DRYOBALANOPS, POTENSI
YANG NYARIS PUNAH
OLEH : GUSMAILINA
RINGKASAN
Dryobalanops spp merupakan jenis pohon yang termasuk ke dalam suku
Dipterocarpaceae. Jenis ini selain menghasilkan kayu untuk
pertukangan, bangunan dan perkapalan, juga menghasilkan komoditi hasil hutan
bukan kayu (HHBK) berupa minyak dan getah yang diperoleh dari batang pohon. Dahulu
jenis pohon ini sangat terkenal karena minyak dan kristal kapurnya yang
bernilai sangat tinggi, yang
diperoleh pada bagian tengah (dalam) batang pohon sehingga terjadi penebangan
yang tidak terkendali yang menyebabkan pohon habis. Kelangkaan dan
terancam punahnya spesies tanaman ini diakibatkan oleh penebangan yang membabi
buta untuk mendapatkan kristal kapur barus di dalamnya.
Di
Indonesia terdapat sekitar 7 marga Dryobalanops,
namun selama ini hanya 1 jenis yang dikenal penghasil HHBK yaitu jenis Aromatica. Saat ini Dryobalanops aromatica dikenal juga dengan pohon
kapur semakin sulit
ditemukan di habitatnya. Pohon ini termasuk salah satu tanaman langka di Indonesia. Bahkan IUCN Redlist memasukkannya
dalam status konservasi Critically Endangered atau Kritis. Status ini
merupakan status keterancaman dengan tingkatan paling tinggi sebelum status
punah. Penyebaran Dryobalanops aromatica
di Sumatera bagian utara meliputi wilayah Nangroe Aceh Darussalam (NAD) di kota Subulussalam dan
kabupaten Aceh Singkil, sementara di Sumatera Utara terdapat di Kabupaten
PakPak Barat dan Tapanuli Tengah.
Borneol merupakan salah satu komponen utama yang dihasilkan dari getah Dryobalanops sp yang mempunyai nilai ekonomi yang sangat tinggi dan
sangat dibutuhkan dalam pengembangan produk kosmetika dan obat. Oleh sebab itu mengeksplor kembali spesies
Dryobalanops perlu dilakukan secara menyeluruh, dalam rangka memperkaya dan
meningkatkan nilai tambah hasil.
Dryobalanops spp are tree species belonging to the tribe Dipterocarpaceae. This species besides produce wood for carpentry, building and shipping, also produces timber forest products (NTFPs) commodity, as oils and sap derived from tree trunks. Which species is famous for its oil and chalk crystals are of great value, obtained in the middle (in) trees, caused uncontrolled logging that causes them to run out. Scarcity and endangered plant species extinction is caused by indiscriminate logging for camphor crystals in it.
In Indonesia there are about 7 genera Dryobalanops, but so far only one type known producer of NTFPs are the type aromatica. Currently Dryobalanops aromatica also known as lime trees increasingly hard to find in their habitat. This tree is one of the rare plants in Indonesia. Even Redlist IUCN conservation status put it in the Critically Endangered or Critical. This status is the status keterancaman the highest level before extinction status. Aromatica Dryobalanops deployment in northern Sumatra covering Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) in the city and district Subulussalam Singkil, while in North Sumatra located in the District of West and Central Tapanuli Pakpak.
Borneol is one of the main components produced from the sap Dryobalanops sp that has a very high economic value and is needed in the development of cosmetic and drug products. Therefore exploring return Dryobalanops species needs to be done thoroughly, in order to enrich and enhance the value-added results.
I. Jenis-jenis Dryobalanops
Dryobalanops spp merupakan jenis
yang termasuk ke dalam suku Dipterocarpaceae. Penyebarannya mulai dari Aceh, Sumatera Utara,
Sumatera Barat, Riau dan seluruh Kalimantan. Dryobalanops juga dikenal
dengan nama Kapur, diantaranya yang penting adalah: Dryoblanops aromatica Gaertn. (Kapur
singkel), Dryobalanops fusca V.Sl. (Kapur empedu), Dryobalanops. lanceolata Burck (Kapur
tanduk), Dryobalanops beccarii
Dyer (Kapur sintuk), Dryobalanops
rappa Becc. (Kapur kayat), Dryobalanops keithii Symington
(kapur gumpait), dan Dryobalanops
oblongifolia Dyer atau kapur keladan (Heyne, 1987).
Menurut Tong Shaoquan & Tao Gouda (1990), Dryobalanops
memiliki 16 spesies subspecies, varieties, forms, and cultivars dalam genus
antara lain: D. abnormis · D. aromatica (Sumatra Camphor) · D. beccarii · D. camphora · D. fusca · D. kayanensis ·
D. keithii · D. lanceolata · D. neglectus · D. oblongifolia · D. oblongifolia oblongifolia · D. oiocarpa · D. oocarpa · D. rappa · D. schefferi · D. sumatrensis. Beberapa
ahli Taksonomi dan Botani menjelaskan di dalam Wikipedia dan http://www.gwannon.com, jenis Dryobalanops terdiri dari 7 spesies yang kesemuanya terdapat di
pulau Kalimantan dan Sumatera, akan tetapi saat ini keberadaan Dryobalanops sudah sangat jarang
ditemukan di tegakan hutan alam baik di Sumatera maupun Kalimantan. Di beberapa tegakan hutan tanaman dan penelitian
telah ditanam beberapa spesies Dryobalanops
seperti D. Lanceolata dan D. Oblongifolia. Sebagai penelitian awal perlu diketahui ke
tujuh jenis Dryobalanops berdasarkan beberapa pustaka antara lain :
1. Dryobalanops aromatica, umumnya dikenal sebagai
Borneo Kamper, Kamper
Pohon, Melayu Kamper, atau Sumatera Kamper. Nama spesies berasal dari bahasa latin (aromaticus = seperti rempah-rempah) dan mengacu pada bau damar (resin).
Spesies ini salah satu sumber utama dari kapur barus yang mempunyai nilai lebih
dari emas yang digunakan untuk dupa dan parfum, sehingga pada awalnya pedagang
Arab yang datang untuk mencari sebagai komoditi perdagangan. Hal ini ditemukan di Sumatera, Semenanjung Malaysia dan Kalimantan. Pohon besar
mencapai 65 m atau bahkan 75 m, dahulu
banyak ditemukan di hutan Dipterocarpaceae
campuran pada kedalaman tanah berpasir kuning
humat, pada hutan lindung. Kayu berat
yang dijual dengan nama dagang Kapur.
2. Dryobalanops rappa. Nama spesies ini berasal dari suku Iban (rawa kerapa
= dangkal) dan
mengacu pada habitat spesies.
Spesies ini endemik Kalimantan. Hal ini ditemukan pada kawasan yang dilindungi (Gunung Mulu National Park), tetapi di
tempat lain terancam karena
kehilangan habitat Pohon ini dapat
mencapai tinggi sampai 55 m,
sering ditemukan di hutan rawa gambut
pantai campuran dan
hutan pegunungan rendah kerangas. Ini adalah kayu berat
yang dijual dengan nama dagang Kapur.
3. Dryobalanops keithii. Spesies ini dinamai HG
Keith pada tahun 1899-1982 suatu Konservator Hutan di
Borneo Utara. Spesies ini endemik Kalimantan, di
mana ia terancam karena
kehilangan habitat. Pohon dengan kanopi
utama mencapai tinggi 40 m. Ditemukan di hutan Dipterocarpaceae
campuran baik di lahan kering tetapi tanah liat dan lembab.
Kayunya berat dijual
dengan nama Kapur.
4. Dryobalanops lanceolata Nama spesies ini berasal dari bahasa
Latin (lanceolatus = berbentuk seperti kepala tombak) dan mengacu pada bentuk
daun. Spesies ini endemik Kalimantan. Hal ini ditemukan dalam sedikitnya lima
kawasan hutan lindung, namun di tempat lain terancam punah karena kehilangan habitat.
Pohon besar mencapai 80 m, ditemukan di hutan campuran Dipterocarpaceae di
lapangan pada tanah liat yang kaya. Kayu
berat yang dijual dengan nama dagang Kapur.
5. Dryobalanops oblongifolia
Nama spesies ini berasal dari bahasa Latin (oblongus = agak panjang dan
folium = daun) dan mengacu pada bentuk daun. Ada dua subspesies: Dryobalanops oblongifolia Dyer subsp. oblongifolia Dyer (sinonim = Baillonodendron malayanum & Dryobalanops abnormis) adalah endemik di
Kalimantan. Hal ini ditemukan dalam satu kawasan lindung, namun di tempat lain
terancam punah karena hilangnya habitat. Pohon mencapai ketinggian hingga 60 m, ditemukan di
hutan Dipterocarpaceae campuran pada tanah liat berpasir. Yang kedua subspesies
Dryobalanops oblongifolia Dyer subsp.
occidentalis P.S. Ashton (sinonim = Dryobalanops beccariana & Dryobalanops ovalifolia) ditemukan di
Sumatera dan Semenanjung Malaysia. Keduanya kayu berat dijual dengan nama Kapur.
6.
Dryobalanops beccarii. Emergent
trees up to 57 m tall and 160 cm dbh. Stem with resin. Stipules up to ca. 7 mm
long. Leaves alternate, simple, penni-veined, secondary veins very close
together. Flowers ca. 25 mm in diameter, white, placed in panicles. Fruits ca.
19 mm long, green-yellow-reddish, with five wings of ca. 65 mm long placed on
the calyx cup, wind dispersed.
7. Dryobalanops fusca Spesies fusca namanya
berasal dari bahasa Latin (fuscus
= berwarna gelap) dan mengacu pada bulu burung berwarna gelap Spesies ini endemik Kalimantan, di
mana ia terancam punah karena
kehilangan habitat. Pohon besar
mencapai tinggi hingga 60 m,
ditemukan di kerangas di pantai. Kayu berat yang
dijual dengan nama dagang Kapur.
Pada gambar
berikut dapat dilihat beberapa jenis Dryobalanops
dari beberapa pustaka yang diperoleh (Ashton, P.S. 2004; Anonim, 2007).
Dryobalanops aromatica Dryobalanops oblongifolia
Dryobalanops
beccarii Dryobalanops lanceolata
Dryobalanops
fusca Dryobalanops
keithii
Gambar 1. Jenis Dryobalanops (Ashton, P.S. 2004; Anonim, 2007)
2. Borneol bahan aktif potensial Dryobalanops
Borneol adalah terpena
alkohol menyerupai powder atau kristal yang berwarna
putih (CHOH), menyerupai kamper, yang diperoleh dari batang pohon yang terdapat di Asia Tenggara, yang banyak digunakan dalam
pembuatan wewangian, sebagai antiseptik dan lain-lain
(Huo, 1995). Di China dikenal dengan nama Bing pian's yang berfungsi
sebagai anti-inflammasi dan analgesik. Borneol alami hampir tidak pernah
ditemukan di Eropah atau Amerika.
Permintaan besar akan komoditi ini selalu datang dari China, karena
China lebih awal memanfaatkan borneol ini dalam pengobatan dan kosmetika,
sekalipun yang umum digunakan adalah borneol yang berasal dari Cinnamommum. China menyebutnya juga sebagai Kalimantan
kamper atau kapur barus Melayu atau camphol.
Unsur yang
dimanfaatkan dari pohon kapur ini adalah kristal kapur dan minyak kapur.
Kristal kapur diperoleh pada bagian tengah (dalam) batang pohon. Kedua unsur
tersebut tidak selalu ada pada pohon kapur terutama pada pohon yang berusia
ratusan tahun atau pada pohon yang masih terlalu muda (Vurren,1908 dalam Sutrisna, 2008). Dahulu proses pengambilan kristal kapur
meliputi beberapa tahap, mulai dari
memilih dan menebang, kemudian memotong batangnya dalam bentuk balok-balok.
