PENGARUH ARANG KOMPOS
BIOAKTIF TERHADAP PERTUMBUHAN ANAKAN BULIAN (Eusyderoxylon zwageri) DAN GAHARU (Aquilaria malaccensis)
The influence of bioactive
charcoal compost on bulian (Eusyderoxylon zwageri) and agarwood (Aquilaria
malaccensis) growth seedlings
Oleh/By :
Gusmailina1)
1) Pusat Litbang Hasil Hutan, Jl. Gunung Batu No. 5 Bogor
Telp./Fax.8633378/8633413
ABSTRACT
A bioactive
charcoal compost (Arkoba) is combined charcoal and compost produced by composting
process aiding with lignoselulotic microbes which linger in compost. It has ability as biofungisides to protect root crop
from disease attack. Another excellence of
arkoba is the existence of charcoal
which could make unity in compost. When it throws to the land area, it becomes a soil conditioner agent leading to fertility,
because charcoal can improve the land pH, and at the same time it repairs water and air circulation inside land.
This
article presents one of the result of arkoba development made at Sengeti
countryside, Sub-Province Muaro Jambi, Jambi province, in order to socialization
of sawdust waste utilization from wood industries. The Arkoba product is tested as media mixture
growth of bulian (Eusyderoxylon zwageri)
and agarwood seedling (Aquilaria malaccensis). Both crops species represent local priorities to be developed. Target of the research is to investigate influence
addition of sawdust arkoba (ASG) and sawdust plus ricestraw arkoba (ASGJ). The
research was conducted during 4 months at seedbed in Forestry office
Province Jambi, Jambi.
The results indicated that as a
whole growth of bulian and gaharu seedling ASG and ASGJ media is better than
compost and control media.
Key words: Arkoba, media, seedling, bulian,
gaharu, influence
ABSTRAK
Arang kompos bioaktif (Arkoba)
adalah gabungan arang dan kompos yang dihasilkan melalui proses pengomposan dengan
bantuan mikroba lignoselulotik yang tetap hidup di dalam kompos. Pada kondisi optimum mikroba ini mempunyai
kemampuan sebagai biofungisida
untuk melindungi tanaman dari serangan
penyakit akar sehingga disebut bioaktif. Keberadaan arang yang menyatu dalam kompos
berperan sebagai agen
pembangun kesuburan tanah, sebab arang
mampu meningkatkan pH, sekaligus memperbaiki sirkulasi air dan udara di dalam
tanah.
Tulisan ini menyajikan hasil penelitian
pemanfaatan arkoba sebagai campuran media pertumbuhan anakan bulian (Eusyderoxylon zwageri) dan anakan gaharu (Aquilaria malaccensis), dua jenis tanaman andalan setempat yang
sedang dikembangkan. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui
pengaruh penambahan arkoba serbuk gergaji (ASG) dan arkoba serbuk gergaji yang
dicampur dengan jerami padi (ASGJ).
Penelitian dilakukan selama 4 bulan di kebun bibit Dinas Kehutanan Propinsi Jambi, Jambi.
Hasil penelitian menunjukkan
bahwa pertumbuhan anakan bulian (E.zwageri)
dan gaharu (A.malaccensis) pada media
ASG dan ASGJ berpengaruh
nyata. Pertambahan tinggi dan diameter anakan, meningkat masing-masing dapat
mencapai 2-4 kali lipat dibanding dengan kontrol.
Kata kunci : Arkoba, media, anakan, bulian,
gaharu, pengaruh
I. PENDAHULUAN
Arang kompos bioaktif (Arkoba)
adalah campuran arang dan kompos hasil proses pengomposan dengan bantuan
mikroba lignoselulotik yang tetap hidup di dalam kompos. Mikroba tersebut mempunyai
kemampuan sebagai biofungisida, yaitu melindungi
tanaman dari serangan penyakit akar sehingga disebut bioaktif. Keunggulan lain
dari Arkoba adalah sebagai agent pembangun kesuburan tanah, karena arang yang
menyatu dalam kompos mampu
meningkatkan pH tanah sekaligus
memperbaiki sirkulasi air dan udara di dalam tanah (Gusmailina dan Komarayati,
2008)
Arkoba dibuat dalam rangka optimalisasi
dan pemanfaatan limbah industri perkayuan terutama serbuk gergaji. Akan tetapi
arkoba juga dapat dimanfaatkan untuk pengolahan limbah organik lainnya, baik
yang berasal dari sampah rumah tangga, pertanian, perkebunan atau sampah kota
(Gusmailina, Pari dan Komarayati, 2002a).
Tulisan ini menyajikan hasil
penelitian pemanfaatan limbah serbuk gergaji dari industri perkayuan. Arkoba yang
dihasilkan selanjutnya diuji coba sebagai campuran media pertumbuhan anakan bulian (Eusyderoxylon zwageri) dan gaharu (Aquilaria malaccensis). Ke dua tanaman ini merupakan jenis
andalan setempat yang sedang dikembangkan.
Tujuan penelitian
adalah untuk mengetahui pengaruh penambahan arkoba serbuk gergaji (ASG) dan
arkoba serbuk gergaji dicampur dengan jerami padi (ASGJ).
II.
BAHAN DAN METODE
A.
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan yaitu kompos (K), arkoba
serbuk gergaji (ASG) dan arkoba serbuk gergaji yang dicampur dengan jerami padi
(ASGJ) sebagai media pertumbuhan. Bibit bulian (E. zwageri) dan bibit gaharu (A.
malaccensis) serta tanah lapisan permukaan (top soil). Peralatan yang digunakan antara lain : polybag (kantong plastik media tumbuh),
alat pengukur tinggi dan diameter batang,
dan selang plastik untuk menyiram.
B.
Lokasi Penelitian
Penelitian dilakukan selama 4 bulan di kebun bibit Dinas Kehutanan Propinsi Jambi, di Jambi.
