Senin, 07 Maret 2016

DRYOBALANOPS, POTENSI YANG NYARIS PUNAH



DRYOBALANOPS, POTENSI YANG NYARIS PUNAH



OLEH :  GUSMAILINA



RINGKASAN

Dryobalanops spp merupakan jenis pohon yang termasuk ke dalam suku Dipterocarpaceae.  Jenis ini selain menghasilkan kayu untuk pertukangan, bangunan dan perkapalan, juga menghasilkan komoditi hasil hutan bukan kayu (HHBK) berupa minyak dan getah yang diperoleh dari batang pohon. Dahulu jenis pohon ini sangat terkenal karena minyak dan kristal kapurnya yang bernilai sangat tinggi, yang diperoleh pada bagian tengah (dalam) batang pohon sehingga terjadi penebangan yang tidak terkendali yang menyebabkan pohon habis. Kelangkaan dan terancam punahnya spesies tanaman ini diakibatkan oleh penebangan yang membabi buta untuk mendapatkan kristal kapur barus di dalamnya.
Di Indonesia terdapat sekitar 7 marga Dryobalanops, namun selama ini hanya 1 jenis yang dikenal penghasil HHBK yaitu jenis Aromatica.  Saat ini Dryobalanops aromatica dikenal juga dengan pohon kapur  semakin sulit ditemukan di habitatnya. Pohon ini termasuk salah satu tanaman langka di Indonesia. Bahkan IUCN Redlist memasukkannya dalam status konservasi Critically Endangered atau Kritis. Status ini merupakan status keterancaman dengan tingkatan paling tinggi sebelum status punah.  Penyebaran Dryobalanops aromatica di Sumatera bagian utara meliputi wilayah Nangroe Aceh Darussalam (NAD) di kota Subulussalam dan kabupaten Aceh Singkil, sementara di Sumatera Utara terdapat di Kabupaten PakPak Barat dan Tapanuli Tengah.
Borneol merupakan salah satu komponen utama yang dihasilkan dari getah Dryobalanops sp yang mempunyai nilai ekonomi yang sangat tinggi dan sangat dibutuhkan dalam pengembangan produk kosmetika dan obat.  Oleh sebab itu mengeksplor kembali spesies Dryobalanops perlu dilakukan secara menyeluruh, dalam rangka memperkaya dan meningkatkan nilai tambah hasil.

DRYOBALANOPS, THE ENDANGERED POTENTIAL" 

Dryobalanops spp are tree species belonging to the tribe Dipterocarpaceae. This species besides produce wood for carpentry, building and shipping, also produces timber forest products (NTFPs) commodity, as oils and sap derived from tree trunks. Which species is famous for its oil and chalk crystals are of great value, obtained in the middle (in) trees, caused uncontrolled logging that causes them to run out. Scarcity and endangered plant species extinction is caused by indiscriminate logging for camphor crystals in it.

In Indonesia there are about 7 genera Dryobalanops, but so far only one type known producer of NTFPs are the type aromatica. Currently Dryobalanops aromatica also known as lime trees increasingly hard to find in their habitat. This tree is one of the rare plants in Indonesia. Even Redlist IUCN conservation status put it in the Critically Endangered or Critical. This status is the status keterancaman the highest level before extinction status. Aromatica Dryobalanops deployment in northern Sumatra covering Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) in the city and district Subulussalam Singkil, while in North Sumatra located in the District of West and Central Tapanuli Pakpak.
Borneol is one of the main components produced from the sap Dryobalanops sp that has a very high economic value and is needed in the development of cosmetic and drug products. Therefore exploring return Dryobalanops species needs to be done thoroughly, in order to enrich and enhance the value-added results.
I.  Jenis-jenis Dryobalanops
Dryobalanops spp merupakan jenis yang termasuk ke dalam suku Dipterocarpaceae.  Penyebarannya mulai dari  Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Riau dan seluruh Kalimantan. Dryobalanops  juga dikenal dengan nama Kapur, diantaranya yang penting adalah:  Dryoblanops aromatica Gaertn. (Kapur singkel),  Dryobalanops fusca V.Sl. (Kapur empedu),  Dryobalanops. lanceolata Burck (Kapur tanduk),  Dryobalanops beccarii Dyer (Kapur sintuk),  Dryobalanops  rappa Becc. (Kapur kayat),  Dryobalanops keithii Symington  (kapur gumpait),  dan Dryobalanops oblongifolia Dyer  atau kapur keladan (Heyne, 1987).  
Menurut Tong Shaoquan & Tao Gouda (1990),  Dryobalanops memiliki 16 spesies subspecies, varieties, forms, and cultivars dalam genus antara lain: D. abnormis · D. aromatica (Sumatra Camphor) · D. beccarii · D. camphora · D. fusca · D. kayanensis · D. keithii · D. lanceolata · D. neglectus · D. oblongifolia · D. oblongifolia oblongifolia · D. oiocarpa · D. oocarpa · D. rappa · D. schefferi · D. sumatrensis.  Beberapa ahli Taksonomi dan Botani menjelaskan di dalam Wikipedia dan http://www.gwannon.com, jenis Dryobalanops terdiri dari 7 spesies yang kesemuanya terdapat di pulau Kalimantan dan Sumatera, akan tetapi saat ini keberadaan Dryobalanops sudah sangat jarang ditemukan di tegakan hutan alam baik di Sumatera maupun Kalimantan.  Di beberapa tegakan hutan tanaman dan penelitian telah ditanam beberapa spesies Dryobalanops seperti D. Lanceolata dan D. Oblongifolia.  Sebagai penelitian awal perlu diketahui ke tujuh jenis Dryobalanops berdasarkan beberapa pustaka antara lain :
1.      Dryobalanops aromatica, umumnya dikenal sebagai Borneo Kamper, Kamper Pohon, Melayu Kamper, atau Sumatera Kamper. Nama spesies berasal dari bahasa latin (aromaticus = seperti rempah-rempah) dan mengacu pada bau damar (resin). Spesies ini salah satu sumber utama dari kapur barus yang mempunyai nilai lebih dari emas yang digunakan untuk dupa dan parfum, sehingga pada awalnya pedagang Arab yang datang untuk mencari sebagai komoditi perdagangan. Hal ini ditemukan di Sumatera, Semenanjung Malaysia dan Kalimantan. Pohon besar mencapai 65 m atau bahkan 75 m, dahulu banyak ditemukan di hutan Dipterocarpaceae campuran pada kedalaman tanah berpasir kuning humat, pada hutan lindung.  Kayu berat yang dijual dengan nama dagang Kapur.
2.      Dryobalanops rappa.  Nama spesies ini berasal dari suku Iban (rawa kerapa = dangkal) dan mengacu pada habitat spesies. Spesies ini endemik Kalimantan. Hal ini ditemukan pada kawasan yang dilindungi (Gunung Mulu National Park), tetapi di tempat lain terancam karena kehilangan habitat  Pohon ini dapat mencapai tinggi sampai 55 m, sering ditemukan di hutan rawa gambut pantai campuran dan hutan pegunungan rendah kerangas. Ini adalah kayu berat yang dijual dengan nama dagang  Kapur.
3.      Dryobalanops keithii.  Spesies ini dinamai HG Keith pada tahun 1899-1982 suatu Konservator Hutan di Borneo Utara. Spesies ini endemik Kalimantan, di mana ia terancam karena kehilangan habitat. Pohon dengan kanopi utama mencapai tinggi 40 m.  Ditemukan di hutan Dipterocarpaceae campuran baik di lahan kering tetapi tanah liat dan lembab. Kayunya berat dijual dengan nama Kapur.
4.      Dryobalanops lanceolata Nama spesies ini berasal dari bahasa Latin (lanceolatus = berbentuk seperti kepala tombak) dan mengacu pada bentuk daun. Spesies ini endemik Kalimantan. Hal ini ditemukan dalam sedikitnya lima kawasan hutan lindung, namun di tempat lain terancam punah karena kehilangan habitat. Pohon besar mencapai 80 m, ditemukan di hutan campuran Dipterocarpaceae di lapangan pada tanah liat yang kaya.  Kayu berat yang dijual dengan nama dagang Kapur.
5.      Dryobalanops oblongifolia  Nama spesies ini berasal dari bahasa Latin (oblongus = agak panjang dan folium = daun) dan mengacu pada bentuk daun. Ada dua subspesies: Dryobalanops oblongifolia Dyer subsp. oblongifolia Dyer (sinonim = Baillonodendron malayanum & Dryobalanops abnormis) adalah endemik di Kalimantan. Hal ini ditemukan dalam satu kawasan lindung, namun di tempat lain terancam punah karena hilangnya habitat. Pohon  mencapai ketinggian hingga 60 m, ditemukan di hutan Dipterocarpaceae campuran pada tanah liat berpasir. Yang kedua subspesies Dryobalanops oblongifolia Dyer subsp. occidentalis P.S. Ashton (sinonim = Dryobalanops beccariana & Dryobalanops ovalifolia) ditemukan di Sumatera dan Semenanjung Malaysia. Keduanya kayu berat dijual dengan nama Kapur.

6.      Dryobalanops beccarii.  Emergent trees up to 57 m tall and 160 cm dbh. Stem with resin. Stipules up to ca. 7 mm long. Leaves alternate, simple, penni-veined, secondary veins very close together. Flowers ca. 25 mm in diameter, white, placed in panicles. Fruits ca. 19 mm long, green-yellow-reddish, with five wings of ca. 65 mm long placed on the calyx cup, wind dispersed.

7.      Dryobalanops fusca  Spesies fusca namanya berasal dari bahasa Latin (fuscus = berwarna gelap) dan mengacu pada bulu burung berwarna gelap Spesies ini endemik Kalimantan, di mana ia terancam punah karena kehilangan habitat. Pohon besar mencapai tinggi hingga 60 m, ditemukan di kerangas di pantai. Kayu berat yang dijual dengan nama dagang  Kapur.
Pada gambar berikut dapat dilihat beberapa jenis Dryobalanops dari beberapa pustaka yang diperoleh (Ashton, P.S. 2004; Anonim, 2007).

       
                         Dryobalanops aromatica                                 Dryobalanops oblongifolia            
       
                                Dryobalanops beccarii                                 Dryobalanops lanceolata  
           
                                    Dryobalanops fusca                            Dryobalanops keithii        
Gambar 1. Jenis Dryobalanops (Ashton, P.S. 2004; Anonim, 2007)
2.  Borneol bahan aktif potensial Dryobalanops
Borneol adalah terpena alkohol menyerupai powder atau kristal yang berwarna putih (CHOH), menyerupai kamper, yang diperoleh dari batang pohon yang terdapat di Asia Tenggara, yang banyak digunakan dalam pembuatan wewangian, sebagai antiseptik dan lain-lain (Huo, 1995). Di China dikenal dengan nama Bing pian's yang berfungsi sebagai anti-inflammasi dan analgesik. Borneol alami hampir tidak pernah ditemukan di Eropah atau Amerika.  Permintaan besar akan komoditi ini selalu datang dari China, karena China lebih awal memanfaatkan borneol ini dalam pengobatan dan kosmetika, sekalipun yang umum digunakan adalah borneol yang berasal dari Cinnamommum.  China menyebutnya juga sebagai Kalimantan kamper atau kapur barus Melayu atau camphol.
Unsur yang dimanfaatkan dari pohon kapur ini adalah kristal kapur dan minyak kapur. Kristal kapur diperoleh pada bagian tengah (dalam) batang pohon. Kedua unsur tersebut tidak selalu ada pada pohon kapur terutama pada pohon yang berusia ratusan tahun atau pada pohon yang masih terlalu muda (Vurren,1908 dalam Sutrisna, 2008).  Dahulu proses pengambilan kristal kapur meliputi beberapa  tahap, mulai dari memilih dan menebang, kemudian memotong batangnya dalam bentuk balok-balok. Tidak selamanya pemilihan pohon berhasil mendapatkan barang yang dicari. Penebanganpun dilakukan secara sembarangan sebelum menemukan sebatang pohon yang berisikan cukup kapur barus.  Bila kemudian ditemukan pohon yang memang berisikan cukup kapur barus, barulah dilakukan proses pengumpulan/pengambilannya. Ada dua cara yang dilakukan yaitu :  potongan balok kayu dibelah. Dari setiap potongan balok inilah diperoleh kristal kapur. Pengambilan kristal kapur itu juga dapat dilakukan dengan cara mentakik tiap potongan balok.  Dari satu pohon yang ditebang dapat diperoleh sekitar 1,5–2,5 kilogram kristal kapur dengan kualitas yang berbeda.  Cara lain pengambilan kristal kapur adalah dengan mengambil langsung dari batang pohon kapur yang keluar secara alami dari pori-pori kulitnya.   Cara ke dua lebih baik dari cara pertama, karena untuk mendapatkan barus tidak harus menebang pohon, cukup menyadap dari batang pohon.
 
Gambar 2.  Kristal D. keithii, D. lanceolata, D. oblongifolia, D. Rappa yang
                   terletak pada sel-sel parenkim aksial  (Sumber :  Toshihiro Yamada and Eizi Suzuki,  
                  2004)

Borneol (C10H18O) banyak tersebar di alam sebagai komponen minyak atsiri. Di bidang industri borneol murni bersama juga isoborneol digunakan sebagai bahan baku penyusun parfum dan bahan pengester. Borneol murni bersifat racun yang dapat mengakibatkan kekacauan mental.  Borneol di China dikenal juga dengan nama Bing Pian.  Salah satu penggunaannnya adalah sebagai bahan tambahan pada pembalut wanita (bio panty) yang bermanfaat untuk mengurangi kesakitan dan tekanan ketika haid, mengurangi kesakitan otot dan sendi, membantu membersihkan darah beku, dan mencegah perkembang biakan kuman (Choi, 2003 dan Duke, 2005). 

(1S)-(-)-Borneol, molecular structure https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhf6LbT4zpJ-BKkvq_GJ7bn3g0VlaHY_w3NAH4RlVz0RuAFv6Gk6Yx7X1fIjMRMQomk5fMqWHDFhOPjGKaJm7PMBJ0WEajq-SvqnKPTxTIsQELtCdMEwVpdD_aYw0HKIOfie0xX3V4-THUa/s1600/borneol.jpg  https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhf6LbT4zpJ-BKkvq_GJ7bn3g0VlaHY_w3NAH4RlVz0RuAFv6Gk6Yx7X1fIjMRMQomk5fMqWHDFhOPjGKaJm7PMBJ0WEajq-SvqnKPTxTIsQELtCdMEwVpdD_aYw0HKIOfie0xX3V4-THUa/s1600/borneol.jpg   
Gambar 3.  Struktur Kimia Borneol

Borneol banyak terdapat pada tanaman lain selain pada getah Dryobalanops spp, antara lain seperti Sembung, Kencur,  Jahe, Sage, Thyme, dan masih banyak tumbuhan lainnya, bahkan pada minyak nilam juga terdapat kandungan Borneol, akan tetapi hanya dalam jumlah dan konsentrasi yang relatif kecil (Chung & Shibamoto, 1993).
Akhir-akhir ini Borneol asal Dryobalanops banyak dicari oleh periset, herbalist maupun pedagang.  Karena penggunaan Borneol dalam jumlah yang relatif sedikit saja sangat efektif untuk mencairkan darah beku pada kasus pembekuan darah/ penyumbatan pembuluh darah pada jantung maupun otak manusia (Dharmananda, 2003).
Informasi tentang produktivitas, kuantitas dan kualitas Dryobalanops spp sebagai penghasil HHBK belum banyak ditemukan, bahkan hampir tidak ditemukan.  Beberapa institusi yang telah melakukan penelitian tentang borneol, kebanyakan yang berasal dari tumbuhan sembung dan temu-temuan. Padahal borneol asal Dryobalanops ini mempunyai nilai ekonomi yang sangat tinggi dan sangat dibutuhkan dalam pengembangan produk kosmetika dan obat.  Diperkirakan borneol asal Dryobalanops mempunyai kualitas yang lebih baik dari borneol asal tumbuhan lainnya.  Namun hal ini perlu pembuktian lebih lanjut. 

Punahnya potensi Dryobalanops di Sumatera
      Di Sumatera Utara pohon kapur (Dryobalanops aromatica C. F. Gaertn) semakin sulit ditemukan di habitatnya. Pohon ini sudah termasuk salah satu tanaman langka di Indonesia. Bahkan IUCN Redlist memasukkannya dalam status konservasi Critically Endangered atau Kritis. Status ini merupakan status keterancaman dengan tingkatan paling tinggi sebelum status punah.  Tumbuhan ini kebanyakan tumbuh di hutan Dipterocarp campuran hingga ketinggian 300 meter dpl. Persebaran tumbuhan langka ini mulai dari Indonesia (pulau Sumatera dan Kalimantan) dan Malaysia (Semenanjung Malaysia, Sabah, dan Serawak).  Menurut Heyne (1987), di Sumatera potensi Dryobalanops tersebar di Sumatera Utara, Aceh, Riau dan Sumatera Barat.  Di Sumatera selain disebut Kapur atau Barus tanaman ini dinamai Haburuan atau Kaberun.  Sedangkan di Kalimantan disebut juga sebagai Ampadu, Amplang, Kapur, Kayatan, Keladan, Melampit, Mengkayat, Mohoi, Muri, dan Sintok.  Dalam bahasa Inggris tumbuhan ini disebut sebagai Borneo Camphor, Camphor Tree, Malay camphor atau Indonesian Kapur. Sedangkan dalam bahasa latin (ilmiah) nama resminya adalah Dryobalanops aromatica yang bersinonim dengan Dryobalanops sumatrensis (JF Gmel.) Kosterm., Laurus sumatrensis JF Gmel., Arbor camphorifera Rumph., Dipterocarpus Dryobalanops Steud., Dipterocarpus teres Steud, Dryobalanops camphora Colebr., Dryobalanops junghuhnii Becc., Dryobalanops vriesii Becc Correa., Pterigium teres, dan Shorea camphorifera Roxb (Heyne, 1987).
Di Sumatera Utara  pohon ini dahulu sangat terkenal sebagai penghasil kapur barus, sehingga ada satu daerah dinamai kota Barus. Kapur barus dari pohon Kapur ini telah menjadi komoditi perdagangan internasional sejak abad ke-7 Masehi. Namun sekarang tumbuhan ini sudah tidak ditemukan lagi. Kelangkaan dan terancam punahnya spesies tanaman ini diakibatkan oleh penebangan yang membabi buta untuk mendapatkan kristal kapur barus di dalamnya. Padahal kandungan kapur dalam setiap pohon tidak sama, bahkan terkadang sangat kurang. Ancaman lainnya diakibatkan oleh kerusakan hutan dan kebakaran hutan serta konversi lahan menjadi kebun kelapa sawit. 
Informasi yang diperoleh berdasarkan hasil survey yang dilakukan pada bulan Agustus 2011,  pada tahun 1980-1990an potensi Dryobalanops masih cukup banyak dan diusahakan oleh masyarakat di sekitar hutan, tetapi sejak 10 tahun terakhir sudah tidak ada lagi tanamannya, karena tidak ada peremajaan dan lahannya telah diganti dengan tanaman kelapa sawit, sehingga tanaman tersebut menjadi punah.  Hasil informasi yang diperoleh dari seorang mantan pengumpul getah Dryobalanops di kecamatan Barus,  daerah Barus, Sorkam dan juga di Singkil (Aceh Barat) sekitar 3,5 jam dari Barus, merupakan daerah yang  cukup potensial pada jaman Belanda.  Barus merupakan  sentra penghasil getah / kapur barus dan minyak, yang harga getahnya pada jaman dahulu mereka jual bervariasi antara  50 – 100 ribu per kg getahnya, sedangkan minyaknya mereka gunakan sebagai obat gosok untuk menghangatkan badan.  Namun sekarang semua itu tinggal cerita belaka, karena Dryobalanops sudah tidak ditemukan lagi di Barus.
Pada tahun 2012, kegiatan eksplorasi dilakukan di Propinsi Nangroe Aceh Darussalam.  Lokasinya berada di Cagar Alam Bukit Kapur, Kota Subulussalam dimana sampai saat ini status kawasan “berkapur” ini belum definitif, berbagai kemungkinan status kawasan ini ke depan adalah sebagai Hutan Kota atau Taman Hutan Rakyat.  Hutan di Subulussalam terdapat seluas 40.000 ha meliputi Suaka Margasatwa, Hutan Produksi dan Hutan Lindung. Hasil identifikasi menunjukkan bahwa jenis kapur yang ada di Subulussalam adalah Dryobalanops aromatica Hutan Kapur Subulussalam berada pada ketinggian 250-430 mdpl
Kondisi lokasi tegakan D.aromatica berada mulai dari pinggiran jalan raya propinsi (menghubungkan Subulussalam, Aceh dengan Pakpak Barat, SUMUT) dengan kondisi medan yang cukup terjal.  D.aromatica tumbuh berasosiasi dengan berbagai jenis meranti dan kelompok Dipterocarpaceae lainnya.  Tegakannya cukup rapat dengan permudaan yang sangat baik yang terlihat dari banyaknya anakan/semai, tiang dan pancang D.aromatica.Pohon D.aromatika memiliki kisaran diameter dari 50-120 cm. 

B.  Potensi Dryobalanops di Kalimantan
Sama hal nya  di Sumatera Utara,  di Propinsi Kalimantan Timur jenis pohon ini sudah hampir tidak ditemukan lagi di hutan alam.  Hal ini dikemukakan oleh Dr. Ir. Kade Sidyase seorang peneliti señor bidang Botani di BTP Semboja (komunikasi pribadi , 2011).  Disebutkan juga beberepa jenis Dryobalanops yang tersebar di pulau  Kalimantan yang kemungkinannya masih tersisa yaitu :  Dryobalanops rappa Becc.; dan Dryobalanops fusca Slooten Yaitu di Kalimantan Barat sekitar Kapuas hilir dan Ketapang,  Dryobalanops keithii Symington kemungkinan ada di Sandakan, Nunukan, Malinoks.  Sedangkan Dryobalanops yang terdapat di hutan penelitian di Samarinda dan Semboja adalah Dryobalanops lanceolata,  dan sebagian besar masih memiliki diameter batang dibawah 30 cm, sehingga belum bisa ditakik/disadap getahnya.   Di wilayah Arboretum dan KHDTK Semboja hanya ditemukan satu jenis Dryobalanops dengan spesies lanceolata, demikian juga di Arboretum B2PD, Samarinda ditemukan beberapa pohon Dryobalanops lanceolata, namun masih berumur dibawah 10 tahun.
    
Gambar 4.  Dryobalanops lanceolata di hutan penelitian B2PD Samarinda

     
Gambar 5.  Dryobalanops aromatica di hutan perbatasan Kalimantan-Serawak

Di Kalimantan Timur hanya ditemukan satu jenis Dryobalanops lanceolata.  Jenis Dryobalanops aromatica dijumpai di hutan perbatasan Kalimantan dengan Serawak Malaysia.  Ciri khas dari jenis pohon ini adalah pucuk daun termuda berwarna kemerahan. Pohon diperkirakan berumur antara 15- 20 tahun dengan diameter batang sekitar 40 cm.    Oleh sebab itu untuk wilayah Kalimantan perlu dieksplorasi lagi untuk wilayah Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah dan Kalimantan Selatan, sedangkan untuk wilayah Sumatera, perlu dieksplorasi lagi untuk wilayah Aceh, Sumatera Barat, Riau, dan Jambi.  Informasi terakhir diperoleh bahwa Dryobalanops terdapat di Aceh dan Kepulauan Riau.

PENUTUP
Dari hasil survey yang telah dilakukan baik di Sumatera Utara, maupun Kalimantan Timur, menunjukkan bahwa Dryobalanops sudah sangat jarang ditemukan.  Oleh sebab itu perlu dilakukan upaya konservasi mengingat potensi manfaatnya bagi kesehatan umat manusia, sekarang maupun di masa mendatang.  Getah Dryobalanops memiliki potensi pemanfaatan yang tinggi sebagai bahan produk kosmetika dan obat, terutama kandungan Borneol.  Alternatif pemanfaatan tersebut yang perlu dikembangkan agar mendapatkan nilai tambah yang tinggi.


DAFTAR PUSTAKA
Ashton, P.S. 2004.  Dipterocarpaceae, in Tree Flora of Sabah and Sarawak, Volume 5, 2004. Soepadmo, E., Saw, L.G. and Chung, R.C.K. eds. Government of Malaysia, Kuala Lumpur, Malaysia. ISBN 983-2181-59-3
Anonim, 2007.    "Dryobalanops fusca". IUCN Red List of Threatened Species. Version 2007. International Union for Conservation of Nature. 1998. Retrieved 11 November 2007. Listed as Critically Endangered
Anonim.  2007.  "Dryobalanops keithii". IUCN Red List of Threatened Species. Version 2007. International Union for Conservation of Nature. 1998. Retrieved 11 November 2007. Listed as Critically Endangered
Ashton, P.S. 2004. Dipterocarpaceae. In Tree Flora of Sabah and Sarawak, Volume 5, Soepadmo, E., Saw, L.G. and Chung, R.C.K. eds. Government of Malaysia, Kuala Lumpur, Malaysia.

Astuti, M.S.  2006. Isolasi Dan Identifikasi Komponen Minyak Atsiri Umbi Teki (Cyperus Rotundus L.) Uns-Fmipa Jurusan Kimia. Skripsi. Surakarta
Choi, H.-S. (2003). J. Agric. Food Chem. 51(9): 2687-2692. Jirovetz, L., G. Buchbauer, et al. (2002). Journal of Chromatography A 976(1-2): 265-275. Korea
Chung, Eiserich & Shibamoto 1993; J. Agric. Food Chem., 41, 1693-1697. Korea
Eun-Mi Kim, Hae-Ryong Jung, and Tae-Jin Min. 2001.  Purification, Structure determination and Biological Activities of  20(29)-lupen-3-one from Daedaleopsis tricolor (Bull. ex Fr.) Bond. et Sing. Bull. Korean Chem. Soc. 2001, Vol. 22, No. 1. Korea.

Heyne.  1987.  Tumbuhan Berguna Indonesia.  Terjemahan Badan Litbang Kehutanan, Departemen Kehutanan.  Jakarta.
Huo GZ. 1995.  Bing pian's anti-inflammation and analgesia effects on laser burn wounds. China Journal of Pharmacy 1995;30(9):532-534.
Simarangkir B.D.A.S, 2000. Analisis Riap Dryobalanops lanceolata Burck pada Lebar Jalur yang Berbeda di Hutan Koleksi Universitas Mulawarman Lempake. Frontir Nomor 32. Kalimantan Timur.

Suhardi, 1994. Seedling Growth Of Drybalanops Sp Inoculated With Mycorrhiza At Wanagama I Buletin Penelitian Nomor 25. Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.

Sutrisna, D.  2008.  Kapur barus : pohon dan sumber tertulis asing.  Balai Arkeologi.  Medan

Tong Shaoquan & Tao Gouda. 1990. Dipterocarpaceae. In: Li Hsiwen, ed., Fl. Reipubl. Popularis Sin. 50(2): 113-131.  China-Korea
Toshihiro Yamada and Eizi Suzuki. 2004.  Ecological role of vegetative sprouting in the regeneration of Dryobalanops rappa, an emergent species in a Bornean tropical wetland forest.  Journal of Tropical Ecology (2004), 20 : pp 377-384.  Cambridge University Press
Whitten, A.J.  1984.  The Ecology Of Sumatra. Yogyakarta: Gajah Mada University Press

1 komentar: