PEMANFAATAN LIMBAH PENYULINGAN NILAM UNTUK ARKOBA
(ARANG KOMPOS BIOAKTIF ) *)
Oleh : Gusmailina
dan Sri Komarayati **)
ABSTRAK
Limbah penyulingan minyak nilam seringkali menjadi masalah bagi penyuling,
terutama bagi penyulingan dengan kapasitas besar. Kondisi ini akan membutuhkan
lahan bagi tempat buangannya yang pada akhirnya akan mengotori dan mencemari
lingkungan. Selain itu tumpukan limbah
yang menggunung akan beresiko tempat berkembangnya hama yang kemudian dapat
menyerang tanaman sekitarnya.
Limbah hasil penyulingan nilam masih mempunyai unsur hara yang tinggi dan
berpotensi untuk dimanfaatkan kembali sebagai bahan baku kompos, atau arkoba
(arang kompos bioaktif). Teknologi pengomposan yang tepat, cepat dan efisien
akan menghasilkan arkoba yang bermutu tinggi. Selain itu, senyawa alelopati yang
kadang kala terdapat di dalam terna tersebut biasanya berkurang atau bahkan hilang
selama masa prosesing composting.
Metode yang digunakan adalah fermentasi dengan menggunakan activator
terpilih dengan bahan aktif Tricoderma dan Cytophaga. Proses berlangsung 18 hari dengan perolehan
hasil yang memuaskan. Demikian juga bila
dibanding dengan standar nasional. Hasil
yang diperoleh selanjutnya dapat dikembalikan ke lahan budidaya nilam sebagai
pasokan bahan organik dan hara tanah, karena diketahui bahwa tanaman nilam
termasuk rakus terhadap unsur hara tanah.
Tingginya hara yang terangkut sewaktu panen menyebabkan perlu pasokan
hara organik yang berkesinambungan sehingga dapat mempertahankan tingkat
kesuburan lahan dan produktivitas tanaman nilam.
Arkoba (arang kompos bioaktif) merupakan produk lanjutan dari arang, yaitu campuran
arang dan kompos hasil proses pengomposan dengan bantuan mikroba lignoselulotik
yang tetap hidup di dalam kompos. Mikroba tersebut mempunyai kemampuan sebagai biofungisida, yaitu melindungi
tanaman dari serangan penyakit akar sehingga disebut bioaktif. Keunggulan lain
dari Arkoba adalah sebagai agent pembangun kesuburan tanah, karena arang yang
menyatu dalam kompos mampu meningkatkan pH tanah sekaligus memperbaiki sirkulasi air dan udara
di dalam tanah Merupakan produk lanjutan dari arang yang dapat diandalkan
untuk mengatasi berbagai masalah penurunan tingkat kesuburan tanah atau produktivitas lahan di Indonesia.
Kata Kunci : limbah penyulingan nilam, pengelolaan, arkoba
-------------------------------------------------------------------------------
*) Disampaikan
sebagai makalah poster pada Seminar Nasional Biologi Unpad tanggal
6 Desember 2010 di Bandung.
**) Penulis adalah
Peneliti pada Pusat Litbang Keteknikan Kehutanan dan Pengolahan
Hasil Hutan. Telp/Fax : (0251)-8633378/8633413.
email: gsmlina@gmail.com
UTILIZATION OF DISTILLATION
PATCHOULI WASTE FOR ARKOBA (CHARCOAL COMPOST BIOACTIVE) *)
By : Gusmailina
dan Sri Komarayati **)
ABSTRACT
Patchouli oil
refinery waste is often a problem for refiners, especially for refineries with
large capacity. These conditions will require exhaust the land for a place that
will eventually contaminate and pollute the environment. In addition, a
mounting pile of waste will be at risk of developing a pest which can then
attack the surrounding plants.
Waste of the
distillation of patchouli still have high nutrients and has the potential to be
used again as raw material for compost, or arkoba (charcoal compost bioactive).
Appropriate composting technology, fast and efficient will produce high quality
arkoba. In addition, the compound residues that are sometimes found in the herb
is usually reduced or even disappear during the processing of composting.
The method used
is fermented using selected activator with the active ingredient Tricoderma and Cytophaga. The process lasted 18 days with the acquisition of a
satisfactory outcome. Similarly, when compared with national standards. The
results obtained can then be returned to cultivation of patchouli as a supply
of organic matter and soil nutrient, because it is known that patchouli
including greedy of soil nutrients. The high nutrient transported during
harvest led to a continuous supply of organic nutrients in order to maintain
the level of land fertility and productivity of patchouli.
Arkoba (charcoal
compost bioactive) was advanced products from charcoal, charcoal and compost
mixture as the result of the composting process with the help of microbes
lignoselulotik who remain live in compost. Microbes have the ability as
biofungisida, which protect plants from disease attacks the roots of so-called
bioactive. Another advantage of the agent builder Arkoba is as soil fertility,
because that ignites charcoal in the compost can increase soil pH and improve
water and air circulation in the soil is a continuation of the charcoal product
that can be relied upon to resolve various problems decline in soil fertility
or productivity of land in Indonesia.
Keywords:
patchouli distillation waste, management, arkoba (charcoal compost bioactive)
------------------------------------------------------------------------------------------------------------
*) Presented as a
poster paper at the National Seminar on Biology, Padjadjaran
University
December 6, 2010 in Bandung.
**) The author is a researcher in Engineering R & D Center of Forestry and Processing
Forest Products, Bogor. Telp/Fax : (0251)-8633378/8633413.
December 6, 2010 in Bandung.
**) The author is a researcher in Engineering R & D Center of Forestry and Processing
Forest Products, Bogor. Telp/Fax : (0251)-8633378/8633413.
email: gsmlina@gmail.com
I. PENDAHULUAN
Penyulingan
minyak nilam akan menyisakan limbah yang terdiri dari daun, cabang dan
ranting. Besarnya volume limbah
seringkali menjadi masalah, karena jika tidak dikelola limbah tersebut makin
hari makin menumpuk, sehingga menimbulkan masalah terhadap pencemaran dan
pengotoran lingkungan. Limbah yang
menggunung tersebut juga beresiko menjadi sarang hama yang dapat menyerang
tanaman sekitarnya. Beberapa alternatif pemanfaatan limbah dari penyulingan
nilam antara lain: sebagai bahan pembuatan dupa, obat nyamuk bakar, bahan
kerajinan seperti kertas seni, dan goodybag. Air sisa penyulingan juga dapat diproses lebih
lanjut menjadi bahan aromaterapi. Akan
tetapi pemanfaatan limbah tanpa memperdulikan siklus hara terutama pada tanaman
nilam tersebut akan berdampak negatif, baik pada produktivitas tanaman maupun
lahan. Oleh sebab itu sebaiknya
sebahagian dari materi yang terangkut pada waktu pemanenan dikembalikan lagi
dalam bentuk bahan organik yang siap pakai. Pemanfaatan limbah dari penyulingan
nilam sebagai bahan pasokan unsur hara dan organik sangat perlu diperhatikan, sehingga
stabilitas bahan organik dan unsur hara pada lahan budidaya nilam tetap
terjaga, seimbang dan berlanjut. Dengan
adanya diversifikasi pemanfaatan limbah penyulingan nilam, diharapkan dapat
meningkatkan nilai ekonomi usahatani nilam.
Salah satu
alternatif pemanfaatan limbah penyulingan nilam yang perlu disosialisasikan
adalah dibuat Arkoba (Arang kompos bioaktif). Arang kompos bioaktif (Arkoba)
adalah campuran arang dan kompos hasil proses pengomposan dengan bantuan
mikroba lignoselulotik yang tetap hidup di dalam kompos. Mikroba tersebut
mempunyai kemampuan sebagai
biofungisida, yaitu melindungi tanaman dari serangan penyakit akar sehingga
disebut bioaktif. Keunggulan lain dari Arkoba adalah sebagai
agent pembangun kesuburan tanah, karena arang yang menyatu dalam kompos mampu meningkatkan pH tanah sekaligus memperbaiki sirkulasi air dan udara
di dalam tanah (Gusmailina dan Komarayati, 2008). Arkoba merupakan produk lanjutan dari arang
yang dapat diandalkan untuk mengatasi berbagai masalah penurunan tingkat
kesuburan tanah atau produktivitas lahan di Indonesia. Tulisan ini menyajikan tentang pemanfaatan
limbah dari penyulingan minyak nilam untuk Arkoba (arang kompos bioaktif). Kegiatan dilakukan di laboratorium
komposting, Pusat Litbang Keteknikan Kehutanan dan Pengolahan Hasil Hutan
Bogor.
II. BAHAN DAN METODE PENELITIAN
A. Bahan
1. Bahan yang digunakan adalah limbah dari penyulingan
minyak nilam dengan komposisi daun 65%, batang 20 % dan ranting 15 %. Limbah ini berupa potongan-potongan kecil
dengan ukuran berkisar antara 2-5 cm, sehingga kondisi ini akan memudahkan
dalam proses komposting.
2. Arang serbuk gergaji sekitar 10 % dari total volume bahan
baku limbah
3. Aktivator pengomposan berupa bubuk berguna untuk
mempercepat proses pengomposan dengan bahan aktif mikroorganisme. Tricoderma dan Cytophaga.
B. Peralatan
Peralatan yang
digunakan selain timbangan, sekop untuk mengaduk juga komposter. Komposter yang dipakai adalah plastik terpal berbentuk
karung dengan kapasitas 100 kg.
Gambar 1. Beberapa
jenis wadah pengomposan (komposter)
C. Metode kerja
- Bahan baku limbah yang akan diproses ditimbang volumenya, sebaiknya limbah yang digunakan adalah limbah yang berumur mnimal 1 minggu setelah proses penyulingan. Karena jika menggunakan bahan limbah yang baru keluar dari proses penyulingan akan menghambat aktivitas mikroba aktivator.
- Ke dalam limbah tambahkan arang serbuk gergaji 10 % dari total volume, lalu aduk sampai homogen.
- Tambahkan aktivator 5 % dari total volume lalu aduk lagi sampai homogen.
- Tambahkan air hingga kadar air bahan berkisar antara 25-30%.
- Setelah semua bahan tercampur rata, masukkan ke dalam komposter lalu tutup dan biarkan proses fermentasi sampai selesai.
- Parameter yang diamati adalah suhu proses. Jika proses berlangsung sempurna, maka mulai hari ke dua suhu meningkat, secara bertahap sampai mencapai suhu 50-55oC atau bahkan hingga 60 oC. Jika proses berjalan semestinya, tidak perlu membolak-balik. Namun jika proses berjalan tidak/kurang sempurna tumpukan perlu dibongkar lagi dan diaduk ulang.
D. Analisis
Analisis yang dilakukan adalah analisis kualitas Arkoba
dan analisis perolehan data lalu dibandingkan dengan SNI dan standar lainnya. Pada Gambar 2 dapat dilihat skema pembuatan
Arkoba (arang kompos bioaktif).
Gambar 2. Skema pembuatan Arkoba
(Arang kompos bioaktif)
Sumber : Gusmailina, dkk (2002)
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
Pengomposan limbah dari penyulingan minyak nilam
berlangsung selama 18 hari. Berbeda
dengan lama waktu pengomposan sampah organik atau limbah pertanian lainnya yang
hanya butuh waktu 14 hari. Karena masih
terdapat sisa-sisa atsiri minyak nilam pada limbah, menjadikan mikroba dekomposer
terkendala untuk merombak pada awal proses.
Sehingga membutuhkan waktu yang lebih lama dibanding sampah organik
pasar atau limbah pertanian lainnya.
Beberapa sumber menyebutkan bahwa proses komposting sangat tergantung
pada karakteristik bahan yang dikomposkan serta aktivator pengomposan yang
digunakan dengan rfungsi sebagai dekomposer.
Setiap organisme dekomposer bahan organik membutuhkan kondisi lingkungan
dan bahan yang berbeda-beda. Apabila kondisinya sesuai, maka dekomposer
tersebut akan bekerja giat untuk mendekomposisi limbah. Apabila kondisinya
kurang atau tidak sesuai, maka organisme
tersebut akan dorman, pindah ke tempat lain, atau bahkan mati. Menciptakan
kondisi yang optimum untuk proses pengomposan sangat menentukan keberhasilan
proses pengomposan itu sendiri. Pada
hasil analisis nanti akan diketahui bahwa proses komposting yang dicampur
dengan arang ternyata memberikan kualitas hasil yang lebih baik serta waktu
yang lebih cepat.
Padi hari ke 16 proses sudah tidak berjalan lagi, hal ini ditandai dengan
penurunan suhu yang drastis, konstan hingga hari ke 18. Artinya stabilitas atau kematangan proses komposting
sudah tercapai dimana kondisi kompos yang sudah tidak lagi mengalami
dekomposisi. Stabilitas atau kematangan arkoba
dapat dilakukan melalui uji dilaboratorium atau dengan cara sederhana langsung
di lapangan seperti penampakan secara visual berupa perubahan bentuk, warna, serta penyusutan volume. Bentuk berubah ukuran
menjadi lebih rapuh,halus bahkan bisa hancur, sedangkan warna menjadi coklat
kehitaman sampai hitam. Volume
akan menyusut maksimum 20-50 %, serta tidak memberikan bau yang menyengat. Pengujian suhu dan pH arkoba juga dapat
dilakukan di lapangan. Suhu konstan
berkisar antara 25 - 30 oC, sedang pH netral antara 6-7. Analisis kimia di laboratorium diperlukan
sebagai upaya pendukung. untuk mengetahui apakah arkoba telah dapat digunakan
secara benar perlu di diketahui rasio C/N, yaitu perbandingan kadar C (carbon)
dan kadar N (nitrogen). Arkoba dapat
digunakan apabila nisbah C/N sampai dengan 20, tergantung pada jenis
tanaman. Tanaman sayuran dan bunga
biasanya membutuhkan nilai C/N yang rendah (dibawah 20), sedangkan tanaman
perkebunan, buah-buahan, tanaman
kehutanan serta tanaman keras lainnya dapat menggunakan kompos dengan C/N
20.
Beberapa sumber menyebutkan bahwa faktor yang
mempengaruhi proses komposting adalah rasio C/N bahan, ukuran partikel, aerasi,
porositas, kandungan air, suhu, pH, kandungan hara, kandungan bahan-bahan
berbahaya, serta metode pengomposan yang diterapkan. Pada
Tabel 1 dapat dilihat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi proses komposting
(Rynk, 1992).
Tabel
1. Faktor yang mempengaruhi proses
komposting
Parameter
|
Konsisi yang bisa
diterima
|
Ideal
|
Rasio C/N
|
20:1 s/d 40:1
|
25-35:1
|
Kelembaban
|
40 – 65 %
|
45 – 62 % berat
|
Konsentrasi oksigen tersedia
|
> 5%
|
> 10%
|
Ukuran partikel
|
1 inchi
|
Bervariasi
|
Bulk Density
|
1000 lbs/cu yd
|
1000 lbs/cu yd
|
pH
|
5.5 – 9.0
|
6.5 – 8.0
|
Suhu
|
43 – 66oC
|
54 -60oC
|
Sumber
: Rynk, 1992
Analisis Kandungan Unsur Hara
Kualitas
arkoba sangat tergantung dari bahan baku yang digunakan. Umumnya makin beragam
bahan baku yang digunakan hasil yang diperoleh makin baik. Kompos yang baik
mengandung unsur hara makro Niotrogen > 1,5 % , P2O5
(Phosphat) > 1 % dan K20 (Kalium ) > 1,5 %, disamping unsur mikro
lainnya. C/N ratio antara 15-20 , diatas atau dibawah itu kurang baik. Untuk
kepentingan bisnis, kompos yang dihasilkan harus mempunyai kualitas yang ajek dan supply
yang berkesinambungan. Pada Tabel 2
dapat diketahui kandungan unsur hara makro Arkoba limbah dari penyulingan
minyak nilam dan sebagai pembanding adalah Pedoman Pengharkatan Hara Kompos
oleh Biotrop dan SNI.
Tabel 2.
Analisis unsur hara makro Arkoba limbah dari penyulingan minyak nilam
Parameter
|
Arkoba
|
PPHK *
|
SNI **
|
|||
rendah
|
sedang
|
tinggi
|
Min
|
Max
|
||
pH (1 : 1)
Moisture content, %
C organik, %
N total, %
C/N ratio
P2O5 total, %
CaO total, %
MgO total, %
K2O total, %
|
7,30
49,98
37
1,4
19
1,1
1,2
1,1
1,7
|
6.60
24.90
14.50
0.60
<10 span="">10>
0.30
2.70
0.30
0.20
|
7.30
35.90
19.60
1.10
10~20
0.90
4.90
0.70
0.60
|
8.20
52.60
27.10
2.10
>20
1.80
6.20
1.60
1.40
|
6.8
-
9.8
0.4
10
0.1
-
-
0.20
|
7.49
50
32
-
20
-
-
-
*
|
*) PPHK
= Pedoman Pengharkatan Hara Kompos (Biotrop) **) SNI 19-7030-2004
Pada
Tabel 2 dapat diketahui bahwa Arkoba limbah dari penyulingan minyak nilam yang
dihasilkan mempunyai kualitas yang baik. Baik dibandingkan dengan PPHK, maupun
SNI 19-7030 tahun 2004. Kandungan unsur
hara makro seperti terutama N, P, K melebihi angka standar minimum dari SNI,
atau termasuk kategori sedang sampai tinggi jika dibanding dengan PPHK
Biotrop. Dengan demikian limbah dari
penyulingan minyak nilam sangat dianjurkan untuk dibuat Arkoba.
Beberapa
jenis arkoba yang telah dibuat di Puslitbang Keteknikan Kehutanan dan
Pengolahan Hasil Hutan, Bogor mempunyai kandungan unsur hara makro yang
bervariasi walaupun dengan kadar yang tidak jauh berbeda (Tabel 3 dan 4).
Jenis
unsur
hara
|
AKSr
camp
|
AKSr
mangium
|
AKSR
tusam
|
AKSG
|
Ar.ko
l.d.pisang
|
Ar.ko
Lb.jgng
|
C
organik
|
30
– 35
|
30
- 35
|
30
– 40
|
30
– 39
|
30
– 35
|
30
– 37
|
N
total
|
1,6
– 1,8
|
1,5
- 1,6
|
1,5
- 1,8
|
1,4
– 1,7
|
1,6
– 2
|
1,6
– 2
|
P
total
|
0,6
– 1,2
|
0,5
- 1,2
|
1
– 1,3
|
1
– 1,5
|
1
– 1,5
|
1
– 1,7
|
K
|
1,3
– 1,6
|
1
- 1,5
|
1,4
– 1,7
|
0,5
– 1
|
1
– 1,5
|
0,7
– 1,8
|
Ca
|
0,8
– 1
|
0,5
- 1,2
|
0,5
- 1,5
|
1
– 1,8
|
0,4
– 1,0
|
0,5
– 1,8
|
Mg
|
0,3
- 0,5
|
0,4
- 1
|
0,6
– 1,1
|
0,4
– 1,3
|
0,5
– 1,1
|
0,4
– 1,1
|
Sumber: Gusmailina (2007)
Keterangan : AKSR camp =
Arkoba serasah daun campuram; AKSr mangium = Arkoba serasah daun Acacia
mangium ; AKSR tusam = Arkoba
serasah daun tusam ( Pinus merkusii); AKSG = Arkoba serbuk gergaji; Ar.ko
ld.pisang : Arkoba dari limbah daun pisang; Ar.ko Lb.jgng : Arkoba dari limbah
kulit jagung
Tabel 4. Analisis
kandungan unsur hara makro dari Arkoba serbuk gergaji
No.
|
Parameter (Parameters)
|
Nilai
|
Standar
|
|||
Kompos
|
ASG
|
ASGJ
|
||||
1
|
pH (1 : 1,25)
|
7,10
|
7,30
|
7,20
|
7,30
|
|
2
|
Kadar air (Moisture
content) 1050C, %
|
19,63
|
23,03
|
24,13
|
24,90
|
|
3
|
C organik (C
organic) , %
|
11,46
|
32,45
|
34,98
|
19,60
|
|
4
|
Nitrogen total (Total N), %
|
0,6
|
1,53
|
1,78
|
1,10
|
|
5
|
Nisbah C/N (C/N
ratio)
|
19,1
|
21,20
|
19,65
|
10-20
|
|
6
|
P2O5 total, %
|
0,23
|
2,12
|
2,16
|
1,80
|
|
7
|
CaO total, %
|
0,43
|
0,97
|
0,83
|
2,70
|
|
8
|
MgO total, %
|
0,37
|
1,67
|
1,61
|
1,60
|
|
9
|
K2O total, %
|
0,51
|
2,19
|
2,34
|
1,40
|
|
10
|
KTK (Cation
exchange capacity), meq/100 gr
|
21,32
|
36,42
|
36,61
|
30,00
|
Sumber : Gusmailina (2002)
Beberapa hasil penelitian tentang Arkoba menunjukkan
bahwa dibanding dengan kompos biasa yang dibuat secara konvensional, arkoba
mempunyai kelebihan dan keunggulan. Hal
ini karena selain keberadaan arang yang menyatu dalam kompos, juga karena
menggunakan bioaktivator yang mengandung mikroorganisme terseleksi
sehingga proses komposting berlangsung
secara terkendali. Mikroorganisme yang
berfungsi sebagai aktivator tetap tersimpan dalam arkoba dan jika arkoba
digunakan pada lahan, mikroba tersebut akan berperan sebagai biofungisida untuk
mencegah penyakit busuk akar. Morfologi arang pada arkoba mempunyai pori
sangat efektif untuk mengikat dan menyimpan hara. Hara tersebut dilepaskan secara perlahan
sesuai dengan konsumsi dan kebutuhan tanaman (efek slow release). Karena
hara tersebut tidak mudah tercuci, lahan
akan selalu berada dalam kondisi siap pakai.
Pori-pori arang pada arkoba juga berfungsi sebagai tempat tinggal
mikroorganisme, sehingga produktivitas untuk merombak dan menyediakan unsur
hara di dalam tanah menjadi meningkat. Arkoba
dapat memacu perkembangan mikroorganisme tanah, meningkatkan nilai kadar tukar
kation (KTK) tanah. Arang pada arkoba sangat efektif meningkatkan pH tanah berperan sebagai agent pembangun kesuburan tanah, sekaligus memperbaiki sirkulasi air dan udara
di dalam tanah sehingga cocok untuk
reklamasi lahan yang mempunyai tingkat kesuburan rendah dan kemasaman tanah
yang tinggi.
Gambar 3. Arkoba limbah dari
penyulingan minyak nilam
Gambar 4. Pola pengelolaan nilam
sekaligus pemanfaatan limbah
IV. KESIMPULAN DAN SARAN
Limbah dari penyulingan minyak nilam merupakan sumberdaya
potensial untuk diolah menjadi Arkoba, karena berdasarkan hasil pengamatan dan
analisis yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa limbah dari penyulingan
minyak nilam sangat disarankan untuk diolah menjadi Arkoba (arang kompos
bioaktif), karena mengandung unsur hara yang memenuhi persyaratan SNI.
Arkoba merupakan alternatif yang perlu disarankan serta disosialisasikan
dalam rangka memanfaatkan limbah dari penyulingan nilam, karena memiliki
beberapa kelebihan dan keunggulan dibanding dengan kompos biasa.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2000. Pedoman Pengharkatan Hara Kompos. Laboratorium Natural
Products SEAMEO – BIOTROP. Bogor.
Anonim. 2004. Spesifikasi Kompos dari Sampah Organik
Domestik. SNI 19-7030-2004. Badan
Standarisasi Nasional [BSN]. Jakarta
Badan Standarisasi Nasional (BSN). 2004. Spesifikasi Kompos dari Sampah
Organik Domestik. SNI
19-7030-2004
Gusmailina, G. Pari., and S. Komarayati.
1999. Teknologi penggunaan arang
dan arang aktif sebagai soil conditioning pada tanaman. Laporan Proyek.Pusat Penelitian dan
Pengembangan hasil Hutan. Bogor
Gusmailina ; G. Pari dan S. Komarayati. 2000. Teknik
penggunaan arang sebagai “ Soil Conditioning” pada tanaman. Laporan Proyek
Pusat Penelitian Hasil Hutan. Badan Litbang Kehutanan. Bogor (Tidak
diterbitkan).
Gusmailina ; G. Pari dan S. Komarayati. 2002. Kajian
Teknis dan Implementasi Produksi POSG (Pupuk Organik Serbuk Gergaji). Laporan
Kerjasama antara P3THH Bogor, JIFPRO Jepang, Dinas Kehutanan Propinsi Tk I
Jambi dan Koperasi Sawmill Siginjai, Sengeti – Muaro Jambi, Jambi.
Gusmailina, S. Komarayati dan G. Pari. 2005. Pengembangan pembuatan
arang kompos dalam rangka menunjang Gerhan
(Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan) Di Pandeglang,
Prop. Banten. Laporan Hasil
Penelitian. Pusat Litbang Hasil Hutan,
Bogor.
Gusmailina, Gustan Pari dan Sri Komarayati. 2002. Pedoman Pembuatan
Arang Kompos. Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi
hasil Hutan.
Badan Penelitiandan dan pengembangan Kehutanan.
Bogor. ISBN: 979-3132-27
Gusmailina, Sri Komarayati dan G. Pari.
2007. Pengembangan Teknologi
Arang Kompos
Bioaktif di TPA (tempat Pembuanagan Akhir) Dalam Rangka
Pengurangan Dampak
Pemanasan Global.
Makalah pada seminar MAPEKI.
Fakultas Kehutanan,
Universitas Tanjung Pura.
Kalimanatan. 2007.
Gusmailina. 2007. Mengeliminasi Kemungkinan Kegagalan GERHAN
Melalui Teknologi
dan Aplikasi Arang Kompos Bioaktif. Buku panduan dalam rangka Pelatihan
Peningkatan Kualitas arang
Kompos Bioaktif di Kabupaten Garut. Kerjasama Dinas
kehutanan Kab Garut dengan
KopKar GEPAK Wira Satria Sejati.
Desember 2007.
Gusmailina. 2007. Pembuatan arang dan arang kompos dari limbah
PLTB. Makalah pada
Acara Gelar Teknologi PLTB
(Penyiapan Lahan Tanpa Bakar).
Kerjasama.
Puslitbang Hutan Tanaman dan B P Kehutanan Palembang.
Nop. 2007
Sri Komarayati, Gusmailina dan G. Pari. 2002. Pembuatan kompos dan arang kompos
dari
serasah dan kulit kayu tusam. Buletin Penelitian Hasil
Hutan. Vol. 20 No. 3.
Halaman
231 – 242. Bogor
Rynk R, 1992. On-Farm
Composting Handbook. Northeast Regional Agricultural Engineering Service Pub.
No. 54. Cooperative Extension Service. Ithaca,
N.Y. 1992; 186pp. A classic in
on-farm composting. Website: www.nraes.org
mau yang asik ? adu ayam
BalasHapus