Tidak selamanya pemilihan pohon berhasil mendapatkan barang yang dicari.
Penebanganpun dilakukan secara sembarangan sebelum menemukan sebatang pohon
yang berisikan cukup kapur barus. Bila
kemudian ditemukan pohon yang memang berisikan cukup kapur barus, barulah
dilakukan proses pengumpulan/pengambilannya. Ada dua cara yang dilakukan yaitu
: potongan balok kayu dibelah. Dari
setiap potongan balok inilah diperoleh kristal kapur. Pengambilan kristal kapur
itu juga dapat dilakukan dengan cara mentakik tiap potongan balok. Dari
satu pohon yang ditebang dapat diperoleh sekitar 1,5–2,5 kilogram kristal kapur
dengan kualitas yang berbeda. Cara lain
pengambilan kristal kapur adalah dengan mengambil langsung dari batang pohon
kapur yang keluar secara alami dari pori-pori kulitnya. Cara ke dua lebih baik dari cara pertama,
karena untuk mendapatkan barus tidak harus menebang pohon, cukup menyadap dari
batang pohon.
Gambar 2.
Kristal D. keithii, D. lanceolata,
D. oblongifolia, D. Rappa yang
terletak pada sel-sel parenkim
aksial (Sumber : Toshihiro Yamada and Eizi Suzuki,
2004)
Borneol (C10H18O) banyak
tersebar di alam sebagai komponen minyak atsiri. Di bidang industri borneol
murni bersama juga isoborneol digunakan sebagai bahan baku penyusun parfum dan
bahan pengester. Borneol murni bersifat racun yang dapat mengakibatkan
kekacauan mental. Borneol di China dikenal juga dengan nama Bing Pian. Salah satu penggunaannnya adalah sebagai
bahan tambahan pada pembalut wanita (bio panty) yang bermanfaat untuk mengurangi
kesakitan dan tekanan ketika haid, mengurangi kesakitan otot dan sendi,
membantu membersihkan darah beku, dan mencegah perkembang biakan kuman (Choi,
2003 dan Duke, 2005).
Gambar 3. Struktur Kimia Borneol
Borneol banyak terdapat pada tanaman lain selain
pada getah Dryobalanops spp, antara
lain seperti Sembung, Kencur, Jahe,
Sage, Thyme, dan masih banyak tumbuhan lainnya, bahkan pada minyak nilam juga
terdapat kandungan Borneol, akan tetapi hanya dalam jumlah dan konsentrasi yang
relatif kecil (Chung & Shibamoto, 1993).
Akhir-akhir ini Borneol asal Dryobalanops banyak dicari oleh periset, herbalist maupun pedagang. Karena penggunaan Borneol dalam jumlah yang
relatif sedikit saja sangat efektif untuk mencairkan darah beku pada kasus
pembekuan darah/ penyumbatan pembuluh darah pada jantung maupun otak manusia
(Dharmananda, 2003).
Informasi tentang
produktivitas, kuantitas dan kualitas Dryobalanops
spp sebagai penghasil HHBK belum banyak ditemukan, bahkan hampir tidak
ditemukan. Beberapa institusi yang telah
melakukan penelitian tentang borneol, kebanyakan yang berasal dari tumbuhan
sembung dan temu-temuan. Padahal borneol asal Dryobalanops ini mempunyai nilai
ekonomi yang sangat tinggi dan sangat dibutuhkan dalam pengembangan produk
kosmetika dan obat. Diperkirakan borneol
asal Dryobalanops mempunyai kualitas
yang lebih baik dari borneol asal tumbuhan lainnya. Namun hal ini perlu pembuktian lebih
lanjut.
Punahnya potensi Dryobalanops di
Sumatera
Di Sumatera Utara pohon kapur (Dryobalanops aromatica C. F. Gaertn) semakin
sulit ditemukan di habitatnya. Pohon ini sudah termasuk salah satu tanaman langka di Indonesia. Bahkan IUCN Redlist memasukkannya dalam status konservasi Critically
Endangered atau Kritis. Status ini merupakan status keterancaman dengan
tingkatan paling tinggi sebelum status punah.
Tumbuhan ini kebanyakan tumbuh di hutan Dipterocarp campuran hingga ketinggian 300 meter dpl. Persebaran
tumbuhan langka ini mulai dari Indonesia (pulau Sumatera dan
Kalimantan) dan Malaysia (Semenanjung Malaysia, Sabah, dan Serawak). Menurut Heyne (1987), di Sumatera potensi Dryobalanops tersebar di Sumatera Utara,
Aceh, Riau dan Sumatera Barat. Di
Sumatera selain disebut Kapur atau Barus tanaman ini dinamai Haburuan atau
Kaberun. Sedangkan di Kalimantan disebut
juga sebagai Ampadu, Amplang, Kapur, Kayatan, Keladan, Melampit, Mengkayat,
Mohoi, Muri, dan Sintok. Dalam bahasa
Inggris tumbuhan ini disebut sebagai Borneo Camphor, Camphor Tree,
Malay camphor atau Indonesian Kapur. Sedangkan dalam bahasa
latin (ilmiah) nama resminya adalah Dryobalanops aromatica yang
bersinonim dengan Dryobalanops sumatrensis (JF Gmel.) Kosterm., Laurus
sumatrensis JF Gmel., Arbor camphorifera Rumph., Dipterocarpus
Dryobalanops Steud., Dipterocarpus teres Steud, Dryobalanops
camphora Colebr., Dryobalanops junghuhnii Becc., Dryobalanops
vriesii Becc Correa., Pterigium teres, dan Shorea camphorifera
Roxb (Heyne, 1987).
Di Sumatera Utara pohon ini dahulu sangat terkenal sebagai
penghasil kapur barus, sehingga ada satu daerah dinamai kota Barus. Kapur barus
dari pohon Kapur ini telah menjadi komoditi perdagangan internasional sejak abad
ke-7 Masehi. Namun sekarang tumbuhan ini sudah tidak ditemukan lagi. Kelangkaan
dan terancam punahnya spesies tanaman ini diakibatkan oleh penebangan yang
membabi buta untuk mendapatkan kristal kapur barus di dalamnya. Padahal
kandungan kapur dalam setiap pohon tidak sama, bahkan terkadang sangat kurang.
Ancaman lainnya diakibatkan oleh kerusakan hutan dan kebakaran hutan serta konversi lahan menjadi kebun kelapa
sawit.
Informasi yang diperoleh
berdasarkan hasil survey yang dilakukan pada bulan Agustus 2011, pada
tahun 1980-1990an potensi Dryobalanops
masih cukup banyak dan diusahakan oleh masyarakat di sekitar hutan, tetapi
sejak 10 tahun terakhir sudah tidak ada lagi tanamannya, karena tidak ada
peremajaan dan lahannya telah diganti dengan tanaman kelapa sawit, sehingga
tanaman tersebut menjadi punah. Hasil
informasi yang diperoleh dari seorang mantan pengumpul getah Dryobalanops di kecamatan Barus, daerah Barus, Sorkam dan juga di Singkil
(Aceh Barat) sekitar 3,5 jam dari Barus, merupakan daerah yang cukup potensial pada jaman Belanda. Barus merupakan sentra penghasil getah / kapur barus dan
minyak, yang harga getahnya pada jaman dahulu mereka jual bervariasi
antara 50 – 100 ribu per kg getahnya,
sedangkan minyaknya mereka gunakan sebagai obat gosok untuk menghangatkan badan. Namun sekarang semua itu tinggal cerita
belaka, karena Dryobalanops sudah
tidak ditemukan lagi di Barus.
Pada
tahun 2012, kegiatan eksplorasi dilakukan di Propinsi Nangroe Aceh
Darussalam. Lokasinya berada di Cagar
Alam Bukit Kapur, Kota Subulussalam dimana sampai saat ini status kawasan
“berkapur” ini belum definitif, berbagai kemungkinan status kawasan ini ke
depan adalah sebagai Hutan Kota atau Taman Hutan Rakyat. Hutan di Subulussalam terdapat seluas 40.000
ha meliputi Suaka Margasatwa, Hutan Produksi dan Hutan Lindung. Hasil
identifikasi menunjukkan bahwa jenis kapur yang ada di Subulussalam adalah Dryobalanops aromatica Hutan Kapur
Subulussalam berada pada ketinggian 250-430 mdpl
Kondisi lokasi
tegakan D.aromatica berada mulai dari
pinggiran jalan raya propinsi (menghubungkan Subulussalam, Aceh dengan Pakpak
Barat, SUMUT) dengan kondisi medan yang cukup terjal. D.aromatica
tumbuh berasosiasi dengan berbagai jenis meranti dan kelompok Dipterocarpaceae
lainnya. Tegakannya cukup rapat dengan
permudaan yang sangat baik yang terlihat dari banyaknya anakan/semai, tiang dan
pancang D.aromatica.Pohon D.aromatika
memiliki kisaran diameter dari 50-120 cm.
B. Potensi Dryobalanops di Kalimantan
Sama
hal nya di Sumatera Utara, di Propinsi Kalimantan Timur jenis pohon ini
sudah hampir tidak ditemukan lagi di hutan alam. Hal ini dikemukakan oleh Dr. Ir. Kade Sidyase
seorang peneliti señor bidang Botani di BTP Semboja (komunikasi pribadi , 2011). Disebutkan juga beberepa jenis Dryobalanops yang tersebar di pulau Kalimantan yang kemungkinannya masih tersisa
yaitu : Dryobalanops rappa Becc.; dan Dryobalanops
fusca Slooten Yaitu di Kalimantan Barat sekitar Kapuas hilir dan Ketapang, Dryobalanops
keithii Symington kemungkinan ada di Sandakan, Nunukan, Malinoks. Sedangkan Dryobalanops
yang terdapat di hutan penelitian di Samarinda dan Semboja adalah Dryobalanops lanceolata, dan sebagian besar masih memiliki diameter
batang dibawah 30 cm, sehingga belum bisa ditakik/disadap getahnya. Di
wilayah Arboretum dan KHDTK Semboja hanya ditemukan satu jenis Dryobalanops dengan spesies lanceolata, demikian juga di Arboretum
B2PD, Samarinda ditemukan beberapa pohon Dryobalanops
lanceolata, namun masih berumur dibawah 10 tahun.
Gambar 4.
Dryobalanops lanceolata di hutan penelitian B2PD Samarinda
Gambar 5.
Dryobalanops aromatica di hutan perbatasan Kalimantan-Serawak
Di
Kalimantan Timur hanya ditemukan satu jenis Dryobalanops
lanceolata. Jenis Dryobalanops aromatica
dijumpai di hutan perbatasan Kalimantan dengan Serawak Malaysia. Ciri khas dari jenis pohon ini adalah pucuk
daun termuda berwarna kemerahan. Pohon diperkirakan berumur antara 15- 20 tahun
dengan diameter batang sekitar 40 cm.
Oleh sebab itu untuk wilayah
Kalimantan perlu dieksplorasi lagi untuk wilayah Kalimantan Barat, Kalimantan
Tengah dan Kalimantan Selatan, sedangkan untuk wilayah Sumatera, perlu
dieksplorasi lagi untuk wilayah Aceh, Sumatera Barat, Riau, dan Jambi. Informasi terakhir diperoleh bahwa
Dryobalanops terdapat di Aceh dan Kepulauan Riau.
PENUTUP
Dari hasil survey yang
telah dilakukan baik di Sumatera Utara, maupun Kalimantan Timur, menunjukkan
bahwa Dryobalanops sudah sangat
jarang ditemukan. Oleh sebab itu perlu
dilakukan upaya konservasi mengingat potensi manfaatnya bagi kesehatan umat
manusia, sekarang maupun di masa mendatang. Getah
Dryobalanops memiliki potensi pemanfaatan yang tinggi sebagai bahan produk
kosmetika dan obat, terutama kandungan Borneol.
Alternatif pemanfaatan tersebut yang perlu dikembangkan agar mendapatkan
nilai tambah yang tinggi.
DAFTAR PUSTAKA
Ashton, P.S.
2004. Dipterocarpaceae, in Tree Flora
of Sabah and Sarawak, Volume 5, 2004.
Soepadmo, E., Saw, L.G. and Chung, R.C.K. eds. Government of Malaysia, Kuala Lumpur,
Malaysia.
ISBN 983-2181-59-3
Anonim, 2007. "Dryobalanops fusca". IUCN Red List
of Threatened Species. Version 2007. International Union for Conservation
of Nature. 1998. Retrieved 11 November 2007. Listed as Critically
Endangered
Anonim. 2007. "Dryobalanops
keithii". IUCN Red List
of Threatened Species. Version 2007. International Union for Conservation
of Nature. 1998. Retrieved 11 November 2007. Listed as Critically
Endangered
Ashton, P.S. 2004. Dipterocarpaceae. In Tree Flora
of Sabah and Sarawak, Volume 5, Soepadmo, E., Saw, L.G. and Chung, R.C.K.
eds. Government of Malaysia,
Kuala Lumpur, Malaysia.
Astuti, M.S. 2006. Isolasi Dan Identifikasi Komponen Minyak
Atsiri Umbi Teki (Cyperus Rotundus L.)
Uns-Fmipa Jurusan Kimia. Skripsi. Surakarta
Choi, H.-S. (2003). J. Agric.
Food Chem. 51(9): 2687-2692. Jirovetz, L., G. Buchbauer, et al. (2002). Journal
of Chromatography A 976(1-2): 265-275. Korea
Chung, Eiserich & Shibamoto 1993; J. Agric. Food Chem., 41, 1693-1697. Korea
Eun-Mi Kim,
Hae-Ryong Jung, and Tae-Jin Min. 2001.
Purification, Structure determination and Biological Activities of 20(29)-lupen-3-one from Daedaleopsis
tricolor (Bull. ex Fr.) Bond. et Sing. Bull. Korean Chem. Soc. 2001, Vol. 22, No. 1. Korea.
Heyne. 1987. Tumbuhan
Berguna Indonesia. Terjemahan Badan
Litbang Kehutanan, Departemen Kehutanan.
Jakarta.
Huo GZ. 1995. Bing pian's
anti-inflammation and analgesia effects on laser burn wounds. China Journal
of Pharmacy 1995;30(9):532-534.
Simarangkir
B.D.A.S, 2000. Analisis Riap Dryobalanops
lanceolata Burck pada Lebar Jalur yang Berbeda di Hutan Koleksi Universitas Mulawarman
Lempake. Frontir Nomor 32. Kalimantan Timur.
Suhardi, 1994. Seedling Growth Of Drybalanops Sp Inoculated With
Mycorrhiza At Wanagama I Buletin Penelitian Nomor 25. Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.
Sutrisna, D.
2008. Kapur barus : pohon dan sumber
tertulis asing. Balai Arkeologi. Medan
Tong Shaoquan & Tao Gouda. 1990.
Dipterocarpaceae. In: Li Hsiwen, ed., Fl. Reipubl. Popularis Sin. 50(2):
113-131. China-Korea
Toshihiro Yamada and
Eizi Suzuki. 2004. Ecological role of vegetative
sprouting in the regeneration of Dryobalanops rappa, an emergent
species in a Bornean tropical wetland forest.
Journal of Tropical Ecology (2004), 20 :
pp 377-384. Cambridge University
Press
Whitten,
A.J. 1984. The Ecology Of Sumatra. Yogyakarta: Gajah Mada University Press
Klik dulu baru bisa rasakan ayam bangkok
BalasHapus