C. Prosedur Kerja
1. Rancangan
percobaan
Penelaahan data percobaan menggunakan
rancangan percobaan berpola acak lengkap, sebagai perlakuan adalah :
Bo = 0% (kontrol / top soil 100 % )
B1 = K 15 % / polybag (kompos 15% + 85% top soil)
B2 = K 30% / polybag
(kompos 30% + 70% top soil)
B3 = K 50% / polybag
(kompos 50% + 50% top soil)
B4 = ASG 15% / polybag
(arkoba serbuk gergaji 15% + 85% top
soil)
B5 = ASG
30% / polybag (arkoba serbuk gergaji 30% + 70% top soil)
B6 = ASG
50% / polybag (arkoba serbuk gergaji 50% + 50% top soil)
B7 = ASGJ 15% / polybag (arkoba serbuk gergaji & jerami 15% + 85% top soil)
B8 = ASGJ
30% / polybag (arkoba serbuk gergaji & jerami 30% + 70% top soil)
B9 = ASGJ
50% / polybag (arkoba serbuk
gergaji & jerami 50% + 50% top soil)
Masing-masing perlakuan diulang sebanyak
10 kali, sehingga jumlah sampel seluruhnya sebanyak 90 buah. Jika pengaruh perlakuan nyata, selanjutnya diuji beda jarak Duncan (Steel
dan Torrie, 1991). Untuk mengetahui
perbedaan respon tumbuhan secara lebih spesifik antara B0 (kontrol) dengan
perlakuan gabungan kompos (K), ASG dan ASGJ; antara K 15%, 30% dan 50%; antara ASG 15%, 30% dan 50%; dan antara ASGJ
15%, 30% dan 50%, digunakan metode uji cara Scheffe (Steel dan Torrie, 1991).
2. Pembuatan
media
Tanah (top soil) dicampur dengan kompos / arkoba sampai merata
dengan volume 4 kg per polybag. Dosis kompos dan arkoba disesuaikan dengan
perlakuan. Setelah tercampur
rata, dimasukkan ke dalam polybag, disiram
dengan air sampai terserap oleh media kemudian ditanami dengan anakan bulian
dan gaharu. Polybag yang telah berisi media dan ditanami,
diletakkan di atas bedengan pesemaian, disiram dengan air secukupnya setiap
hari selama 4 bulan penelitian.
3. Analisis
unsur hara
Media yang akan diteliti dianalisis unsur haranya
terlebih dahulu. Analisis dilakukan di
laboratorium tanah, Biotrop Bogor.
4. Pengumpulan data
Data yang diamati yaitu persentase tumbuh,
pertambahan tinggi, dan diameter batang.
Persentase tumbuh anakan dihitung dari jumlah anakan yang hidup sampai
akhir pengamatan dikurangi jumlah anakan saat awal tanam. Pertambahan tinggi anakan dihitung berdasarkan selisih antara tinggi anakan
akhir pengamatan dengan tinggi anakan awal tanam, demikian juga dengan persentase pertambahan diameter
batang anakan yaitu selisih antara diameter akhir pengamatan dengan diameter
awal tanam.
D. Analisis Data
Hasil pengamatan
diolah dengan menggunakan pola acak lengkap (Steel dan Torrie, 1991). Selanjutnya untuk mengetahui adanya perbedaan pengaruh antar
perlakuan, dilakukan uji beda nyata dengan cara Duncan
yang dilanjutkan dengan uji perbandingan menggunakan cara Scheffe (Steel dan Torrie, 1991).
III.
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Analisis Kandungan Unsur Hara K,
ASG dan ASGJ
Hasil analisis kandungan unsur hara dapat dilihat pada
Tabel 1.
Tabel 1. Kandungan
unsur hara kompos (K), Arkoba serbuk gergaji, dan arkoba serbuk gergaji +
jerami padi sebagai campuran media tumbuh anakan bulian (E. Zwageri) dan gaharu (A. Malaccensis)
Table
1. Nutrient content
of compost, sawdust bioactive charcoal compost, sawdust+rice straw bioactive
charcoal compost as growth media of
bulian (E.zwageri) and
gaharu (A. malaccensis) seedling
No.
|
Parameter (Parameters)
|
Nilai (value)
|
Standar
(Standard) *)
|
|||
Kompos (Compost)
|
ASG
|
ASGJ
|
||||
1
|
pH (1 : 1,25)
|
7,10
|
7,30
|
7,20
|
7,30
|
|
2
|
Kadar air (Moisture content) 1050C, %
|
19,63
|
23,03
|
24,13
|
24,90
|
|
3
|
C organik (C organic) , %
|
11,46
|
32,45
|
34,98
|
19,60
|
|
4
|
Nitrogen
total (Total N), %
|
0,6
|
1,53
|
1,78
|
1,10
|
|
5
|
Nisbah C/N (C/N ratio)
|
19,1
|
21,20
|
19,65
|
10-20
|
|
6
|
P2O5
total, %
|
0,23
|
2,12
|
2,16
|
1,80
|
|
7
|
CaO total, %
|
0,43
|
0,97
|
0,83
|
2,70
|
|
8
|
MgO total, %
|
0,37
|
1,67
|
1,61
|
1,60
|
|
9
|
K2O total, %
|
0,51
|
2,19
|
2,34
|
1,40
|
|
10
|
KTK (Cation
exchange capacity), meq/100 gr
|
21,32
|
36,42
|
36,61
|
30,00
|
|
Keterangan
(Remarks): ASG
Arkoba serbuk gergaji (sawdust bioactive
charcoal compost ); ASGJ Arkoba serbuk gergaji + jerami padi (sawdust +rice straw bioactive charcoal
compost); *) Anonim, (2000)
Pada Tabel 1
diketahui bahwa secara umum kualitas arkoba ASGJ sedikit lebih baik dari arkoba
ASG dan kompos. Hal ini dapat dilihat
dari total kandungan C-organik, Nitrogen, Posfat (P2O5),
Kalium (K2O) dan KTK. Kandungan
C-organik ASGJ, ASG, kompos dan standar secara
berurut masing-masing 34,98%, 32,45%, 11,46% dan 19,60%. Jumlah C-organik dalam tanah menunjukkan banyaknya
bahan organik yang terkandung, dan itu dapat menentukan tingkat interaksi
antara komponen abiotik dan biotik dalam ekosistem tanah. Menururt Hanafiah et al., (2005), kandungan bahan organik dalam bentuk C-organik di tanah harus
dipertahankan tidak kurang dari 2 persen. Agar kandungan bahan organik dalam
tanah tidak menurun akibat proses dekomposisi (mineralisasi), penambahan harus diberikan
setiap tahun, yaitu pada waktu pengolahan tanah. Selain itu kandungan bahan
organik juga berkaitan erat dengan Kapasitas Tukar Kation (KTK), sehingga tanpa
penambahan bahan organik tanah akan mengalami degradasi kimia, fisik, dan
biologi menyebabkan agregar tanah merusak
menjadi padat (Anonim 1991).
Kandungan N total ASGJ (1,78%)
lebih tinggi dari ASG (1,53) masing-masing di atas standar minimal
(1,10%). Hal itu mungkin disebabkan karena
bahan baku yang dipakai pada proses komposting ASGJ adalah serbuk gergaji
dicampur dengan jerami padi. Diketahui
bahwa jerami padi merupakan bahan campuran yang mengandung nitrogen yang tinggi
(Kim and Dale, 2004), sehingga selain
proses kompostingnya lebih cepat, juga kualitas hasil yang diperoleh terutama
kandungan hara N totalnya lebih tinggi.
Kandungan
N total umumnya berkisar antara 2000 – 4000 kg/ha pada lapisan 0 – 20 cm tetapi
yang tersedia bagi tanaman kurang 3% dari total tersebut (Hardjowigeno 2003). Dikemukakan
juga bahwa manfaat dari nitrogen adalah untuk memacu pertumbuhan tanaman pada
fase vegetatif, serta berperan dalam pembentukan klorofil, asam amino, lemak
dan enzim. Nitrogen terdapat di dalam tanah dalam bentuk organik dan anorganik.
Bentuk-bentuk organik meliputi NH4, NO3, NO2,
N2O dan unsur N. Tanaman menyerap unsur ini terutama dalam bentuk NO3,
namun bentuk lain yang juga dapat diserap adalah NH4, dan urea dalam
bentuk NO3. Rinsema (1993), juga mengemukakan bahwa tumbuhan memperoleh nitrogen dari dalam tanah berupa amonia
(NH3), ion nitrit (N02- ), dan ion nitrat (N03-
), atau garam amonium (NH4+).
Dalam siklusnya, nitrogen organik di dalam tanah mengalami mineralisasi dan
bahan mineral yang terbentuk mengalami imobilisasi. Sebagian N terangkut,
sebagian kembali sebagai residu tanaman, hilang ke atmosfer dan kembali lagi. N yang hilang dapat melalui pencucian tapi
akan bertambah lagi melalui pemupukan (Gambar 1). Nitrogen yang
diikat biasanya dalam bentuk amonia. Amonia diperoleh dari hasil penguraian
jaringan yang mati oleh bakteri. Amonia ini akan dinitrifikasi oleh bakteri
nitrit, yaitu Nitrosomonas dan Nitrosococcus sehingga
menghasilkan nitrat yang akan diserap oleh akar tumbuhan. Selanjutnya oleh
bakteri denitrifikan, nitrat diubah menjadi amonia kembali, dan amonia diubah
menjadi nitrogen yang dilepaskan ke udara. Dengan cara ini siklus nitrogen akan
berulang dalam ekosistem.
Gambar 1.
Siklus Nitrogen di alam
Kandungan P (posfor) arkoba
ASGJ dan ASG masing-masing 2,16% dan 2,12%,
lebih tinggi dari kompos 0,23%,
bahkan dari standar 1,80%. Umumnya unsur
P dalam tanah berasal dari bahan organik, pupuk buatan dan mineral di dalam tanah.
Fosfor paling mudah diserap oleh tanaman pada pH sekitar 6-7 (Hardjowigeno 2003).
Dalam siklus posfor, kadar P-larutan merupakan hasil keseimbangan antara suplai
dari pelapukan mineral P, pelarutan (solubilitas) P-terfiksasi dan mineralisasi
P-organik. Menurut Leiwakabessy (1988)
di dalam tanah terdapat dua jenis posfor yaitu posfor organik dan posfor
anorganik. Bentuk P organik biasanya terdapat dilapisan atas yang lebih kaya
akan bahan organik. Kadar P organik dalam bahan organik kurang lebih sama kadarnya
dengan yang terdapat pada dalam tanaman yaitu 0,2 – 0,5 %. Tanah-tanah tua di
Indonesia ( Podsolik dan Litosol) umumnya berkadar P rendah, sehingga penanaman
tanpa memperhatikan suplai P kemungkinan besar akan gagal akibat defisiensi P (Hanafiah
et al., 2005). Selain itu jika
kekurangan unsur P, pembelahan sel pada
tanaman terhambat dan pertumbuhannya kerdil.
Kandungan kalium ASG (2,19%) dan
ASGJ (2,34%), lebih tinggi dari yang terkandung pada kompos (0,51%) dan standar
(1,40%). Kalium merupakan unsur hara
ketiga setelah nitrogen dan posfor yang diserap oleh tanaman dalam bentuk ion
K+. Hakim et al., (1986), menyatakan bahwa ketersediaan kalium yang dapat
dipertukarkan dan dapat diserap tanaman, tergantung penambahan dari luar. Umumnya kalium tanah terbentuk dari pelapukan
batuan dan mineral yang mengandung kalium. Melalui proses dekomposisi bahan
tanaman dan jasad renik, kalium akan larut dan kembali ke tanah. Sebagian besar kalium tanah yang larut akan
tercuci atau mengalami erosi, dan akan
lebih cepat lagi kalau diserap tanaman.
B. Persentase Tumbuh Anakan
Setelah empat bulan ditanam jumlah anakan yang hidup
dihitung. Pengaruh pemberian arang
kompos bioaktif terhadap persentase tumbuh anakan bulian dan gaharu dapat
dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Pengaruh
pemberian arang kompos bioaktif terhadap persentase tumbuh anakan anakan bulian
dan gaharu (%)
Table 2. The effect of bioactive
charcoal compost to growth percentage of bulian (E.zwageri) and gaharu (A.
malaccensis), %
Jenis
(Species)
|
Persentase tumbuh (Growth percentage) /perlakuan (Treatment), %
|
|||
Kontrol
(Control)
|
Kompos (Compost)
|
ASG (Sawdust bioactive charcoal compost)
|
ASGJ
(Sawdust+rice
straw bioactive charcoal compost)
|
|
Bulian
(E.
zwageri)
|
87
|
93
|
100
|
100
|
Gaharu
(A.
malaccensis)
|
81
|
89
|
100
|
100
|
Persentase
tumbuh anakan tanpa perlakuan (Bo) adalah 87% untuk anakan bulian, dan 81%
untuk anakan gaharu. Sedangkan
persentase tumbuh anakan pada perlakuan kompos (K) adalah 93% pada anakan
bulian, dan 92% untuk anakan gaharu.
Perentase tumbuh anakan pada perlakuan ASG dan ASGJ menunjukkan
persentase tumbuh yang sama yaitu 100% hidup.
Persentase
tumbuh anakan yang ditanam pada media yang dicampur dengan arkoba, baik arkoba ASG
maupun arkoba ASGJ memberikan pertumbuhan anakan yang lebih baik yaitu
100%. Artinya selama pengamatan tidak
ada anakan yang mati. Sedangkan anakan
yang ditanam pada media kompos rata-rata
persentase tumbuh anakan hanya mencapai 91%.
Sementara rata-rata persentase anakan yang tumbuh pada media tanah saja
(tanpa perlakuan) hanya 84%. Dengan
demikian selama 4 bulan pengamatan arkoba memberikan respon yang sangat baik
terhadap pertumbuhan anakan bulian maupun gaharu. Hal ini disebabkan karena kualitas arkoba
lebih baik dari kompos biasa yang dihasilkan secara konvensional. Juga disebabkan karena keberadaan arang yang
menyatu dengan kompos, sehingga dengan cepat dapat memperbaiki kondisi
lingkungan perakaran sekaligus dapat memperbaiki sifat fisik, kimia, dan biologi
tanah yang membuat pertumbuhan tanaman menjadi lebih baik (Gusmailina, 2007 dan
2009). Selain itu dengan keberadaan
arang yang menyatu dalam arkoba, menjadikan media lebih porous sehingga
sirkulasi air dan udara di dalam media lebih baik. Kondisi inilah yang memungkinkan sehingga
persentase anakan yang tumbuh pada media arkoba 100%.
C. Pertambahan Tinggi Anakan
Hasil
penelitian pertambahan tinggi tanaman dapat diketahui pada Tabel 3.
Tabel 3. Rataan pertambahan
tinggi anakan bulian dan gaharu selama 4 bulan
Table 3. Means of bulian
(E.zwageri) and gaharu (A. malaccensis) growth height during 4 month
Perlakuan
(treatment)
|
Pertambahan tinggi
(heigth growth), cm
|
|
Bulian (E.zwageri)
|
Gaharu (A. malaccensis)
|
|
B0 (Kontrol/Control)
|
11,13
h
|
10,26
g
|
B1 Kompos (Compost)
15%
|
19,27
g
|
21,27
f
|
B2 Kompos (Compost)
30%
|
19,85
g
|
20,61
f
|
B3 Kompos (Compost)
50%
|
22,12
g
|
22,62
f
|
B4 ASG (Sawdust
bioactive charcoal compost)15%
|
30,22
e
|
23,87
f
|
B5 ASG (Sawdust
bioactive charcoal compost)30%
|
37,81
d
|
25,71
e
|
B6 ASG (Sawdust
bioactive charcoal compost)50%
|
37,96
d
|
26,79
d
|
B7 ASGJ (Sawdust +
rice straw bioactive charcoal compost)15%
|
40,19
c
|
37,19
c
|
B8 ASGJ (Sawdust +
rice straw bioactive charcoal compost)30%
|
44,61
b
|
39,45
b
|
B9 ASGJ (Sawdust +
rice straw bioactive charcoal compost)50%
|
46,73
a
|
40,52
a
|
Keterangan (Remarks) : Angka yang diikuti huruf sama pada kolom yang sama
tidak berbeda nyata pada uji Duncan taraf 5% (Numbers followed by the same letters in
the same column are not significantly different by Duncan Test)
Pada Tabel 3, dapat diketahui bahwa perlakuan B0 atau kontrol
menunjukkan pertambahan tinggi anakan paling yaitu sebesar 11,13 cm untuk
anakan bulian (E.zwageri) dan 10,26
cm untuk anakan gaharu (A.malaccensis). Pertambahan yang paling tinggi dijumpai pada
perlakuan B9 sebesar 46,73 cm pada anakan bulian dan 40,52 cm pada anakan
gaharu.
Gambar 3.
Pengaruh pemberian arkoba terhadap pertambahan tinggi anakan bulian (E.zwageri) dan gaharu (A.malaccensis) selama 4 bulan.
Figure 3. The influence of bioactive
charcoal compost addition on height growth of bulian (E.zwageri) and gaharu
(A.malaccensis) seedlings until 4 month
Penambahan arkoba pada media dapat merangsang pertumbuhan tanaman, karena
arkoba mengandung unsur hara makro yang
lengkap dan berguna bagi tanaman (Komarayati, et al., 2003). Pada Gambar 3
dapat dilihat dengan jelas bahwa pertambahan tinggi ke dua jenis anakan yang
tumbuh pada media arkoba (B4-B9) jauh lebih baik dibanding kontrol (Bo) dan
kompos biasa (B1-B3). Dengan demikian
penambahan penambahan arkoba pada perlakuan B9 merupakan komposisi terbaik bagi
pertambahan tinggi anakan bulian dan gaharu. Namun untuk penerapan aplikasi
selanjutnya, perlakuan B8 lebih efisien dibanding B9, karena penambahan arang
kompos bioaktifnya lebih sedikit sementara pertambahan tinggi relatif sama.
Perbedaan respon yang ditunjukkan oleh tanaman juga dapat disebabkan oleh
adanya perbedaan kandungan hara dari masing-masing campuran media, sehingga
akan berakibat pada perbedaan intensitas perbaikan kesuburan tanah. Seperti
pada perlakuan B4-B6 dengan perlakuan B7-B9, pada gambar terlihat perbedaan
yang cukup signifikan walaupun medianya sama-sama ditambah arkoba, tetapi B4-B6
hanya arkoba serbuk gergaji, sedangkan B7-B9 merupakan campuran arkoba serbuk
gergaji dan jerami padi, sehingga menimbulkan perbedaan kandungan unsur hara
yang berakibat juga pada perbedaan respon dari tanaman.
Hasil analisis statistik menunjukkan
bahwa media memberikan perbedaan nyata terhadap pertambahan tinggi ke dua jenis anakan. Pada Gambar 2 juga terlihat bahwa
pertambahan tinggi ke dua jenis anakan pada perlakuan B5 dan B6 mencapai 3 kali
lipat dibanding kontrol dalam waktu 4 bulan.
Hal yang sama juga dijumpai pada perlakuan B8 dan B9 pertambahan tinggi
ke dua jenis anakan bahkan mencapai 4 kali lipat dibanding kontrol dalam waktu
4 bulan. Pada Tabel 3 dapat diketahui bahwa kombinasi perlakuan media, berpengaruh nyata terhadap pertambahan
tinggi anakan bulian (E zwageri) dan
gaharu (A. malaccensis).
Hasil uji lanjut menurut
metode Scheffe (Lampiran), perbandingan antara B0
(kontrol) dengan gabungan
perlakuan sangat berbeda nyata.
Demikian juga perbandingan antara perlakuan K (kompos) dengan ASG dan
ASGJ sangat berbeda nyata. Perbandingan
diantara perlakuan K 15% dengan K 30% tidak berbeda nyata, tetapi berbeda
sangat nyata dibanding dengan K 50%. Begitu juga antara K 30% dengan K 50%
sangat berbeda nyata terhadap tinggi anakan bulian. Untuk pertambahan tinggi anakan gaharu perlakuan
K 15% tidak berbeda nyata dengan K 30%, tetapi berbeda nyata dengan K 50%. Perlakuan K 30% tidak berbeda nyata dengan K
15%, tetapi berbeda nyata dengan K 50%.
Perbandingan diantara perlakuan ASG menurut metode Scheffe terhadap
tinggi anakan bulian menunjukkan bahwa perlakuan ASG 15% berbeda sangat nyata
dengan perlakuan ASG 30% dan ASG 50%, tetapi antara ASG 30% dengan ASG 50%
tidak berbeda nyata, sehingga saran untuk penerapan adalah ASG 30%. Terhadap tinggi anakan gaharu ASG 15% tidak
berbeda nyata dengan ASG 30%, tetapi sangat berbeda nyata dengan ASG 50%.
Perbandingan
diantara perlakuan ASGJ menurut metode Scheffe terhadap
tinggi anakan bulian menunjukkan bahwa perlakuan ASGJ 15% berbeda nyata dengan
perlakuan ASGJ 30% dan ASGJ 50%, tetapi antara perlakuan ASGJ 30% dan ASGJ 50 %
tidak berbeda nyata. Terhadap tinggi
anakan gaharu perlakuan ASGJ 15% tidak berbeda nyata terhadap ASGJ 30%, tetapi
berbeda sangat nyata dengan ASGJ 50%.
C. Pertambahan Diameter Anakan
Penambahan arkoba baik ASG maupun ASGJ pada
media tanam anakan bulian dan gaharu ternyata dapat meningkatkan laju pertambahan
diameter tanaman. Hasil penelitian pertambahan diameter anakan dapat dilihat pada
Tabel 4.
Tabel 4. Rataan pertambahan diameter batang anakan bulian dan gaharu selama
4 bulan
Table 4. Means of bulian (E.zwageri)
and gaharu (A. malaccensis) growth diameter seedlings during 4 month
Perlakuan
(treatment)
|
Pertambahan diameter
(diameter growth), cm
|
|
Bulian (E.zwageri)
|
Gaharu (A. malaccensis)
|
|
B0 (Kontrol/Control)
|
0,26
f
|
0,24
e
|
B1 Kompos (Compost)
15%
|
0,30
ef
|
0,29
de
|
B2 Kompos (Compost)
30%
|
0,32
e
|
0,30
d
|
B3 Kompos (Compost)
50%
|
0,33
e
|
0,34
d
|
B4 ASG (Sawdust
bioactive charcoal compost)15%
|
0,58
d
|
0,61
c
|
B5 ASG (Sawdust
bioactive charcoal compost)30%
|
0,69
c
|
0,69
b
|
B6 ASG (Sawdust bioactive
charcoal compost)50%
|
0,70
c
|
0,71
b
|
B7 ASGJ (Sawdust +
rice straw bioactive charcoal compost)15%
|
0,91
b
|
0,93
ab
|
B8 ASGJ (Sawdust +
rice straw bioactive charcoal compost)30%
|
0,98
a
|
0,94
a
|
B9 ASGJ (Sawdust +
rice straw bioactive charcoal compost)50%
|
1,01
a
|
1,05
a
|
Keterangan
(Remarks) : Angka yang diikuti huruf
sama pada kolom yang sama
tidak berbeda nyata pada uji Duncan taraf 5% (Numbers followed by the same letters in
the same column are not significantly different by Duncan Test)
Pada Tabel 4 dapat diketahui
bahwa perlakuan media yang diberi arkoba (ASG dan ASGJ) menunjukkan pertambahan
diameter batang anakan yang lebih baik jika dibandingkan dengan media yang
dicampur dengan kompos (K) dan kontrol.
Sama halnya dengan pertambahan
tinggi anakan, penambahan arkoba baik ASG maupun ASGJ pada media tanam anakan bulian
dan gaharu juga dapat meningkatkan laju pertambahan diameter batang tanaman. Hal ini juga disebabkan bahwa media yang
dicampur dengan arkoba diketahui mengandung unsur hara makro lebih tinggi, nisbah
C/N yang sesuai serta nilai KTK yang relatif tinggi, sehingga menyebabkan
pertumbuhan tanaman menjadi lebih baik dibandingkan dengan perlakuan media
lainnya. Perlakuan ASGJ relatif lebih
baik dibanding dengan perlakuan ASG. Hal
ini juga berdasarkan kandungan unsur hara yang terkandung, dimana kandungan
hara ASGJ sedikit lebih baik dibanding ASG.
Hal ini mungkin disebabkan karena dalam proses pembuatannya serbuk
gergaji dicampur dengan jerami padi.
Gambar 4.
Pengaruh pemberian arkoba terhadap pertambahan diameter batang anakan bulian (E.zwageri) dan gaharu (A.malaccensis) selama 4 bulan.
Figure 4. The influence of
bioactive charcoal compost addition on diameter
growth of bulian (E.zwageri) and gaharu (A.malaccensis) seedlings until 4 month
Pada Gambar 3 dapat dilihat dengan jelas bahwa pertambahan diameter
batang ke dua jenis anakan yang tumbuh pada media arkoba (B4-B9), 2 - 4 kali lebih
baik dibanding kontrol (Bo) dan kompos biasa (B1-B3). Pertambahan diameter anakan bulian dan gaharu
pada perlakuan B7-B9 lebih tinggi dibanding perlakuan B4-B6. Sama halnya dengan
pertambahan tinggi, untuk penerapan aplikasi selanjutnya, perlakuan B8 lebih
optimal dibanding B9, karena nilai pertambahan hanya berbeda sedikit, sehingga
lebih ekonomis dalam pemakaian arkobanya.
Perbedaan respon yang ditunjukkan oleh tanaman juga disebabkan karena
adanya perbedaan kandungan hara dari masing-masing campuran media, sehingga
akan berakibat pada perbedaan perbaikan kesuburan tanah. Berdasarkan analisis kandungan unsur hara,
perlakuan B7-B9 adalah media yang dicampur dengan ASGJ, dimana kandungan unsur
haranya relatif lebih tinggi dibanding dengan perlakuan B4-B6 yang menggunakan
ASG sebagai campuran media. Hal inilah yang menyebabkan pertambahan diameter
batang anakan pada media ASGJ lebih baik dari diameter batang anakan pada media
ASG dan kompos.
ASGJ adalah arkoba yang dicampur dengan jerami, mempunyai kandungan N
total lebih tinggi dibanding ASG. Hal
ini disebabkan karena jerami adalah sumber bahan organik yang mempunyai N tinggi.
N merupakan unsur hara makro esensial, menyusun sekitar 1,5 % bobot
tanaman dan berfungsi terutama dalam pembentukan protein (Hanafiah, 2005). Menurut Hardjowigeno (2003), Nitrogen dalam
tanah berasal dari: bahan organik tanah, bahan organik halus dan bahan organik
kasar, pengikatan oleh mikroorganisme N dari udara, pupuk, dan air hujan. Sumber
N primer berasal dari atmosfer, dan
lainnya berasal dari aktifitas didalam tanah sebagai sumber sekunder. Fiksasi N
secara simbiotik khususnya terdapat pada tanaman jenis leguminoseae dengan bakteri
tertentu. N bahan organik juga bisa
hilang/berkurang setelah mengalami proses dekomposisi oleh aktifitas jasad
renik tanah. Fungsi
N dalam proses fisiologis tumbuhan adalah untuk pembentukan klorofil, asam
amino, lemak, enzim, dan persenyawaan lain.
Jika pada media tumbuh tanaman tersedia N dalam jumlah cukup, maka
pertumbuhan vegetatif tanaman akan lebih baik dan cepat.
Hasil analisis statistik
menunjukkan bahwa faktor media (B) memberikan perbedaan nyata terhadap
pertambahan diameter batang ke dua jenis anakan. Dari Tabel
5 dapat diketahui bahwa kombinasi
perlakuan media, berpengaruh nyata terhadap pertambahan diameter batang anakan
bulian (E zwageri) dan gaharu (A. malaccensis).
Diketahui bahwa keberadaan
arang dalam arkoba memberikan pengaruh yang nyata terhadap pertambahan tinggi
maupun batang anakan. Hal ini disebabkan
karena arang mempunyai beberapa kelebihan antara lain: mempunyai pori-pori yang
dapat menyerap dan menyimpan air
serta unsur hara (Gusmailina et al., 2002). Keunggulan arkoba lainnya
adalah karena keberadaan arang yang menyatu dalam kompos, yang bila diberikan
pada tanah ikut andil dan berperan sebagai agent
pembangun kesuburan tanah, sebab arang
mampu meningkatkan pH tanah sekaligus
memperbaiki sirkulasi air dan udara di dalam tanah (Gusmailina et al., 2002).
Penambahan arkoba pada media
tumbuh, dapat meningkatkan porositas dan kesuburan, gembur dan subur, jumlah
bulu akar sehingga pertumbuhan tanaman
akan lebih baik dan sempurna.
Hasil penelitian Komarayati et al.,
(2001), menunjukkan bahwa arang kompos bila dicampurkan pada tanah akan
memperbaiki kondisi fisik, kimia dan biologi tanah serta sistim perakaran tanaman. Hal ini disebabkan karena arkoba dapat
menambah ketersediaan unsur hara tanah, meningkatkan pH dan nilai KTK tanah. Arkoba mempunyai sifat yang lebih baik dari
kompos biasa karena keberadaan arang yang menyatu dalam kompos. Morfologi arang yang mempunyai pori sangat efektif untuk mengikat dan
menyimpan hara. Hara tersebut dilepaskan
secara perlahan sesuai dengan konsumsi dan kebutuhan tanaman (efek slow
release). Karena itu hara tersebut tidak mudah tercuci, sehingga lahan akan selalu berada dalam
kondisi siap pakai. Pernyataan ini
didukung beberapa hasil penelitian yang
telah dilakukan oleh Gusmailina et al.,
2000 ; Gusmailina et al., 2002 ;
Gusmailina et al., 2000 ; Komarayati et al., 2003 ; Komarayati et al., 2004 dan Komarayati, 2004).
Hasil uji lanjut menurut metode
Scheffe, perbandingan antara B0
(kontrol) dengan gabungan
perlakuan sangat berbeda nyata terhadap pertambahan diameter batang
ke dua jenis anakan. Demikian juga perbandingan
antara perlakuan K (kompos) dengan ASG dan ASGJ sangat berbeda nyata. Perbandingan diantara perlakuan K 15% dengan
K 30% juga menunjukkan pengaruh yang sangat nyata. Untuk
pertambahan diameter anakan bulian perlakuan K 15% berbeda nyata dengan K 30%, sangat
berbeda nyata dengan K 50%. Perlakuan K
30% berbeda nyata dengan K 15% dan K 50%.
Terhadap pertambahan diameter anakan gaharu K 15% tidak berbeda nyata dengan K 30%, tapi
sangat berbeda nyata dengan K 50%. K 30%
tidak berbeda nyata dengan K 15%, tapi berbeda sangat nyata dengan K 50%. K 50% berbeda sangat nyata dengan K 155 dan k
30%.
Perlakuan ASG terhadap pertambahan diameter anakan bulian menunjukkan bahwa
perlakuan ASG 15% berbeda sangat nyata dengan perlakuan ASG 30% dan ASG 50%. Antara ASG 30% dan ASG 50% berbeda nyata, sehingga saran untuk penerapan
adalah ASG 30%. Terhadap tinggi anakan gaharu ASG 15% berbeda sangat
nyata dengan ASG 30% dan ASG 50%. ASG
30% berbeda nyata dengan ASG 15%, tetapi
tidak berbeda nyata dengan ASG 50%. ASG
50% tidak berbeda nyata dengan ASG 30%, tapi sangat berbeda nyata dengan ASG 15%.
Perbandingan
diantara perlakuan ASGJ menurut metode Scheffe terhadap
tinggi anakan bulian menunjukkan bahwa perlakuan ASGJ 15% berbeda sangat nyata
dengan perlakuan ASGJ 30% dan ASGJ 50%, tetapi perlakuan ASGJ 30% dan ASGJ 50 %
tidak berbeda nyata. Terhadap tinggi
anakan gaharu perlakuan ASGJ 15% tidak berbeda nyata terhadap ASGJ 30%, tetapi
berbeda sangat nyata dengan ASGJ 50%.
ASGJ 30% tidak berbeda nyata dengan ASGJ 15%, tetapi berbeda sangat
nyata dengan ASGJ 50%.
IV. KESIMPULAN
1.
Secara
keseluruhan pertumbuhan anakan bulian dan gaharu pada media arkoba lebih baik
dari media lainnya.
2.
Persentase
tumbuh anakan bulian (E. Zwageri) dan
gaharu (A. malaccensis) pada media
arkoba serbuk gergaji (ASG) dan arkoba serbuk gergaji + jerami padi (ASGJ) 100%,
sedangkan pada media kompos gaharu 89% dan bulian 93%, dibanding kontrol (81-87%).
3.
Pemberian
arkoba ASG dan ASGJ berpengaruh nyata terhadap pertambahan tinggi dan diameter
anakan bulian dan gaharu
4.
Perlakuan
ASG dan ASGJ dapat meningkatkan pertambahan tinggi dan diameter anakan masing-masing
2 dan 4 kali lipat dibanding kontrol.
5.
Perlakuan
B9 (ASGJ 50%) merupakan campuran ideal, namun untuk penerapan dalam praktek selanjutnya
perlakuan B8 (ASGJ 30%) lebih ekonomis dan efisien.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2000. Pedoman pengharkatan hara
kompos. Laboratorium Natural Products, SEAMEO – BIOTROP. Bogor.
Gusmailina ; G. Pari dan S.
Komarayati. 2000. Teknik penggunaan arang sebagai “ Soil Conditioning” pada
tanaman. Laporan Proyek Pusat Penelitian Hasil Hutan. Badan Litbang Kehutanan.
Bogor (Tidak diterbitkan).
Gusmailina, Gustan Pari dan Sri
Komarayati. 2002 (a). Pedoman Pembuatan
Arang
Kompos. Pusat Penelitian dan
Pengembangan Teknologi Hasil Hutan. Badan
Penelitian dan Pengembangan Kehutanan. Bogor. ISBN: 979-3132-27
Gusmailina ; S. Komarayati
; G. Pari dan D. Hendra. 2002. Arang serbuk gergaji memperbaiki kesuburan tanah. Prosiding Seminar
Nasional dan Pameran Pertanian Organik. Badan Litbang pertanian. Jakarta. 2-3 Juli. Hal 43.
Gusmailina ; G. Pari dan S.
Komarayati. 2002 (b). Kajian
Teknis dan Implementasi Produksi POSG (Pupuk Organik Serbuk Gergaji). Laporan
Kerjasama antara P3THH Bogor, JIFPRO Jepang, Dinas Kehutanan Propinsi Tk I
Jambi dan Koperasi Sawmill Siginjai, Sengeti – Muaro Jambi, Jambi. (Tidak
diterbitkan)
Gusmailina, S. Komarayati,
G. Pari dan M. Ali. 2005. Mengenal manfaat arang dan arang kompos. 17 Pebruari
2005. Diskusi Intern BP2HT-IBB, Palembang.
Gusmailina., Saepulloh. ;
Mahpudin. ; S. Komarayati. 2006. Aplikasi dan diseminasi arang kompos bio
aktif; Teknologi inovatif untuk
mendukung gerhan dan pembangunan kehutanan yang berkesinambungan. Gelar Teknologi, Cianjur 13 Desember 2006. Kerjasama Pusat Penelitian dan Pengembangan
Hasil Hutan dengan Dinas Kehutanan Kabupaten Cianjur.
Gusmailina. 2007.
Mengeliminasi Kemungkinan Kegagalan GERHAN Melalui teknologi
dan Aplikasi Arang Kompos Bioaktif.
Buku panduan dalam rangka Pelatihan
Peningkatan Pelatihan peningkatan Kualitas arang Kompos Bioaktif di
Kabupaten
Garut. 12 Desember 2007. Kerjasama Dinas Kehutanan Kabupaten Garut
dengan
KopKar GEPAK Wira Satria Sejati.
Gusmailina. 2007.
Pembuatan arang dan arang kompos dari limbah PLTB. Makalah
pada
Acara Gelar Teknologi Penyiapan Lahan Tanpa Bakar (PLTB). Palembang 29
Nopember Kerjasama. Puslitbang
Hutan Tanaman dan Balai Penelitian Kehutanan
Palembang.
Gusmailina dan S. Komarayati. 2008.
Teknologi inovasi penanganan limbah industri pulp
dan kertas menjadi arang kompos bioaktif. Prosiding seminar Teknologi Pemanfaatan
Limbah Industri Pulp dan Kertas Untuk Mengurangi Beban Lingkungan. Bogor
24 November. Pusat Penelitian dan
Pengembangan Hasil Hutan, Bogor. Hal:18-30
Gusmailina. 2009.
Arang kompos bioaktif; inovasi
teknologi pemanfaatan limbah dalam
rangka menunjang pembangunan kehutanan yang berkesinambungan.Makalah Gelar
Teknologi Palembang, 4 Mei 2009.
Kerjasama Puslitbang Hutan Tanaman dan Balai
Penelitian Kehutanan Palembang. Muara Enim, Palembang.
Hakim N,
M.Y. Nyakpa, A.M Lubis, S.G Nogroho, M.R. Saul, M.A. Diha, Go Bang Hong, H.H.
Bailey, 1986, Dasar-Dasar Ilmu Tanah , Penerbit Universitas Lampung,
Lampung
Hanafiah, K. A., A. Napoleon, N Ghofur.
2005. Biologi Tanah Ekologi & Mikrobiologi
Tanah. Penerbit Rajawali Pers. pp184. Jakarta
Hardjowigeno, 2003, Klasifikasi Tanah Dan
Pedogenesis. Penerbit Akademika Presindo,
Jakarta
Komarayati, S. ; Gusmailina
dan G. Pari. 2001. Pemanfaatan
limbah kulit kayu dan serasah tusam untuk kompos dan arang kompos. Laporan
Hasil Penelitian. Proyek DIK-S. Sumber Dana Reboisasi. Tahun Anggaran
2001.
Komarayati, S. ; Gusmailina
dan G. Pari. 2002. Pembuatan
kompos dan arang kom-pos dari serasah dan kulit kayu tusam. Buletin Penelitian
Hasil Hutan. 20 (3) : 231 – 242. Pusat Litbang Teknologi Hasil Hutan, Bogor.
Komarayati, S. ; Gusmailina
dan G. Pari. 2003. Aplikasi arang kompos pada anakan tusam (Pinus merkusii). Buletin Penelitian Hasil Hutan. 21 (1) : 15 – 21.
Pusat Litbang Teknologi Hasil Hutan. Bogor.
Komarayati, S. 2004.
Penggunaan arang kompos pada media tumbuh anakan mahoni. Jurnal Penelitian Hasil Hutan. 22 (4) : 193 – 203.
Pusat Litbang Teknologi Hasil Hutan. Bogor.
Komarayati, S ; Gusmailina
dan G.Pari. 2004. Application of compost charcoal on two species of
forestry plants. Voluntary paper. Proceeding of The International Workshop on “
Better Utilization of Forest Biomass for Local Community and Environment” Bogor. 16 -17 Maret. Pusat Litbang Hasil Hutan dan JIFPRO.
Leiwakabessy, F.M. 1988.
Kesuburan Tanah. Jurusan Tanah
Fakultas Fakultas Pertanian. Institut
Pertanian Bogor. Bogor.
Steel, R.G.D. dan Torrie, J.H. 1991. Prinsip
dan Prosedur Statistika (Terjemahan) PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Lampiran
Hasil uji lanjut perbandingan B0 (kontrol) dengan semua perlakuan (ASG dan
ASGJ) serta analisis perbandingan diantara masing-masing perlakuan dengan
menggunakan cara Scheffe.
(Result of Scheffe method of
camparison B0 (control) with all treatment (ASG and ASGJ) and comparison among
treatments)
B0
|
ASG
|
ASGJ
|
|
Y1
|
||
0,0001
|
0,0010
|
|||||
K
|
15 %
|
0,0001
|
0,0001
|
|||
30 %
|
0,0001
|
0,0001
|
||||
50 %
|
0,0001
|
0,0001
|
||||
|
K 15 %
|
K 30 %
|
K 50 %
|
|||
K
|
15 %
|
-
|
0,2141
|
0,005
|
||
30 %
|
0,2141
|
-
|
0,0016
|
|||
50 %
|
0,005
|
0,0016
|
-
|
|||
|
ASG 15 %
|
ASG 30 %
|
ASG 50 %
|
|||
ASG
|
15 %
|
-
|
0,0001
|
0,0001
|
||
30 %
|
0,0001
|
-
|
0,8429
|
|||
50 %
|
0,0001
|
0,8429
|
-
|
|||
|
ASGJ 15 %
|
ASGJ 30 %
|
ASGJ 50 %
|
|||
ASGJ
|
15 %
|
-
|
0,0026
|
0,0003
|
||
30 %
|
0,0026
|
-
|
0,0560
|
|||
50 %
|
0,0003
|
0,0560
|
-
|
|||
|
||||||
B0
|
ASG
|
ASGJ
|
|
Y2
|
||
0,0001
|
0,0004
|
|||||
K
|
15 %
|
0,0001
|
0,0001
|
|||
30 %
|
0,0001
|
0,0001
|
||||
50 %
|
0,0001
|
0,0001
|
||||
|
K 15 %
|
K 30 %
|
K 50 %
|
|||
K
|
15 %
|
-
|
0,1836
|
0,00218
|
||
30 %
|
0,1836
|
-
|
0,0038
|
|||
50 %
|
0,0218
|
0,0038
|
-
|
|||
|
ASG 15 %
|
ASG 30 %
|
ASG 50 %
|
|||
ASG
|
15 %
|
-
|
0,0123
|
0,0014
|
||
30 %
|
0,0123
|
-
|
0,0832
|
|||
50 %
|
0,0014
|
0,0832
|
-
|
|||
|
ASGJ 15 %
|
ASGJ 30 %
|
ASGJ 50 %
|
|||
ASGJ
|
15 %
|
-
|
0,0298
|
0,0058
|
||
30 %
|
0,0298
|
-
|
0,2283
|
|||
50 %
|
0,0058
|
0,2283
|
-
|
|||
|
|
|
|
|||
|
||||||
B0
|
ASG
|
ASGJ
|
|
Y 3
|
||
0,0001
|
0,0231
|
|||||
K
|
15 %
|
0,0001
|
0,0001
|
|||
30 %
|
0,0001
|
0,0001
|
||||
50 %
|
0,0001
|
0,0001
|
||||
|
K 15 %
|
K 30 %
|
K 50 %
|
|||
K
|
15 %
|
-
|
0,0213
|
0,0035
|
||
30 %
|
0,0213
|
-
|
0,1731
|
|||
50 %
|
0,0035
|
0,1731
|
-
|
|||
|
ASG 15 %
|
ASG 30 %
|
ASG 50 %
|
|||
ASG
|
15 %
|
-
|
0,0002
|
0,0001
|
||
30 %
|
0,0002
|
-
|
0,4853
|
|||
50 %
|
0,0001
|
0,4853
|
-
|
|||
|
ASGJ 15 %
|
ASGJ 30 %
|
ASGJ 50 %
|
|||
ASGJ
|
15 %
|
-
|
0,0122
|
0,0023
|
||
30 %
|
0,0122
|
-
|
0,1796
|
|||
50 %
|
0,0023
|
0,1796
|
-
|
mau yang asik ? ayam bangkok petarung
BalasHapusKlik dulu baru bisa rasakan ayam bangkok
BalasHapus