Senin, 07 Maret 2016

PEMANFAATAN LIMBAH PENYULINGAN NILAM UNTUK ARKOBA (ARANG KOMPOS BIOAKTIF



PEMANFAATAN LIMBAH PENYULINGAN NILAM UNTUK ARKOBA
(ARANG KOMPOS BIOAKTIF ) *)

Oleh :  Gusmailina dan Sri Komarayati **)



ABSTRAK
Limbah penyulingan minyak nilam seringkali menjadi masalah bagi penyuling, terutama bagi penyulingan dengan kapasitas besar. Kondisi ini akan membutuhkan lahan bagi tempat buangannya yang pada akhirnya akan mengotori dan mencemari lingkungan.  Selain itu tumpukan limbah yang menggunung akan beresiko tempat berkembangnya hama yang kemudian dapat menyerang tanaman sekitarnya.
Limbah hasil penyulingan nilam masih mempunyai unsur hara yang tinggi dan berpotensi untuk dimanfaatkan kembali sebagai bahan baku kompos, atau arkoba (arang kompos bioaktif). Teknologi pengomposan yang tepat, cepat dan efisien akan menghasilkan arkoba yang bermutu tinggi. Selain itu, senyawa alelopati yang kadang kala terdapat di dalam terna tersebut biasanya berkurang atau bahkan hilang selama masa prosesing composting.
Metode yang digunakan adalah fermentasi dengan menggunakan activator terpilih dengan bahan aktif Tricoderma dan Cytophaga.  Proses berlangsung 18 hari dengan perolehan hasil yang memuaskan.  Demikian juga bila dibanding dengan standar nasional.  Hasil yang diperoleh selanjutnya dapat dikembalikan ke lahan budidaya nilam sebagai pasokan bahan organik dan hara tanah, karena diketahui bahwa tanaman nilam termasuk rakus terhadap unsur hara tanah.  Tingginya hara yang terangkut sewaktu panen menyebabkan perlu pasokan hara organik yang berkesinambungan sehingga dapat mempertahankan tingkat kesuburan lahan dan produktivitas tanaman nilam.
Arkoba (arang kompos bioaktif) merupakan produk lanjutan dari arang, yaitu campuran arang dan kompos hasil proses pengomposan dengan bantuan mikroba lignoselulotik yang tetap hidup di dalam kompos. Mikroba tersebut mempunyai kemampuan  sebagai biofungisida, yaitu melindungi tanaman dari serangan penyakit akar sehingga disebut bioaktif.  Keunggulan lain dari Arkoba adalah sebagai agent pembangun kesuburan tanah, karena arang yang menyatu dalam kompos mampu meningkatkan pH tanah  sekaligus memperbaiki sirkulasi air dan udara di dalam tanah  Merupakan produk  lanjutan dari arang yang dapat diandalkan untuk mengatasi berbagai masalah penurunan tingkat kesuburan tanah atau  produktivitas lahan di Indonesia.

Kata Kunci : limbah penyulingan nilam, pengelolaan, arkoba
------------------------------------------------------------------------------- 
*)  Disampaikan sebagai makalah poster pada Seminar Nasional Biologi Unpad tanggal     
     6    Desember 2010 di Bandung.
**)  Penulis adalah Peneliti pada Pusat Litbang Keteknikan Kehutanan dan Pengolahan  
      Hasil Hutan.  Telp/Fax : (0251)-8633378/8633413.  email: gsmlina@gmail.com



UTILIZATION OF DISTILLATION PATCHOULI WASTE FOR ARKOBA (CHARCOAL COMPOST BIOACTIVE) *)

By :  Gusmailina dan Sri Komarayati **)

ABSTRACT

Patchouli oil refinery waste is often a problem for refiners, especially for refineries with large capacity. These conditions will require exhaust the land for a place that will eventually contaminate and pollute the environment. In addition, a mounting pile of waste will be at risk of developing a pest which can then attack the surrounding plants.
Waste of the distillation of patchouli still have high nutrients and has the potential to be used again as raw material for compost, or arkoba (charcoal compost bioactive). Appropriate composting technology, fast and efficient will produce high quality arkoba. In addition, the compound residues that are sometimes found in the herb is usually reduced or even disappear during the processing of composting.
The method used is fermented using selected activator with the active ingredient Tricoderma and Cytophaga. The process lasted 18 days with the acquisition of a satisfactory outcome. Similarly, when compared with national standards. The results obtained can then be returned to cultivation of patchouli as a supply of organic matter and soil nutrient, because it is known that patchouli including greedy of soil nutrients. The high nutrient transported during harvest led to a continuous supply of organic nutrients in order to maintain the level of land fertility and productivity of patchouli.
Arkoba (charcoal compost bioactive) was advanced products from charcoal, charcoal and compost mixture as the result of the composting process with the help of microbes lignoselulotik who remain live in compost. Microbes have the ability as biofungisida, which protect plants from disease attacks the roots of so-called bioactive. Another advantage of the agent builder Arkoba is as soil fertility, because that ignites charcoal in the compost can increase soil pH and improve water and air circulation in the soil is a continuation of the charcoal product that can be relied upon to resolve various problems decline in soil fertility or productivity of land in Indonesia.

