumbuhan anakan Eucalyptus urophylla, Jurnal Penelitian Hasil Hutan. (4):157-163
Gusmailina, G. Pari., and S. Komarayati. 1999. Teknologi penggunaan arang dan arang aktif sebagai soil conditioning pada tanaman. Laporan Proyek.Pusat Penelitian dan Pengembangan hasil Hutan. Bogor

Gusmailina, G. Pari dan S.Komarayati. 1999. Teknologi penggunaan arang dan arang aktif sebagai soil conditioning pada tanaman kehutanan. Laporan proyek. Pusat Penelitian Hasil Hutan, Bogor (Bahan publikasi).

Gusmailina, G. Pari, dan S. Komarayati. 2001. Teknik penggunaan arang sebagai soil conditioning pada tanaman. Laporan hasil penelitian (tidak diterbitkan)

Gusmailina, G. Pari, dan S. Komarayati. 2001. Laporan kerjasama penelitian P3THH – JIPFRO. Bogor (tidak diterbitkan)

Gusmailina, G. Pari, dan S. Komarayati. 2002. Laporan kerjasama penelitian P3THH – JIPFRO. Bogor

Gusmailina, G. Pari., and S. Komarayati. 2002. Implementation study of compos and charcoal compost production. Laporan Kerjasama Puslitbang Teknologi hasil Hutan dengan JIFPRO, Jepang . Tahun ke 3. Bogor (Tidak dipublikasi).

Gusmailina, Gustan Pari dan Sri Komarayati. 2002. Pedoman Pembuatan
Arang Kompos. Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi hasil Hutan.
Badan Penelitiandan dan pengembangan Kehutanan. Bogor. ISBN: 979-3132-27

Gusmailina, Sri Komarayati dan G. Pari. Pengembangan Teknologi Arang Kompos
Bioaktif di TPA (Tempat Pembuangan Akhir) Dalam Rangka Pengurangan Dampak
Pemanasan Global. Makalah pada seminar MAPEKI. Fakultas Kehutanan, Universitas
Tanjung Pura. Kalimanatan. 2007.

Gusmailina. 2007. Mengeliminasi Kemungkinan Kegagalan GERHAN Melalui Teknologi
dan Aplikasi Arang Kompos Bioaktif. Buku panduan dalam rangka Pelatihan
Peningkatan Kualitas arang Kompos Bioaktif di Kabupaten Garut. Kerjasama Dinas
kehutanan Kab Garut dengan KopKar GEPAK Wira Satria Sejati. Desember 2007.

Gusmailina. 2007. Pembuatan arang dan arang kompos dari limbah PLTB. Makalah pada
Acara Gelar Teknologi PLTB (Penyiapan Lahan Tanpa Bakar). Kerjasama.
Puslitbang Hutan Tanaman dan Balai Penelitian Kehutanan Palembang. Nopember
2007

Gusmailina. 2008. Arang kompos bio aktif; teknologi inovatif untuk menunjang pembangunan kehutanan yang berkesinambungan. Alih teknologi / pelatihan pembuatan arang terpadu. Terselenggara atas kerjasama : Pusat Penelitian Dan Pengembangan Hasil Hutan Dan Bdk Kadipaten. Kadipaten 6 – 11 mei 2008

Komarayati, S. dan Gusmailina. 2007. Pemanfaatan limbah padat industri pulp untuk pupuk organik. Jurnal Penelitian Hasil Hutan 25(2):137–146. Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan. Bogor.

Komarayati, S. dan R. A. Pasaribu. 2005. Pembuatan pupuk organik dari limbah padat industri kertas. Jurnal Penelitian Hasil Hutan 23 (1) : 35-41. Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan, Bogor.

Komarayati, S 2007. Kualitas pupuk organik dari limbah padat industri kertas. Info Hasil Hutan 13(2):165–173. Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan, Bogor.


Komarayati, S., E. Santoso, dan Gusmailina. 2005. Kajian teknis dan ekonomis produksi dan pemanfaatan pupuk organik mikorhiza (POM) dari sludge industri pulp untuk tanaman HTI. Laporan Hasil Penelitian. Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan, Bogor.

Komarayati, S., Gusmailina dan E. Santoso. 2007. Teknologi produksi skala kecil pupuk organik plus arang (POA) dari sludge industri pulp dan kertas. Laporan Hasil Penelitian . Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan, Bogor.

Komarayati, S. 2007. Kualitas pupuk organik dari limbah padat industri kertas. Info Hasil Hutan Vol. 13 No. 2. Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan, Bogor.

Radiansyah, A.D. 2004. Pemanfaatan sampah organik menjadi kompos. Makalah pada Stadium Generale Fakultas Kehutanan IPB, Bogor. Kementrian Lingkungan Hidup. Jakarta.

1 komentar:

  1. Hello admin yth.,
    hello semua lain,

    saya Didik dari Bogor (kota kecil selatan di Jakarta).
    Banyak Copper (Cu) 76,90 mg/kg kompos, betul?

    Salam

    Didik
    www.dega-dias.co.cc

    BalasHapus