POTENSI SENYAWA AKTIF TUMBUHAN MALUA (Brucea javanica (L.) Mess) SEBAGAI
SUMBER BIOFARMAKA DAN BIOPESTISIDA ASAL HUTAN *)
Oleh : Zulnely**), Gusmailina**)
dan Evi Kusmiyati***)
Pusat
Litbang Keteknikan Kehutanan dan Pengolahan Hasil Hutan (PUSTEKOLAH), Badan
Litbang Kehutanan, Jalan Gunung Batu No. 5. Telp/Fax (0251) 8633378; 8633413.
Bogor.
Email : gsmlina@gmail.com
RINGKASAN
Tumbuhan malua (Brucea javanica
(L.) Mess) banyak tersebar di seluruh Indonesia sehingga mempunyai banyak nama
daerah, seperti dadih – dadih, tambursipago, tamban bui, malua, melur (
sumatera ), kendang pencang, kipades, trawalot (Jawa), tambara marica, amber
marica (sulawesi) dan nagas (Maluku),. sering dijumpai pada belukar di tepi
sungai, hutan jati, hutan sekunder, juga ada yang menanam sebagai tanaman
pagar. Tumbuhan
ini dapat hidup pada daerah dengan ketinggian 0,5-550 m dpl. Masyarakat desa
banyak menggunakan tumbuhan ini sebagai obat untuk mengobati berbagai jenis penyakit,
mulai dari akar daun dan buahnya. Buah malua merupakan antiseptik kuat dan
amuba, mikro organisme penyebab malaria, parasit di rongga usus dan
mikroorganisme penyebab infeksi pada organ kewanitaan (vagina).
Beberapa studi
pendahuluan menunjukkan bahwa tumbuhan ini selain berpotensi sebagai sumber
Biofarmaka, juga memiliki potensi untuk dikembangkan sebagai sumber biopestisida
baru. Hasil analisis pendahuluan
terhadap buah Malua dengan menggunakan Py-GC-MS (Pyrolisis Spektrometri Massa
Kromatografi Gas) menunjukkan bahwa buah Malua mengandung 10 komponen utama
bahan aktif yaitu: 9-Octadecenamide, Aziridine, Carbamic acid,
2,4,4-Trimethylbut, Cyclohexanone, 9-Octadecenoic acid,
2,6-Dimethyl-7-Octen-3-OL, Benzonitrite, Undecyl 5-Bromovalerate, dan
Hexanamide. Dari hasil analisis ternyata
buah malua benar berpotensi sebagai bahan
untuk pengembangan biopestisida, karena mengandung Aziridine sebesar
18,10%. Tulisan ini menyajikan informasi
tentang potensi senyawa organik alam dari tumbuhan Malua selain sebagai sumber
biofarmaka juga sebagai sumber biopestisida, yang diharapkan dapat digunakan
sebagai dasar bagi penelitian-penelitian selanjutnya.
Kata kunci
: Malua (Brucea javanica (L.) Mess), buah, analisis, bahan aktif, potensi,
biofarmaka, biopestisida
=====================================================================================
*) Disampaikan sebagai makalah poster pada
Seminar Nasional XVII Masyarakat Peneliti Kayu Indonesia (MAPEKI) 11 November
2014 di Hotel Garuda Plaza,
Jalan Sisingamangaraja 18 Medan, Sumatera Utara. Indonesia.
**) Peneliti pada PUSTEKOLAH (Pusat Litbang
Keteknikan Kehutanan dan Pengolahan Hasil Hutan), Badan Litbang Kehutanan, Kementerian
Kehutanan. Jalan Gunung Batu No. 5.
Telp/Fax (0251) 8633378; 8633413. Bogor.
Email : gsmlina@gmail.com
***)
Teknisi Litkayasa pada PUSTEKOLAH
(Pusat Litbang Keteknikan Kehutanan dan Pengolahan Hasil Hutan), Badan Litbang
Kehutanan, Kementerian Kehutanan. Jalan
Gunung Batu No. 5. Telp/Fax (0251) 8633378; 8633413. Bogor.
I. PENDAHULUAN
Tumbuhan malua (Brucea javanica
(L.) Mess) dikenal juga sebagai melur atau buah makasar, merupakan salah jenis
yang termasuk ke dalam Familia Simaroubaceae.
Famili Simaroubaceae merupakan jenis tumbuhan yang dilaporkan mengandung
bahan pestisida (Grainge & Ahmed, 1988).
Tumbuhan ini banyak tersebar di seluruh Indonesia sehingga mempunyai
banyak nama daerah, seperti tambursipago, tamban bui, malua, melur,
tampar(sumatera), kendang pencang, kipades, trawalot (Jawa), tambara marica,
amber marica (sulawesi) dan nagas (Maluku). Sering dijumpai pada belukar di
tepi sungai, hutan jati, hutan sekunder, juga ada yang menanam sebagai tanaman
pagar. Tumbuhan ini dapat hidup pada daerah dengan ketinggian 0,5-550 m dpl.
Masyarakat desa banyak menggunakan tumbuhan ini sebagai obat untuk mengobati berbagai
jenis penyakit, mulai dari akar daun dan buahnya. Buah malua merupakan
antiseptik kuat dan amuba, mikro organisme penyebab malaria, parasit di rongga
usus dan mikroorganisme penyebab infeksi pada organ kewanitaan (vagina). Tumbuhan ini mengandung banyak zat bioaktif
yang termasuk dalam dua golongan senyawa, yaitu alkaloid dan quassinoid.
Canthin-6-one adalah salah satu senyawa yang tergolong alkaloid (Liu et al., 1990), sedangkan golongan
quassinoid antara lain meliputi bruceolide, bruceine A, B, dan C. Kemudian juga
ditemukan kandungan bruceine D, E, F, dan G, serta bruceantin, bruceantinol,
bruceantarin, dehidrobruceantol, dan brusatol (Roberts, 1994).
Salah satu spesies Simaroubaceae yang banyak ditemui
di Indonesia khususnya Sumatera adalah
Brucea javanica. Secara tradisional tumbuhan ini telah lama
digunakan sebagai obat tradisional untuk mengatasi keluhan sakit pinggang,
panas dalam, dan luka. Sari
buah B. javanica memiliki daya anti cacing. Air rebusan 10% b/v
menunjukkan efek yang nyata terhadap cacing Ascaridia galli (cacing
gelang pada ayam). Guo et al., (2005) mengidentifikasi quasinoid dari B.
javanica yaitu bruseosida C, D, E, dan F tetapi aktivitasnya terhadap
serangga hama belum pernah dilaporkan. Sebagai biopestisida Lina (2007) melakukan
uji pendahuluan ekstrak air buah melur yang mengandung latron 0,5% dan metanol
1% terhadap larva Spodoptera litura instar 3 dan C. pavonana instar
2. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa ekstrak air buah melur konsentrasi 5%
bersifat toksik dan menghambat makan S.litura, efek toksik pada C.
pavonana bahkan mencapai 100%.
II. PROFILE TUMBUHAN MALUA (BRUCEA JAVANICA (L.) MESS)
Profile
tumbuhan Malua berupa semak,perdu tegak, tinggi, menahun yang tumbuh meliar di hutan. Tumbuhan ini bisa juga
disebut pohon kecil mengingat tumbuhan ini
dapat mencapai 10 m, sangat pahit, dan beracun. (Wikipedia Indonesia). Daunnya
tunggal, dengan pertulangan daun menyirip, jumlah anak daunnya 5-13, letaknya
berhadapan (Dharma, 1987) dan tersusun spiral.Helaian daunnya berbentuk bulat
telur lonjong hingga lanset memanjang, ujungnya runcing, pangkalnya berbentuk
baji, tepinya bergerigi kasar, permukaan atas berwarna hijau, sedangkan
permukaan bawahnya berwarna hijau muda. Panjangnya 5-10 cm, dan lebarnya 2-4.Tulang
daun sekunder tidak bercabang dan berakhir di kelenjar daun (Dalimartha, 2000).
Perbungaannya muncul dari
ketiak daun, berbulu, menggarpu kecil. Adapun, tumbuhan ini berkelamin dua, dan
terletak dalam malai yang padat, dengan warna ungu. Buahnya termasuk buah batu berbentuk bulat
telur, dengan panjang 8 mm. Jika sudah masak, berwarna
hitam, dan bijinya bulat, dan berwarna putih. Dalam sebuah penelitian, barulah
diketahui seumpama dalam sebatang cabang, buah makasar menghasilkan 322,9 buah,
dan dalam sebatang pohon, buah makasar menghasilkan
2292 buah. Buah muda berwarna hijau dan setelah tua berwarna hijau-coklat
(Utami, 2011). Fase pembungaan,
pembentukan, dan pemasakan buah selama berturut-turut adalah 28, 47, dan 49
hari.
Tumbuhan ini tumbuh tersebar
dari Sri Lanka, India mengarah ke Indo Cina, Cina selatan, Taiwan, Thailand, Malesia ke Australia utara, tumbuhan
ini jarang ditemui di Maluku, Papua, dan Guinea Baru. Dahulu, di Kalimantan Tengah dan Sulawesi Selatan banyak ditemui buah makasar. Namun, buah makasar kini jarang
ditemui. Di Jabodetabek, buah makasar hanya ditemui di
kebun-kebun milik industri pembuahtan jamu.[8]
Persebaran yang terpecah-pecah di Malesia timur menandakan bahwa pohon ini
telah diintroduksikan oleh orang beberapa tahun yang lalu. Dari sini, kemudian diintroduksikan lagi ke Mikronesia dan Fiji.(Hidayat, 2005
III. KEGUNAANNYA DAN POTENSI BIOFARMAKA DAN BIOPESTISIDA
A. POTENSI BIOFARMAKA
Beberapa informasi menyebutkan bahwa buah malua dapat menurunkan kadar gula
darah penderita diabetes melitus. Akarnya digunakan untuk pengobatan malaria, keracunan makanan, dan demam. Daunnya digunakan untuk
mengatasi sakit pinggang. Menurut laporan awal, buah makasar
mengandung brusamarin, kosamin, yatanin, brusealin, glukosa, dan yatanosida
A dan B.[2] Tumbuhan ini
juga mengandung fenol
(seperti brusenol, dan asam bruseoleat) Bijinya mengandung
brusatol, dan brusein A,B,C,D,E,G, dan H. Daging buahnya mengandung minyak lemak, asam oleat,
asam linoleat, asam stearat, dan asam palmitoleat. Buah dan daunnya mengandung tanin Dharma, 1987). Di Kalimantan,
biji buah makasar dimakan untuk meringankan masalah pencernaan pada perut. Di Indonesia
sendiri, buah makasar dimakan untuk menghentikan pendarahan pada usus. Sedangkan, lumatan
buah makasar di masyarakat kampung Gunung Dieng, Wonosobo,
diminum seperti kopi
dan diminum (Hidayat, 2005).
Dharma (1987), mengemukakan bahwa kosamin
dalam dosis lemah berrsifat emetokatartik dan kolagoga serta bersifat membunuh nematoda
dan taenia pada anjing.
Juga bersifat antibiotik, dan mencegah penggumpalan darah. Namun, dalam dosis
besar, ia dapat memnyebabkan kematian. Yatanin diketahui bersifat protozoasidal
(pembunuh protozoa)
tanpa adanya efek samping. Yatanosida yang diisolasi pada tahun 1945 menyebabkan reaksi keracunan akut
dan bahkan menyebabkan kematian pada hewan ujicoba. Pemberian secara oral dan
sedang banyaknya, juga menyebabkan kematian.[2]
University of North Carolina (AS)
menemukan zat yang bersifat anti-leukimia dari biji buah makasar, seperti bruseosida dan
brusein. Universitas London mengisolasi zat sitostatik
(bruceolid, seperti bruseolid-A) dari akar, buah, dan pepagan
buah makasar yang didapati dari Fiji (Dharma, 1987).
WHO (1999)
melaporkan bahwa ekstrak biji Brucea javanica
efektif sebagai amubisida, aktif terhadap Entamoeba histolytica. Potensi tersebut diperkirakan karena
terjadinya penghambatan sintesis protein parasit malaria. Di samping itu
ekstrak biji Brucea javanica aktif
terhadap Shigella shiga, S.Boydii, Salmonella derby, Salmonella
typhi tipe II, Vibrio cholerae inaba,
dan Vibrio cholerae ogawa.
Brusatol yang diisolasi dari biji dilaporkan efektif untuk penyembuhan
disentri. Dari hasil penelitian in vitro maupun in vivo diketahui bahwa ekstrak
buah malua berefek sebagai antiplasmodia. Secara in vitro diketahui bahwa
keberadaan bruseantin berefek positif terhadap Plasmodim falciparum yang resisten terhadap klorokuin. Efek positif
ekstrak malua ditemukan pula pada Plasmodium
berghei secara in vivo pada percobaan dengan mencit. IC50 dari sembilan macam senyawa kuasinoid
terhadap Plasmodium falciparum K-1
(resisten terhadap klorokuin) pada pemberian secara oral berkisar antara
0,0046-0,0008 mg/ml. Empat dari kesembilan senyawa tersebut juga aktif terhadap
Plasmodium berghei secara in vivo
setelah pemberian secara oral.
Efektivitas
bruseolid yang ditemukan dalam Brucea
javanica terhadap Plasmodium berghei
lebih tinggi bila dibanding klorokuin pada percobaan in vivo dengan mencit. Di
samping itu ditemukan pula adanya aktivitas sitotoksik suatu golongan kuasinoid
hasil isolasi dari Brucea javanica.
Aktivitas antidisentri hasil pengujian klinik ekstrak buah Brucea javanica kurang efektif bila dibandingkan dengan emetin
(Dharma, 1987).
Buah malua
mengandung asam oleat, brusein A & B yang berkhasiat antikanker pada
Ehrlich ascitic, cancer, sarcoma37, sarcoma180, servix
cancer14, Walker
carcinoma256, leucemia1210, dan leucemia388
pada binatang. Juga menghambat sintesa DNA pada sel kanker, mempertinggi daya
fagositosis dari makrofag dan merangsang pembentukan sel darah pada sumsum
tulang. Buah malua menjadi salah satu bahan herbal yang dapat menyembuhkan
kanker payudara. Subeki dosen Teknologi Hasil Pertanian Universitas Lampung
berhasil membuat buah makasar menjadi obat yang dapat menyembuhkan kanker
payudara. Penelitiannya ini juga sudah diuji dan berhasil (Utami, 2011).
Berdasarkan
berbagai literatur yang mencatat pengalaman secara turun-temurun dari berbagai
negara dan daerah, tanaman ini dapat menyembuhkan penyakit-penyakit sebagai
berikut :
- Disentri amuba. 10-15 biji digiling halus, masukkan kedalam kapsul untuk sekali minum. Sehari 3 kali selama 7 - 10 hari.
- Disentri, air kemih dan tinja berdarah karena panas. Biji (25 -50) digiling halus lalu dimasukkan kedalam kapsul, minum dengan air gula putih.
- Malaria. Akar, 15 - 20 gram digodok, minum.
- Wasir. 7 biji dilapisi buah longan, telan.
- Keputihan karena trichomonas. Biji 20 digodok dengan 400 cc air bersih didalam pot tanah, sampai tersisa 100 cc, untuk cuci kemaluan (disemprotkan dengan alat), setiap kali 20 - 40 cc. Bila sakitnya ringan cukup satu kali, sedangkan kelainan yang berat dilakukan 2 - 3 kali.
- Kanker ; Ehrliich ascitic cancer, sarcoma 37, sarcoma 180, cervic cancer 14, Walker carcinoma256, leucemia 1210 dan leucemia 388. ( Kanker kerongkongan, Lambung, Rectum, Paru-paru, Serviks, Kulit dan Leukimia ). Penggunaan buah segar atau kering. Dibuat serbuk, masukkan kapsul 1,5 – 2 gram, makan 2- 3 kali sehari. (Saran penggunaan kapsul 3x3 kapsul per hari, minum banyak air ). Sudah tersedia dalam bentuk obat suntik, infus dan emulsi untuk minum.
B. POTENSI BIOPESTISIDA
Beberapa penelitian pengujian buah malua sebagai
bipestisida menunjukkan posiif dan berpotensi untuk dikembangkan antara lain
Agus (2012) yang menyimpulkan bahwa pemberian perlakuan ekstrak buah Brucea javanica terlihat nyata
menghambat pertumbuhan dan perkembangan larva H.vitessoides. Ekstrak buah Brucea javanica baik yang berasal dari
buah muda, tua, maupun buah kering pada konsentrasi 50 g/l nyata efektif
mematikan larva pemakan daun gaharu Heortia
vitessoides dengan kisaran mortalitas 73,3–95,5% sejak dua hari setelah
diaplikasikan. Bahkan ekstrak buah kering telah mematikan seluruh serangga uji
pada hari ke-3 setelah aplikasi. Selain hal itu juga diketahui bahwa pada 2
hari setelah aplikasi, ekstrak buah tua dan buah kering memiliki pengaruh
antifeedant terhadap larva H.vitessoides
sebesar 68–70% berdasarkan bobot daun dan 74–77% berdasarkan luas daun yang
dimakan. Lebih lanjut akibat perlakuan
ekstrak buah Brucea tersebut
hanya kurang dari 10% larva uji yang dapat menjadi pupa
dan tidak satu pun yang mencapai tahap imago.
Demikian juga dengan hasil
penelitian Lina (2009), menyimpulkan bahwa buah malua memiliki aktivitas tertinggi terhadap C. pavonana
Senyawa metabolit sekunder diklasifikasikan menjadi 3 kelompok utama, yaitu:- Terpenoid (Sebagian besar senyawa terpenoid mengandung karbon dan hidrogen serta disintesis melalui jalur metabolisme asam mevalonat.) Contohnya monoterpena, seskuiterepena, diterpena, triterpena, dan polimer terpena.
- Fenolik (Senyawa ini terbuat dari gula sederhana dan memiliki cincin benzena, hidrogen, dan oksigen dalam struktur kimianya.) Contohnya asam fenolat, kumarina, lignin, flavonoid, dan tanin.
- Senyawa yang mengandung nitrogen.[2] Contohnya alkaloid dan glukosinolat.[3]
Sebagian besar tanaman penghasil senyawa metabolit
sekunder memanfaatkan senyawa tersebut untuk mempertahankan diri dan
berkompetisi dengan makhluk hidup lain di sekitarnya.[2]
Tanaman dapat menghasilkan metabolit sekunder (seperti: quinon, flavonoid, tanin, dll.) yang
membuat tanaman lain tidak dapat tumbuh di sekitarnya.[2]
Hal ini disebut sebagai alelopati.[2]
Berbagai senyawa metabolit sekunder telah digunakan sebagai obat atau model
untuk membuat obat baru, contohnya adalah aspirin yang
dibuat berdasarkan asam salisilat yang secara alami terdapat pada
tumbuhan tertentu.[2]
Manfaat lain dari metabolit sekunder adalah sebagai pestisida dan
insektisida,
contohnya adalah rotenon dan rotenoid.[2]
Beberapa metabolit sekunder lainnya yang telah digunakan dalam memproduksi
sabun, parfum, minyak herbal, pewarna, permen karet, dan plastik alami adalah
resin, antosianin, tanin, saponin, dan minyak volatil.
DAFTAR PUSTAKA
Agus M.
Hariri. 2012. Mortalitas, Penghambatan Makan Dan
Pertumbuhan Hama Daun Gaharu Heortia Vitessoides Moore Oleh Ekstrak Buah Brucea
Javanica (L.) Merr. . HPT Tropika. ISSN
1411-7525. Vol. 12, No. 2: 119 – 128, September 2012
Dalimartha, S. 2000). Atlas
Tumbuhan Obat Indonesia 2. Jakarta:
Trubus Agriwidya. ISBN 979-661-065-5.
Dharma,
A.P. (1987). Indonesian Medicinal Plants [Tanaman-Tanaman Obat
Indonesia] (dalam bahasa Inggris). Jakarta:
Balai Pustaka.
ISBN 979-407-032-7.
Hidayat,
Syamsul (2005). Ramuan Tradisional ala 12 Etnis Indonesia
(dalam bahasa Indonesia).
Jakarta:
Penebar Swadaya. ISBN 979-489-944-5.
Lina EC, Arneti, Prijono D
& Dadang. 2010. Potensi insektisida
melur (Brucea javanica L. Merr.) dalam mengendalikan hama kubis Crocidolomia
pavonada (F.) (Lepidoptera: Crambidae) dan Plut ella xylostella
(L.) (Lepidoptera: Yponomeutidae). J. Natur Indonesia 12(2):109-116.
Liu KCS, Yang SL, Roberts MF & Phillipson JD.
1990. Canthin-6-one alkaloids from cell suspension cultures of
Brucea javanica. Phytochemistry 29 (1): 141-143
Roberts MF. 1994. Brucea spp.: In vitro culture and
production of canthinone alkaloids and other secondary metabolites.In Bajaj
YPS. (Ed.) Medicinal and Aromatic Plants .Springer-Verlag, Berlin,
Heidelberg. p.
21-45
Utami,
Ning Wikan (2011). "Fekunditas
Brucea javanica (L.) Merr. di Kawasan Ilmiah Cimanggu, Bogor".
Majalah Obat Tradisional 13 (45): 101–107.
ayam tarung
BalasHapus