Keywords: patchouli distillation waste, management, arkoba (charcoal compost bioactive)
------------------------------------------------------------------------------------------------------------
*) Presented as a poster paper at the National Seminar on Biology, Padjadjaran University
     December 6, 2010 in Bandung.
**) The author is a researcher in Engineering R & D Center of Forestry and Processing
      Forest Products, Bogor.  Telp/Fax : (0251)-8633378/8633413.
      email: gsmlina@gmail.com
I.  PENDAHULUAN
Penyulingan minyak nilam akan menyisakan limbah yang terdiri dari daun, cabang dan ranting.  Besarnya volume limbah seringkali menjadi masalah, karena jika tidak dikelola limbah tersebut makin hari makin menumpuk, sehingga menimbulkan masalah terhadap pencemaran dan pengotoran lingkungan.  Limbah yang menggunung tersebut juga beresiko menjadi sarang hama yang dapat menyerang tanaman sekitarnya. Beberapa alternatif pemanfaatan limbah dari penyulingan nilam antara lain: sebagai bahan pembuatan dupa, obat nyamuk bakar, bahan kerajinan seperti kertas seni, dan goodybag.  Air sisa penyulingan juga dapat diproses lebih lanjut menjadi bahan aromaterapi.  Akan tetapi pemanfaatan limbah tanpa memperdulikan siklus hara terutama pada tanaman nilam tersebut akan berdampak negatif, baik pada produktivitas tanaman maupun lahan.  Oleh sebab itu sebaiknya sebahagian dari materi yang terangkut pada waktu pemanenan dikembalikan lagi dalam bentuk bahan organik yang siap pakai. Pemanfaatan limbah dari penyulingan nilam sebagai bahan pasokan unsur hara dan organik sangat perlu diperhatikan, sehingga stabilitas bahan organik dan unsur hara pada lahan budidaya nilam tetap terjaga, seimbang dan berlanjut.  Dengan adanya diversifikasi pemanfaatan limbah penyulingan nilam, diharapkan dapat meningkatkan nilai ekonomi usahatani nilam. 
Salah satu alternatif pemanfaatan limbah penyulingan nilam yang perlu disosialisasikan adalah dibuat Arkoba (Arang kompos bioaktif). Arang kompos bioaktif (Arkoba) adalah campuran arang dan kompos hasil proses pengomposan dengan bantuan mikroba lignoselulotik yang tetap hidup di dalam kompos. Mikroba tersebut mempunyai kemampuan  sebagai biofungisida, yaitu melindungi tanaman dari serangan penyakit akar sehingga disebut bioaktif.  Keunggulan lain dari Arkoba adalah sebagai agent pembangun kesuburan tanah, karena arang yang menyatu dalam kompos mampu meningkatkan pH tanah  sekaligus memperbaiki sirkulasi air dan udara di dalam tanah (Gusmailina dan Komarayati, 2008).  Arkoba merupakan produk lanjutan dari arang yang dapat diandalkan untuk mengatasi berbagai masalah penurunan tingkat kesuburan tanah atau produktivitas lahan di Indonesia.   Tulisan ini menyajikan tentang pemanfaatan limbah dari penyulingan minyak nilam untuk Arkoba (arang kompos bioaktif).  Kegiatan dilakukan di laboratorium komposting, Pusat Litbang Keteknikan Kehutanan dan Pengolahan Hasil Hutan Bogor.
II.  BAHAN DAN METODE PENELITIAN
A.  Bahan
1.    Bahan yang digunakan adalah limbah dari penyulingan minyak nilam dengan komposisi daun 65%, batang 20 % dan ranting 15 %.  Limbah ini berupa potongan-potongan kecil dengan ukuran berkisar antara 2-5 cm, sehingga kondisi ini akan memudahkan dalam proses komposting. 
2.    Arang serbuk gergaji sekitar 10 % dari total volume bahan baku limbah
3.    Aktivator pengomposan berupa bubuk berguna untuk mempercepat proses pengomposan dengan bahan aktif mikroorganisme. Tricoderma dan Cytophaga.
B.  Peralatan
     Peralatan yang digunakan selain timbangan, sekop untuk mengaduk juga komposter.  Komposter yang dipakai adalah plastik terpal berbentuk karung dengan kapasitas 100 kg.
Gambar 1.  Beberapa jenis wadah pengomposan (komposter)

C.  Metode kerja
  1. Bahan baku limbah yang akan diproses ditimbang volumenya, sebaiknya limbah yang digunakan adalah limbah yang berumur mnimal 1 minggu setelah proses penyulingan.  Karena jika menggunakan bahan limbah yang baru keluar dari proses penyulingan akan menghambat aktivitas mikroba aktivator.
  2. Ke dalam limbah tambahkan arang serbuk gergaji 10 % dari total volume, lalu aduk sampai homogen.
  3. Tambahkan aktivator 5 % dari total volume lalu aduk lagi sampai homogen.
  4. Tambahkan air hingga kadar air bahan berkisar antara 25-30%.
  5. Setelah semua bahan tercampur rata, masukkan ke dalam komposter lalu tutup dan biarkan proses fermentasi sampai selesai.
  6. Parameter yang diamati adalah suhu proses.  Jika proses berlangsung sempurna, maka mulai hari ke dua suhu meningkat, secara bertahap sampai mencapai suhu 50-55oC atau bahkan hingga 60 oC.  Jika proses berjalan semestinya, tidak perlu membolak-balik.  Namun jika proses berjalan tidak/kurang sempurna tumpukan perlu dibongkar lagi dan diaduk ulang.
D.  Analisis
            Analisis yang dilakukan adalah analisis kualitas Arkoba dan analisis perolehan data lalu dibandingkan dengan SNI dan standar lainnya.  Pada Gambar 2 dapat dilihat skema pembuatan Arkoba (arang kompos bioaktif). 
Gambar 2.  Skema pembuatan Arkoba (Arang kompos bioaktif)
Sumber :  Gusmailina, dkk (2002)

III.  HASIL DAN PEMBAHASAN
Pengomposan limbah dari penyulingan minyak nilam berlangsung selama 18 hari.  Berbeda dengan lama waktu pengomposan sampah organik atau limbah pertanian lainnya yang hanya butuh waktu 14 hari.  Karena masih terdapat sisa-sisa atsiri minyak nilam pada limbah, menjadikan mikroba dekomposer terkendala untuk merombak pada awal proses.  Sehingga membutuhkan waktu yang lebih lama dibanding sampah organik pasar atau limbah pertanian lainnya.  Beberapa sumber menyebutkan bahwa proses komposting sangat tergantung pada karakteristik bahan yang dikomposkan serta aktivator pengomposan yang digunakan dengan rfungsi sebagai dekomposer.  Setiap organisme dekomposer bahan organik membutuhkan kondisi lingkungan dan bahan yang berbeda-beda. Apabila kondisinya sesuai, maka dekomposer tersebut akan bekerja giat untuk mendekomposisi limbah. Apabila kondisinya kurang  atau tidak sesuai, maka organisme tersebut akan dorman, pindah ke tempat lain, atau bahkan mati. Menciptakan kondisi yang optimum untuk proses pengomposan sangat menentukan keberhasilan proses pengomposan itu sendiri.  Pada hasil analisis nanti akan diketahui bahwa proses komposting yang dicampur dengan arang ternyata memberikan kualitas hasil yang lebih baik serta waktu yang lebih cepat.
          Padi hari ke 16 proses sudah tidak berjalan lagi, hal ini ditandai dengan penurunan suhu yang drastis, konstan hingga hari ke 18.  Artinya stabilitas atau kematangan proses komposting sudah tercapai dimana kondisi kompos yang sudah tidak lagi mengalami dekomposisi.  Stabilitas atau kematangan arkoba dapat dilakukan melalui uji dilaboratorium atau dengan cara sederhana langsung di lapangan seperti penampakan secara visual berupa perubahan bentuk,  warna, serta penyusutan volume.   Bentuk berubah ukuran menjadi lebih rapuh,halus bahkan bisa hancur, sedangkan warna menjadi coklat kehitaman sampai hitam. Volume akan menyusut maksimum 20-50 %, serta tidak memberikan bau yang menyengat.  Pengujian suhu dan pH arkoba juga dapat dilakukan di lapangan.  Suhu konstan berkisar antara 25 - 30 oC, sedang pH  netral antara 6-7.  Analisis kimia di laboratorium diperlukan sebagai upaya pendukung. untuk mengetahui apakah arkoba telah dapat digunakan secara benar perlu di diketahui rasio C/N, yaitu perbandingan kadar C (carbon) dan kadar N (nitrogen).  Arkoba dapat digunakan apabila nisbah C/N sampai dengan 20, tergantung pada jenis tanaman.  Tanaman sayuran dan bunga biasanya membutuhkan nilai C/N yang rendah (dibawah 20), sedangkan tanaman perkebunan, buah-buahan,  tanaman kehutanan serta tanaman keras lainnya dapat menggunakan kompos dengan C/N 20. 
Beberapa sumber menyebutkan bahwa faktor yang mempengaruhi proses komposting adalah rasio C/N bahan, ukuran partikel, aerasi, porositas, kandungan air, suhu, pH, kandungan hara, kandungan bahan-bahan berbahaya, serta metode pengomposan yang diterapkan.   Pada Tabel 1 dapat dilihat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi proses komposting (Rynk, 1992).








Tabel 1.  Faktor yang mempengaruhi proses komposting

Parameter
Konsisi yang bisa diterima
Ideal
Rasio C/N
20:1 s/d 40:1
25-35:1
Kelembaban
40 – 65 %
45 – 62 % berat
Konsentrasi oksigen tersedia
> 5%
> 10%
Ukuran partikel
1 inchi
Bervariasi
Bulk Density
1000 lbs/cu yd
1000 lbs/cu yd
pH
5.5 – 9.0
6.5 – 8.0
Suhu
43 – 66oC
54 -60oC
Sumber : Rynk, 1992
Analisis Kandungan Unsur Hara
Kualitas arkoba sangat tergantung dari bahan baku yang digunakan. Umumnya makin beragam bahan baku yang digunakan hasil yang diperoleh makin baik.  Kompos yang baik mengandung unsur hara makro Niotrogen > 1,5 % , P2O5 (Phosphat) > 1 % dan K20 (Kalium ) > 1,5 %, disamping unsur mikro lainnya. C/N ratio antara 15-20 , diatas atau dibawah itu kurang baik. Untuk kepentingan bisnis, kompos yang dihasilkan harus mempunyai kualitas yang ajek dan supply yang berkesinambungan.  Pada Tabel 2 dapat diketahui kandungan unsur hara makro Arkoba limbah dari penyulingan minyak nilam dan sebagai pembanding adalah Pedoman Pengharkatan Hara Kompos oleh Biotrop dan SNI.

Tabel 2.  Analisis unsur hara makro Arkoba limbah dari penyulingan minyak nilam
Parameter
Arkoba
PPHK *
SNI **
rendah
sedang
tinggi
Min
Max
pH (1 : 1)
Moisture content, %
C organik, %
N total, %
C/N ratio
P2O5 total, %
CaO total, %
MgO total, %
K2O total, %
7,30
49,98
37
1,4
19
1,1
1,2
1,1
1,7
6.60
24.90
14.50
0.60
<10 span="">
0.30
2.70
0.30
0.20
7.30
35.90
19.60
1.10
10~20
0.90
4.90
0.70
0.60
8.20
52.60
27.10
2.10
>20
1.80
6.20
1.60
1.40
6.8
-
9.8
0.4
10
0.1
-
-
0.20
7.49
50
32
-
20
-
-
-
*
           *) PPHK = Pedoman Pengharkatan Hara Kompos (Biotrop) **) SNI 19-7030-2004

Pada Tabel 2 dapat diketahui bahwa Arkoba limbah dari penyulingan minyak nilam yang dihasilkan mempunyai kualitas yang baik. Baik dibandingkan dengan PPHK, maupun SNI 19-7030 tahun 2004.  Kandungan unsur hara makro seperti terutama N, P, K melebihi angka standar minimum dari SNI, atau termasuk kategori sedang sampai tinggi jika dibanding dengan PPHK Biotrop.  Dengan demikian limbah dari penyulingan minyak nilam sangat dianjurkan untuk dibuat Arkoba.
Beberapa jenis arkoba yang telah dibuat di Puslitbang Keteknikan Kehutanan dan Pengolahan Hasil Hutan, Bogor mempunyai kandungan unsur hara makro yang bervariasi walaupun dengan kadar yang tidak jauh berbeda (Tabel 3 dan 4).

Tabel 3.  Analisis kandungan unsur hara makro dari beberapa jenis Arkoba

Jenis
unsur hara
AKSr
 camp
AKSr
mangium
AKSR
 tusam
AKSG
Ar.ko
l.d.pisang
Ar.ko
Lb.jgng
C organik
30 – 35
30 - 35
30 – 40
30 – 39
30 – 35
30 – 37
N total
1,6 – 1,8

1,5 - 1,6
1,5 - 1,8

1,4 – 1,7
1,6 – 2

1,6 – 2

P total
0,6 – 1,2
0,5 - 1,2
1 – 1,3
1 – 1,5
1 – 1,5
1 – 1,7
K
1,3 – 1,6
1 - 1,5
1,4 – 1,7
0,5 – 1
1 – 1,5
0,7 – 1,8
Ca
0,8 – 1
0,5 - 1,2
0,5 - 1,5
1 – 1,8
0,4 – 1,0
0,5 – 1,8
Mg
0,3 - 0,5
0,4 - 1
0,6 – 1,1
0,4 – 1,3
0,5 – 1,1
0,4 – 1,1
Sumber: Gusmailina (2007)
Keterangan :   AKSR camp = Arkoba  serasah daun campuram;  AKSr mangium = Arkoba serasah daun Acacia mangium ;  AKSR tusam = Arkoba serasah daun tusam ( Pinus merkusii); AKSG = Arkoba serbuk gergaji; Ar.ko ld.pisang : Arkoba dari limbah daun pisang; Ar.ko Lb.jgng : Arkoba dari limbah kulit jagung
Tabel 4.  Analisis kandungan unsur hara makro dari Arkoba serbuk gergaji
No.
Parameter (Parameters)
Nilai
Standar


Kompos
ASG
ASGJ

1
pH  (1 : 1,25)
7,10
7,30
7,20
7,30
2
Kadar air (Moisture content) 1050C, %
19,63
23,03
24,13
24,90

3
C organik (C organic) , %
11,46
32,45
34,98
19,60
4
Nitrogen total (Total N), %
0,6
1,53
1,78
1,10
5
Nisbah C/N (C/N ratio)
19,1
21,20
19,65
10-20
6
P2O5 total, %
0,23
2,12
2,16
1,80
7
CaO total, %
0,43
0,97
0,83
2,70
8
MgO total, %
0,37
1,67
1,61
1,60
9
K2O total, %
0,51
2,19
2,34
1,40
10
KTK (Cation exchange capacity), meq/100 gr
21,32
36,42
36,61
30,00
Sumber :  Gusmailina (2002)
           
            Beberapa hasil penelitian tentang Arkoba menunjukkan bahwa dibanding dengan kompos biasa yang dibuat secara konvensional, arkoba mempunyai kelebihan dan keunggulan.  Hal ini karena selain keberadaan arang yang menyatu dalam kompos, juga karena menggunakan bioaktivator yang mengandung mikroorganisme terseleksi sehingga  proses komposting berlangsung secara terkendali.  Mikroorganisme yang berfungsi sebagai aktivator tetap tersimpan dalam arkoba dan jika arkoba digunakan pada lahan, mikroba tersebut akan berperan sebagai biofungisida untuk mencegah penyakit busuk akar.     Morfologi arang pada arkoba mempunyai pori sangat efektif untuk mengikat dan menyimpan hara.  Hara tersebut dilepaskan secara perlahan sesuai dengan konsumsi dan kebutuhan tanaman (efek slow release). Karena hara tersebut tidak mudah tercuci,  lahan akan selalu berada dalam kondisi siap pakai.  Pori-pori arang pada arkoba juga berfungsi sebagai tempat tinggal mikroorganisme, sehingga produktivitas untuk merombak dan menyediakan unsur hara di dalam tanah menjadi meningkat.  Arkoba dapat memacu perkembangan mikroorganisme tanah, meningkatkan nilai kadar tukar kation (KTK) tanah.  Arang pada arkoba  sangat efektif meningkatkan pH tanah berperan sebagai agent pembangun kesuburan tanah,  sekaligus memperbaiki sirkulasi air dan udara di dalam tanah sehingga cocok untuk reklamasi lahan yang mempunyai tingkat kesuburan rendah dan kemasaman tanah yang tinggi.
Gambar 3.  Arkoba limbah dari penyulingan minyak nilam
Gambar 4.  Pola pengelolaan nilam sekaligus pemanfaatan limbah


IV.  KESIMPULAN DAN SARAN
Limbah dari penyulingan minyak nilam merupakan sumberdaya potensial untuk diolah menjadi Arkoba, karena berdasarkan hasil pengamatan dan analisis yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa limbah dari penyulingan minyak nilam sangat disarankan untuk diolah menjadi Arkoba (arang kompos bioaktif), karena mengandung unsur hara yang memenuhi persyaratan SNI. 
Arkoba merupakan alternatif yang perlu disarankan serta disosialisasikan dalam rangka memanfaatkan limbah dari penyulingan nilam, karena memiliki beberapa kelebihan dan keunggulan dibanding dengan kompos biasa.



DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2000. Pedoman Pengharkatan Hara Kompos. Laboratorium Natural Products  SEAMEO – BIOTROP. Bogor.

Anonim.  2004.  Spesifikasi Kompos dari Sampah Organik Domestik. SNI 19-7030-2004.  Badan Standarisasi Nasional [BSN]. Jakarta

Badan Standarisasi Nasional (BSN). 2004. Spesifikasi Kompos dari Sampah Organik Domestik. SNI 19-7030-2004

Gusmailina, G. Pari., and S. Komarayati.  1999.  Teknologi penggunaan arang dan  arang aktif sebagai soil  conditioning pada tanaman.  Laporan Proyek.Pusat Penelitian dan Pengembangan hasil Hutan.  Bogor

Gusmailina ; G. Pari dan S. Komarayati. 2000. Teknik penggunaan arang sebagai “ Soil Conditioning” pada tanaman. Laporan Proyek Pusat Penelitian Hasil Hutan. Badan Litbang Kehutanan. Bogor (Tidak diterbitkan).

Gusmailina ; G. Pari dan S. Komarayati. 2002. Kajian Teknis dan Implementasi Produksi POSG (Pupuk Organik Serbuk Gergaji). Laporan Kerjasama antara P3THH Bogor, JIFPRO Jepang, Dinas Kehutanan Propinsi Tk I Jambi dan Koperasi Sawmill Siginjai, Sengeti – Muaro Jambi, Jambi.

Gusmailina, S. Komarayati dan G. Pari.  2005.  Pengembangan pembuatan arang kompos dalam rangka menunjang Gerhan  (Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan) Di  Pandeglang,   Prop. Banten.  Laporan Hasil Penelitian.  Pusat Litbang Hasil Hutan, Bogor.

Gusmailina, Gustan Pari dan Sri Komarayati. 2002.  Pedoman Pembuatan
          Arang Kompos.  Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi hasil Hutan.
          Badan  Penelitiandan dan pengembangan Kehutanan. Bogor.  ISBN: 979-3132-27

Gusmailina, Sri Komarayati dan G. Pari.  2007.  Pengembangan Teknologi Arang Kompos
         Bioaktif di  TPA (tempat Pembuanagan Akhir) Dalam Rangka Pengurangan Dampak
         Pemanasan  Global.  Makalah pada seminar MAPEKI.  Fakultas Kehutanan,
        Universitas Tanjung  Pura.  Kalimanatan.  2007.

Gusmailina.  2007.  Mengeliminasi Kemungkinan Kegagalan GERHAN Melalui Teknologi
         dan  Aplikasi Arang Kompos Bioaktif.  Buku panduan dalam rangka Pelatihan
         Peningkatan Kualitas arang Kompos Bioaktif di Kabupaten Garut. Kerjasama Dinas
         kehutanan Kab Garut dengan KopKar GEPAK Wira Satria Sejati.  Desember 2007.

Gusmailina.  2007.  Pembuatan arang dan arang kompos dari limbah PLTB.  Makalah pada
         Acara Gelar Teknologi PLTB (Penyiapan Lahan Tanpa Bakar).  Kerjasama.
         Puslitbang  Hutan Tanaman dan B P Kehutanan Palembang. Nop. 2007

Sri Komarayati, Gusmailina dan G. Pari. 2002.  Pembuatan kompos dan arang kompos
         dari serasah dan kulit kayu tusam. Buletin Penelitian Hasil Hutan. Vol. 20 No. 3.
         Halaman 231 – 242. Bogor

Rynk R, 1992. On-Farm Composting Handbook. Northeast Regional Agricultural Engineering Service Pub. No. 54. Cooperative Extension Service. Ithaca, N.Y. 1992; 186pp. A classic in on-farm composting. Website: www.nraes.org

1 komentar: