Selasa, 08 Maret 2016

ANDALAS (Morus macroura Miq) ; PROFIL DAN PROSPEK SEBAGAI TUMBUHAN OBAT DAN KOSMETIKA ASAL HUTAN



ANDALAS (Morus macroura Miq) ;
PROFIL DAN PROSPEK SEBAGAI TUMBUHAN OBAT DAN KOSMETIKA ASAL HUTAN

Oleh  :  Gusmailina



Staf peneliti pada Pusat Litbang Keteknikan  Kehutanan dan Pengolahan Hasil Hutan (PUSTEKOLAH), Badan Litbang Kehutanan

Jl. Gunung Batu No. 5 Bogor Telp./Fax.(0251)8633378/8633413
Email : gsmlina@gmail.com



RINGKASAN

Tumbuhan Andalas (Morus macroura Miq) merupakan maskot tumbuhan dari Sumatera Barat. Tumbuh endemik di pulau Sumatera, namun saat ini sulit ditemukan karena kelangkaannya. Di Indonesia, hanya terdapat dua spesies Morus, yaitu M. alba dan M. macroura, termasuk kedalam familia Moraceae, dan hanya ditemukan di Sumatera dan Jawa Barat. Pohon Andalas tergolong jenis kayu yang besar, berkualitas tinggi dan pohonnya bisa mencapai tinggi 40 m dengan garis tengah 1 m. Kualitas kayu sangat baik untuk bahan perabotan rumah tangga maupun dipakai dalam pembuatan rumah, baik sebagai tiang utama, balok untuk landasan lantai rumah, papan lantai dan dinding rumah. Andalas memiliki kayu berwarna kekuningan bila masih basah dan kecoklatan kalau sudah kering serta serat kayunya halus. Kayu  yang sudah tua hampir tidak dapat dibedakan dengan kayu jati.
Selain memiliki kayu yang bagus dan kuat, Andalas juga memiliki khasiat sebagai obat, mulai dari daun, akar dan batangnya.  Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa tumbuhan Andalas berpotensi sebagai penghasil antioksidan baru.  Dua senyawa turunan stilben, yakni lunularin dan oksiresveratrol. Senyawa lunularin ditemukan dari kayu akar dan menunjukkan toksisitas yang cukup tinggi terhadap udang A. salina dengan LC50 58,5 µg/mL,  sedangkan senyawa oksiresveratrol ditemukan pada kayu batang tetapi tidak toksik dengan LC50 > 500 µg/mL.  Mengandung  tiga senyawa turunan stilben, yaitu lunularin, oksiresveratrol, dan andalasin A, bersama-sama dengan satu turunan 2-arilbenzofuran, morasin M , satu turunan kumarin, umbeliferon, dan β-resolsilaldehid. Senyawa tersebut ditemukan pada kayu batang dan kayu akar.  Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa hasil tersebut merupakan rujukan yang berguna untuk menemukan senyawa antioksidan dan inhibitor tirosinase baru yang potensial sebagai bahan kosmetika untuk perlindungan dan pemutihan kulit atau anti browning

Kata kunci :  Andalas (Morus macroura), langka, potensi, bahan aktif, tumbuhan obat dan 
                      kosmetika






I.  PENDAHULUAN


Tumbuhan Andalas (Morus macroura Miq) merupakan maskot tumbuhan dari Sumatera Barat. Tumbuh endemik di pulau Sumatera, namun saat ini sulit ditemukan karena kelangkaannya, sehingga  banyak masyarakat Sumatera yang tidak mengenal tumbuhan Andalas.  Untuk menemukan jenis ini di hutan butuh perjalanan berhari-hari, menunjukkan bahwa jenis ini memang sudah tergolong dalam pohon/tumbuhan langka. Mengingat manfaatnya yang cukup besar dalam tradisi adat Minang, maka kayu jenis ini banyak dicari sehingga harganya cukup mahal.  Di Indonesia, hanya terdapat dua spesies Morus, yaitu M. alba dan M. macroura, termasuk kedalam familia Moraceae. Morus alba merupakan jenis murbey yang daunnya merupakan pakan ulat sutera.  Buah pohon ini dapat dimakan. Di Indonesia jenis ini hanya ditemukan di Sumatera dan Jawa Barat. Di Jawa Barat, sudah sulit ditemukan jenis ini meskipun di hutan-hutan, sedangkan di Sumatera masih dapat ditemukan di daerah Padang bagian Selatan.. Karena itulah pemilihan jenis ini menjadi maskot tumbuhan Propinsi Sumatera Barat cukup tepat. Dengan demikian tradisi adat Minang dapat terus dilaksanakan dengan merangsang masyarakat memperbanyak, memelihara, membudidayakan dan memanfaatkannya secara lestari. Dapat dikatan populasi andalas di alam sudah sangat terbatas dan hanya dapat ditemukan di beberapa lokasi di Sumatera Barat (bpdas-agamkuantan, 2008). Pohon andalas tersebar di Negara-negara Malaysia, Indonesia, Filiphina dan Papua New Guine. Di Indonesia, andalas walaupun sudah langka tapi masih dapat di temukan di daerah daratan kepulauan Sumatera yaitu di Provinsi Sumatera Barat terutama di daerah lembah Anai dan Lembah Gunung Merapi (Nagari Paninjauan, Andaleh, Balai Satu) Kabupaten Tanah Datar. Disamping itu juga Andalas dapat ditemukan di kaki Gunung talang, sekitar daerah Maninjau, Sungai Puar, Batang Barus dan di Gunung Sago.
Dalam situs milik Balai Pengelolaan DAS Agam Kuantan (bpdas-agamkuantan, 2008).  Dikemukakan bahwa berdasarkan sejarah, Pulau Sumatera dulunya dikenal sebagai Pulau Andalas. Sementara itu, di Propinsi Sumatera Barat sendiri yang dulunya merupakan pusat kerajaan Pagaruyung yang memiliki tiga luhaknya, yaitu luhak Tanah Datar, Agam, dan Lima Puluh Kota pada luhak ini ditemukan nagari (Daerah) yang bernama Andaleh. Di Kabupaten Tanah Datar ada nagari Andaleh dan Andaleh Baruah Bukik, di Agam ada Nagari Andaleh di Lawang dan di Lima Puluh Kota ada Andaleh Baruah Gunuang. Sementara di kota Padang juga ada daerah bernama Andaleh. Semuanya ini menyiratkan bahwa kata Andaleh yang di Indonesiakan menjadi Andalas tersebut cukup populer dan diduga diambil dari nama tanaman Andalas, walaupun tidak ada data tertulis yang cukup akurat.
Pohon Andalas tergolong jenis kayu yang besar, berkualitas tinggi dan pohonnya bisa mencapai tinggi 40 m dengan garis tengah 1 m. Batang bebas cabangnya bisa mencapai lebih dari 15 m sehingga untuk bahan balok cukup baik, kualitas kayu sangat baik untuk bahan perabotan (Heyne, 1997). Masyarakat Minang umumnya mengenal kayu Andalas sebagai kayu yang bagus. Dalam pembangunan rumah adat di  Minangkabau kayu Andalas sudah menjadi tradisi sejak lama dipakai dalam pembuatan rumah, baik sebagai tiang utama, balok untuk landasan lantai rumah, papan lantai dan dinding rumah. Sering pula kayunya dipakai sebagai bahan perabot rumah tangga.  Status tumbuhan Andalas menurut kategori yang ditetapkan oleh Survival service Commision for Plants and Animals The World Conservation Union tergolong kedalam “vulnerable status” yaitu kategori untuk taksa yang sedang menuju status terancam (endangered). Semenjak tahun 1990 tumbuhan Andalas sesuai dengan keputusan Mendagri No. 48/1989 ditetapkan sebagai Flora Identitas Sumatera Barat dengan SK Gubernur KDH TK I Sumatera Barat No.522.51-414-1990 tanggal 14 Agustus 1990. jenis ini memiliki daerah penyebaran dan habitat yang agak lebih khusus, hal ini menyebabkan keberadaannya di alam semakin sedikit. Selain itu jarak jantan dan betina yang jauh juga mnjadi faktor yang menyebabkan sulitnya terjadi penyerbukan.


II.  PROFIL TUMBUHAN ANDALAS

Selain dikenal dengan nama Andaleh di daerah Minang (Sumbar), pohon ini juga dikenal dengan nama karatau atau sama dengan kertau di Jawa, di daerah Batak disebut Hole tanduk, di Inggris dikenal dengan nama Himalayan Mulberry.  Pohon ini tumbuh didataran tinggi pada ketinggian 900 - 1600 meter dari muka laut di hutan campuran yang cukup curah hujannya. Menyukai tanah yang subur, abu vulkanis, cukup humus dan gembur.  Jenis ini tergolong cukup rajin menghasilkan bunga dan buah. Dari akhir buah yang masak sampai muncul perbungaannya membutuhkan waktu sekitar 6 bulan.
Pohon Andalas secara individu dalam satu tahun dapat berbuah 2 kali. Namun buah yang terbanyak biasanya didapatkan pada bulan Juli hingga Desember. Bentuk daun mirip daun murbai yang memang kerabat dekatnya, seperti jantung namun permukaan daunnya sedikit kasar karena berbulu. Tangkai daun maupun cabangnya juga berbulu, bulu tersebut bisa menyebabkan gatal pada kulit yang peka. Buahnya menggerombol berwarna merah bila masak, berair dan terasa asam-manis mirip buah murbai. 

Gambar 1.  Buah Andaleh (Morus macroura) sumber :  Prosea (2013)

Pohon andalas berdaun tunggal, letak berseling, Helai daun bulat telur sampai berbentuk jantung, ujung meruncing, pangkal tumpul, tepi bergerigi, pertulangan menyirip agak menonjol, permukaan atas dan bawah kasar dan berwarna hijau. Pada pangkal daun terdapat daun penumpu atau stipula. Kayu Andalas berwarna kekuningan jika masih dalam keaadaan basah dan kecoklatan kalau sudah kering dan memiliki serat kayu yang halus, kayu andalas akan mengeluarkan getah berwarna putih agak keabu-abuan mirip dengan getah yang terdapat pada nangka dan beringin. Pohon andalas bisa mencapai tinggi 30 – 50 meter dengan diameter batang mencapai 2 meter lebih.  Klasifikasi tumbuhan Andalas adalah:

Klasifikasi
Kingdom: Plantae (Tumbuhan)
     Subkingdom: Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh)
         Super Divisi: Spermatophyta (Menghasilkan biji)
             Divisi: Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)
                 Kelas: Magnoliopsida (berkeping dua / dikotil)
                     Sub Kelas: Dilleniidae
                         Ordo: Urticales
                             Famili:
Moraceae (suku nangka-nangkaan)
                                 Genus:
Morus
                                     Spesies: Morus macroura Miq.

Tumbuhan Andalas termasuk dioceous atau tumbuhan berumah dua dimana terdapat tumbuhan andalas jantan yang mengasilkan bunga jantan saja, dan tumbuhan Andalas betina yang mengasilkan bunga betina saja. Hal ini juga merupakan salah satu faktor yang menyebabkan tumbuhan andalas terancam punah. Biji-biji yang dihasilkan seringkali mandul karena jarang terjadinya penyerbukan dan waktu matang sebuk sari juga berbeda dengan matangnya putik yang siap dibuahi. Selain itu dari penelitian yang dilakukan oleh beberapa ahli diketahui juga bahwa langkanya tanaman ini juga dikarenakan punahnya serangga yang biasa membantu dalam penyerbukan.  Buah Andalas mirip dengan buah murbai. Buahnya berbentuk majemuk, menggerombol berwarna hijau jika masih muda dan menjadi ungu kemerahan bila telah masak. Buahnya berair dan dapat dimakan dengan rasa asam-asam manis. Perbanyakan pohon ini bisa dengan cara stek.
Perbanyakan secara kultur jaringan telah dicoba dilakukan namun hasil yang diperoleh kurang memuaskan karena setelah ditanam, tanaman tidak mampu tumbuh dengan baik, bahkan banyak diantaranya yang mati. Sehingga perbanyakan melalui biji tetap harus diteruskan, dan hal ini telah dimulai oleh Dinas Pertanian Kota Padang. Saat ini tumbuhan andalas sudah sangat jarang sekali ditemukan. Meskipun ada beberapa tumbuhan yang mampu beradaptasi yang tumbuh di Taman Hutan Raya Bung Hatta, yang terletak diantara jalan Padang-Solok, di samping kantor Dinas Pertanian Kota Padang di jalan Khatib Sulaiman, serta beberapa pohon telah ditanam juga di kampus Universitas Andalas Limau Manis Padang.

Gambar 2.  Pohon andalas yang ditanam di sampping rektorat Universitas Andalas


III.  PROSPEK TUMBUHAN ANDALAS


1.  Kayu

Andalas memiliki kayu berwarna kekuningan bila masih basah dan kecoklatan kalau sudah kering serta serat kayunya halus. Kayu  yang sudah tua hampir tidak dapat dibedakan dengan kayu jati. Apabila dipotong, kayu andalas akan mengeluarkan getah berwarna putih agak keabu-abuan. Pohon andalas bisa mencapai tinggi 30 sampai 50 m dengan diameter batang setinggi dada bisa mencapai 2 meter. Kayunya berat, kuat dan keras tetapi mudah dikerjakan. Dan banyak dimanfaatkan untuk tiang balok, papan lantai, mimbar masjid, etalase (Djam’an dan Muharam, 2010) Beberapa laporan menyebutkan bahwa kayunya banyak dipergunakan sebagai bahan perabot, salah satu perabot yang menggunakan kayu ini adalah etalase toko emas, lemari rumah tangga dan juga kincir air yang digunakan sebagai alat pemutar roda pada tempat menumbuk padi di desa-desa.


2.  Potensi Bahan Aktif

Tumbuhan andalas selain memiliki kayu yang termasuk bagus dan kuat, juga memiliki khasiat sebagai obat, mulai dari daun, akar dan batangnya. Beberapa jenis Morus, seperti M. alba, M. bombycis, M. lhou, dan M. multicaulis, telah lama digunakan sebagai obat tradisional Cina, misalnya untuk obat batuk, asma, hipertensi, influenza dan rematik. Daun dan buah Morus macroura mengandung alkaloida, saponin dan polifenol. Beberapa jenis senyawa fenol telah ditemukan pada tumbuhan andalas (M macroura) antara lain : morasin B, morasin P, mulberosida C, dan mulberofuran (Feng WU, SUN Sheng-guo, CHEN Ruo-yun, 2003).  Selain itu hasil penelitian Shen Jun Dai dan De Quan Yu (2005), menemukan sejenis antioksidan baru pada tumbuhan andalas ini yang diberi nama Guangsangon O.
Hasil penelitian Soekamto et al (2005) menemukan dua senyawa turunan stilben, yakni lunularin dan oksiresveratrol. Senyawa lunularin ditemukan dari kayu akar dan menunjukkan toksisitas yang cukup tinggi terhadap udang A. salina dengan LC50 58,5 µg/mL,  sedangkan senyawa oksiresveratrol ditemukan pada kayu batang tetapi tidak toksik dengan LC50 > 500 µg/mL.  Hasil penelitian lain juga menunjukkan bahwa tumbuhan Andalas (M. Macroura) mengandung  tiga senyawa turunan stilben, yaitu lunularin (1), oksiresveratrol (2), dan andalasin A (3), bersama-sama dengan satu turunan 2-arilbenzofuran, morasin M (4), satu turunan kumarin, umbeliferon (5), dan β-resolsilaldehid (6). Senyawa (1), (2), (4), (5), dan (6), ditemukan dari kayu batang, sedangkan senyawa (3) ditemukan dari kayu akar .  Hasil penelitian Syah, Y. M  dkk (2000), berhasil mengisolasi stilbene dimmer baru, andalasin A, bersamaan dengan stilbene oxyresveratrol dan  2-arylbenzofuran glycoside mulberroside C, dari kayu Morus macroura.
 




Gambar 3 Struktur molekul senyawa lunularin (1) dan oksiresveratrol (2) dari akar dan batang Morus macroura (Sumber Soekamto et. al., 2005)




Gambar 4.  Beberapa senyawa stilben utama dari M. macroura dan hasil biotransformasi senyawa oksiresveratrol (Sumber : Hakim, dkk., 2008)



Hakim dkk (2008) mengemukakan bahwa beberapa senyawa turunan stilben, seperti resveratrol dan glikosida resveratrol memperlihatkan aktivitas antioksidan (Jang, 1997; Teguo, 1998; Wright, 2001). Antioksidan turunan fenol, termasuk stilben, merupakan kelompok antioksidan yang penting guna menghambat terjadinya oksidasi terhadap jaringan-jaringan tubuh (substrat) yang penting. Fungsi antioksidan adalah mencegat dan bereaksi dengan radikal bebas dengan kecepatan yang lebih besar dibandingkan reaksi antara radikal bebas dengan substrat. Oleh karena radikal bebas dapat menyerang berbagai target, termasuk lipida, lemak, dan protein, maka radikal bebas dapat menyebabkan berbagai penyakit degeneratif. Kecuali sebagai antioksidan, senyawa-senyawa turunan stilben juga memperlihatkan aktivitas sebagai inhibitor tirosinase. (Likhitwitayawuid, 2001; Ohguchi, 2003). Perlu pula dicatat bahwa pigmen melanin, yang diproduksi melalui proses fisiologis yang disebut melanogenesis, memegang peranan yang sangat penting dalam melindungi kulit terhadap fotokarsinogenesis. Tirosinase atau fenol oksidase adalah enzim utama yang terlibat dalam biosintesis melanin. Inhibisi terhadap enzim tirosinase untuk mengatur metabolisme pigmentasi telah menarik banyak perhatian. Oleh karena itu, beberapa senyawa turunan stilben yang berasal dari tumbuh-tumbuhan telah diselidiki sebagai inhibitor tirosinase untuk menghindari produksi melanin secara berlebihan pada lapisan epidermal, sehingga dapat digunakan sebagai bahan kosmetik, atau sebagai bahan pemutih kulit. Ekstrak Morus alba memperlihatkan aktivitas yang sangat tinggi sebagai inhibitor tirosinase, dengan prosentase inhibisi 97%, dan oleh karena itu digunakan sebagai kontrol positif dalam skrining tumbuh-tumbuhan untuk antitirosinase (Baurin, 2002; Lee, 1997). Diduga, aktivitas antitirosinase yang tinggi dari ekstrak M. alba disebabkan oleh adanya senyawa turunan stilben, yaitu oksiresveratrol bersama-sama dengan senyawa aktif lainnya (Shin, 1998). Aktivitas biologi tersebut di atas erat kaitannya dengan bahan kosmetika dan kecantikan.
Selanjutnya hasil penelitian Hakim dkk. (2008), menyimpulkan bahwa senyawa-senyawa oksiresveratrol, andalasin A, dan andalasin B yang diisolasi sebagai komponen utama tumbuhan Andalas (M. Macroura), dan senyawa resveratrol yang banyak ditemukan pada spesies Dipterocarpaceae, merupakan senyawa-senyawa yang sangat potensial sebagai bahan antioksidan atau inhibitor tirosinase.  Hasil tersebut merupakan rujukan yang berguna untuk menemukan senyawa antioksidan dan inhibitor tirosinase baru yang potensial sebagai bahan kosmetika untuk perlindungan dan pemutihan kulit atau anti browning.
Di Indonesia, masyarakat banyak memanfaatkan daun Andalas karena dianggap berkhasiat sebagai obat kudis.  Untuk obat kudis dipakai + 50 gram daun segar Morus macroura, dicuci kemudian direbus dengan 3 gelas air sampai airnya tinggal setengah, dinginkan lalu disaring. Hasil saringan diminum tiga kali sehari pagi, siang dan sore sama banyak.

IV.  PENUTUP
Pohon Andalas tergolong jenis kayu yang besar, umumnya dikenal oleh masyarakat Minang sebagai kayu yang bagus. Pemanfaatan kayu Andalas dalam pembangunan rumah adat di Daerah Minangkabau memang sudah menjadi tradisi sejak lama. Kayu tersebut dipakai dalam pembuatan rumah, baik sebagai tiang-tiang utama, balok-balok untuk landasan lantai rumah, papan lantai dan dinding rumah. Sering pula kayunya dipakai sebagai bahan perabot rumah tangga. Buah pohon ini dapat dimakan. Di Indonesia jenis ini sudah sulit ditemukan hanya terdapat di Sumatera dan Jawa Barat.
Selain kayunya yang bagus dan berkualitas, pohon Andalas juga mempunyai potensi yang sangat bermanfaat sebagai obat maupun kosmetika yang terdapat pada kayu batang dan kayu akar. hasil penelitian Hakim dkk. (2008), menyimpulkan bahwa senyawa-senyawa oksiresveratrol, andalasin A, dan andalasin B yang diisolasi sebagai komponen utama tumbuhan Andalas (M. Macroura), dan senyawa resveratrol yang banyak ditemukan pada spesies Dipterocarpaceae, merupakan senyawa-senyawa yang sangat potensial sebagai bahan antioksidan atau inhibitor tirosinase.  Hasil tersebut merupakan rujukan yang berguna untuk menemukan senyawa antioksidan dan inhibitor tirosinase baru yang potensial sebagai bahan kosmetika untuk perlindungan dan pemutihan kulit atau anti browning.
Mengingat manfaatnya yang cukup besar baik dalam mempertahankan dan melestarikan tradisi adat Minang, maka kayu jenis ini banyak dicari sehingga harganya cukup mahal. Karenanya pemilihan jenis Andalas menjadi maskot tumbuhan Propinsi Sumatera Barat cukup tepat. Sehingga tradisi adat Minang dapat terus dilaksanakan dengan merangsang masyarakat memperbanyak, memelihara, membudidayakan dan memanfaatkannya secara lestari, ditambah kandungan bahan aktif pada tumbuhan Andalas ini banyak berguna bagi kesehatan dan kecantikan.


DAFTAR PUSTAKA

Achmad, S.A., N. Aimi, E.L.Ghisalberti, E.H. Hakim, Jasmansyah, L.D.Juliawaty, L.Makmur, Y.Manjang, U.Supratman, Suyatno, R.Tamin, & A.Yelminda. 2001. Some New Compounds from Indonesian Moraceae.  Proceedings, International Seminar on Tropical Rainforest Plants, Padang. 

Baurin, N., T. Arnoult, Q. T. Scior, Q. T. Do and P. Bernard, 2002, Preliminary screening of some tropical plants for anti-tyrosinase activity, J. Etnopharmacology, 82, 155-158.

Djam’an, D.F. & A. Muharam. 2010. Mengenal Pohon Andalas (Morus Macroura Miq) Yang Mulai Sulit Ditemukan.  Prosiding Seminar Hasil-Hasil Penelitian, 20 Oktober 2010. Bandung,

Feng WU, SUN Sheng-guo, CHEN Ruo-yun.  2003.  Studies on Chemical Constituents from the Bark of Morus macroura.  Institute of Materia Medica, Chinese Academy of Medical Sciences and Peking Union Medical College, Beijing 100050, China. 

Feng WU, SUN Sheng-guo, CHEN Ruo-yun, 2005.  A new Anti-Oxidant Diels Alder type Adduct from Morus macroura.  School of Pharmaceutical Science.  Yantai University.  Yantai.  P.R. China.

Hakim, E.H., S.A. Achmad, L.Makmur,  Y.Manjang, L.D. Juliawati,, S. Kusuma, U. Supratman, & R. Tamin. 1995. Sejumlah Senyawa Fenolik dari Tumbuhan Morus Macroura Miq. (Moraceae)”, Prosidings Seminar Kimia Bersama ITB-UKM Kedua, Bandung, 2, 21,

Hakim,E.H. Y. M. Syah, L. D. Juliawati, dan D. Mujahidin. 2008. Aktifitas Antioksidan dan Inhibitor Tirosinase Beberapa Stilbenoid dari Tumbuhan Moraceae dan Dipterocarpaceae yang Potensial untuk Bahan Kosmetik.  Jurnal Matematika Dan Sains, Vol. 13 No. 2.  Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Teknologi Bandung. Bandung

Hakim, E.H., Y. M. Syah, L. D. Juliawati, dan D. Mujahidin.  2003. Beberapa Senyawa Fenol dari Tumbuhan Morus macroura Miq.  Jurnal Matematika dan Sains Vol. 8 No. 1, Maret 2003, hal 35 – 40

http://www.bpdas-agamkuantan.net - Gerhan Agam Kuantan. Powered by Mambo Generated: 31 October, 2008, 15:10.

Heyne, K, “Tumbuhan Berguna Indonesia II”, Badan Litbang Kehutanan, Jakarta, 659, (1987).

Jang, M., L. Cai, G. O. Udeani, K. V. Slowing, C. F. Thomas, C. W. W. Beecher, H. H. S. Fong, N. R. Farnsworth, A. D. Kinghorn, R. G. Mehta, R. C. Moon and J. M. Pezzuto, 1997, Cancer Chemopreventive Activity of Resveratrol, a Natural Product Derived from Grapes, Science, 275, 218-220.

Kimura, T., “International collation of traditional and folk medicine”, Vol. 1, Part. 1, World Scientific, Singapore, 12, (1996).

Lee, K. T., B. J. Kim, J. H. Kim, M. Y. Heo and H. P. Kim, 1997, Biological Screening of 100 Plant Extracts for Cosmetics use (I): Inhibitory Activities of Tyrosinase and DOPA Auto-oxidation, Int. J. Cosmetic Sci., 19,291-298.

Likhitwitayawuid, K. and B. Sritularak, 2001, A New Dimeric Stilbene with Tyrosinase Inhibitory.  Activity from Artocarpus gomezianus, J. Nat. Prod., 2-6.

Ohguchi, K., T. Tanaka, T. Ito, M. Iinuma, K. Matsumoto, Y. Akao and Y. Nozawa, 2003, Inhibitory Effects of Resveratrol Derivatives from Dipterocarpaceae Plants on Tyrosinase Activity, Biosci. Biotechnol. Biochem., 67:7,1587-1589.

Prosea. Yayasan Kehati. Diakses desember 2013. http://www.proseanet.org/prohati4/browser.php?docsid=110

Shin, N. N., S. Y. Ryu, E. J. Choi, S. H. Kang, I. M. Chang, K. R. Min and Y. Kim, 1998, Oxyresveratrol as the Potent Inhibitor on DOPA Oxydase Activity of Mushroom Tyrosinase, Biochem. Biophysic. Comm., 243,801-803.

Soekamto, N. H., S.A. Achmad, E.L. Ghisalberti, N. Aimi, E.H. Hakim dan Y.M. Syah. 2005. Indo.Journal Chem. 5 (3), 207-210. Departemen Kimia, Institut Teknologi Bandung, Indonesia

Syah, Y.M., Achmad, S.A., Ghisalberti, E.L., Hakim, E.H. Iman, M.Z.N. Makmur, L., & Mujahidin, D. “Andalasin A, a new stilbene dimer from Morus macroura”, Fitoterapia, 71, 630, (2000).

Venkataraman, K., “Wood Phenolics in the Chemotaxonomy of the Moraceae”, Phytochemistry, 11, 1571, (1972).

Wright, J. S., E. R. Johnson and G. A. DiLabio, 2001, Predicting the Activity of Phenolic Antioxidants: Theoritical Method, Analysis of Substituent Effects, and Application to Major Families of Antioxidants, J. Am. Chem. Soc., 123, 1173-1183.

1 komentar: