Senin, 07 Maret 2016

BORNEOL POTENSI ATSIRI MASA DEPAN



BORNEOL POTENSI ATSIRI MASA DEPAN *)

Oleh :  Gusmailina  

Pusat Litbang Keteknikan Kehutanan dan Pengolahan Hasil Hutan (PUSTEKOLAH), Badan Litbang Kehutanan, Jalan Gunung Batu No. 5. Telp/Fax (0251) 8633378; 8633413. Bogor.  Email : gsmlina@gmail.com

ABSTRAK

Borneol  adalah salah satu komoditas hasil hutan bukan kayu yang banyak tersebar di alam sebagai komponen minyak atsiri.  Di bidang industri borneol digunakan sebagai bahan baku penyusun parfum, bahan pengester dan bahan farmakop sebagai antiseptic, antispasmodic, carminative, cardiac stimulant, respiratory aid, dan anthelmintic.  Di China Borneol juga dikenal dengan nama Bing Pian, banyak digunakan sebagai bahan pencampur pada pembalut wanita karena berfungsi untuk mengurangi rasa sakit dan tekanan pada saat haid, mengurangi rasa sakit pada otot dan sendi, membantu membersihkan darah beku, mencegah pemkembang biakan kuman serta masih banyak kegunaan lainnya.  
Borneol dalam bentuk kristal merupakan komponen yang dihasilkan dari getah pohon yang sangat dibutuhkan oleh pasar internasional.  Di pasaran borneol kristal umumnya diciptakan secara sintetis dari minyak terpentin atau kamper.  Borneol banyak terdapat pada tanaman lain selain pada getah Dryobalanops spp, antara lain seperti Sembung, Kencur,  Jahe, Sage, Thyme, dan masih banyak tumbuhan lainnya, bahkan pada minyak nilam juga terdapat kandungan borneol, akan tetapi hanya dalam jumlah dan konsentrasi yang relatif kecil. 
Tulisan ini menyajikan informasi tentang borneol serta prospeknya sebagai komoditi atsiri Indonesia, karena menurut beberapa exportir, akhir-akhir ini borneol asal Dryobalanops banyak dicari untuk digunakan sebagai bahan pengobatan alternatif, sebagai aromaterapi.  Karena penggunaan borneol secara tepat, dapat menghancurkan pembekuan darah pada kasus pembekuan darah pada otak atau jantung.  Namun pengelolaannya harus memenuhi kaidah dan cara pemungutan hasil yang berkelanjutan dan sustainability, serta harus ada pengawasan yang ketat dari pihak yang terkait. Karena untuk mendapat borneol saat ini, tidak harus menebang pohon, melainkan hanya di sadap minyaknya, kemudian dengan sedikit teknologi selanjutnya ditransformasi menjadi kristal.  Harga kristal borneol jauh lebih mahal dari pada minyak.  Oleh sebab itu harus ada standar dan pengawasan yang ketat agar penjualan komoditi ini harus dalam bentuk kristal. 
Kata kunci : Borneol, atsiri, potensi, manfaat, prospek,
==============================================================================
*)  Disampaikan sebagai MAKALAH POSTER pada Disampaikan sebagai makalah poster pada Seminar       Nasional Masyarakat Biodiversitas Indonesia .  Kampus UI Depok, 20 Desember 2014.
 **)  Peneliti pada PUSTEKOLAH (Pusat Litbang Keteknikan Kehutanan dan Pengolahan Hasil Hutan), Badan Litbang Kehutanan.  Jalan Gunung Batu No 5, Bogor 16610    

BORNEOL,  THE FUTURE ESSENTIAL POTENTIAL

Oleh :  Gusmailina  

Pusat Litbang Keteknikan Kehutanan dan Pengolahan Hasil Hutan (PUSTEKOLAH), Badan Litbang Kehutanan, Jalan Gunung Batu No. 5. Telp/Fax (0251) 8633378; 8633413. Bogor.  Email : gsmlina@gmail.com

ABSTRACT

Borneol is one of the non-timber forest products are widely distributed in nature as a component of essential oils. In industry borneol is used as a constituent of perfume raw materials, ingredients and materials farmakop as an antiseptic, antispasmodic, carminative, cardiac stimulant, respiratory aid, and anthelmintic. In China borneol also known by the name of Bing Pian, widely used as a blending material in sanitary napkins because it serves to reduce pain and stress during menstruation, reduce pain in muscles and joints, helps cleanse the blood clot, preventing developing bacteria culture and many other uses.
Borneol in crystal form is a component that is produced from the sap of a tree that is needed by the international market. In the market borneol crystals generally created synthetically from turpentine oil or camphor. Borneol found in many other plants besides the sap Dryobalanops spp, among others such as Sembung, Powder, Ginger, Sage, Thyme, and many other plants, even the patchouli oil also contained borneol content, but only in the amount and concentration of the relatively small .
This paper presents information about borneol and future prospects as an essential commodity in Indonesia, because according to some exporters, lately borneol origin Dryobalanops much sought after for use as an alternative medicine, as aromatherapy. Due to the use of borneol appropriately, can destroy blood clots in the case of blood clotting in the brain or heart. Borneol future prospects in Indonesia can develop, because there is still Indonesia's forests are overgrown by Dryobalanops aromatica. However, to be followed by government regulations that to take borneol there should be no logging. Borneol can be obtained by notching the oil from the stem, then with technological innovation, then the oil is transformed into crystals. Furthermore, there should be a standard arrangement in accordance with the designation.

Keywords: borneol, volatile, potential, benefits, prospects,

 
I.  PENDAHULUAN
Borneol adalah terpena alkohol menyerupai powder atau kristal yang berwarna putih (CHOH), menyerupai kamper, yang diperoleh dari batang pohon yang terdapat di Asia Tenggara, yang banyak digunakan dalam pembuatan wewangian, sebagai antiseptik dan lain-lain (Huo, 1995). Di China dikenal dengan nama Bing pian's yang berfungsi sebagai anti-inflammasi dan analgesik. Borneol alami hampir tidak pernah ditemukan di Eropah atau Amerika.  Permintaan besar akan komoditi ini selalu datang dari China, karena China lebih awal memanfaatkan borneol ini dalam pengobatan dan kosmetika.  Akan tetapi borneol yang umum digunakan di China adalah borneol yang berasal dari Cinnamommum.  China menyebutnya juga sebagai Kalimantan kamper atau kapur barus Melayu atau camphol. Di Indonesia borneol berasal dari pohon Dryobalanops, termasuk ke dalam familia Dipterocarpaceae.  Jenis ini banyak tersebar di Kalimantan dan Sumatera serta beberapa pulau di kepulauan Riau. Namun belakangan ini jenis ini sudah jarang sekali ditemukan di Kalimantan, terutama species Dryobalanops aromatica.
Dryobalanops aromatica adalah salah satu jenis pohon yang diketahui pasti mengandung borneol. Unsur yang dimanfaatkan dari pohon kapur ini adalah kristal kapur dan minyak kapur. Kristal kapur diperoleh pada bagian tengah (dalam) batang pohon. Kedua unsur tersebut tidak selalu ada pada pohon kapur terutama pada pohon yang berusia ratusan tahun atau pada pohon yang masih terlalu muda (Vurren,1908 dalam Sutrisna, 2008).  Dahulu proses pengambilan kristal kapur meliputi beberapa  tahap, mulai dari memilih dan menebang, kemudian memotong batangnya dalam bentuk balok-balok. Tidak selamanya pemilihan pohon berhasil mendapatkan barang yang dicari. Penebanganpun dilakukan secara sembarangan sebelum menemukan sebatang pohon yang berisikan cukup kapur barus.  Bila kemudian ditemukan pohon yang memang berisikan cukup kapur barus, barulah dilakukan proses pengumpulan/ pengambilannya. Ada dua cara yang dilakukan yaitu :  potongan balok kayu dibelah. Dari setiap potongan balok inilah diperoleh kristal kapur. Pengambilan kristal kapur itu juga dapat dilakukan dengan cara mentakik tiap potongan balok.  Dari satu pohon yang ditebang dapat diperoleh sekitar 1,5–2,5 kilogram kristal kapur dengan kualitas yang berbeda.  Cara lain pengambilan kristal kapur adalah dengan mengambil langsung dari batang pohon kapur yang keluar secara alami dari pori-pori kulitnya.   Cara ke dua lebih baik dari cara pertama, karena untuk mendapatkan barus tidak harus menebang pohon, cukup menyadap dari batang pohon.
Gambar 1.  Kristal D. keithii, D. lanceolata, D. oblongifolia, D. Rappa yang terletak pada sel-selparenkim aksial (Sumber :  Toshihiro Yamada and Eizi Suzuki, 2004)

 
Gambar 2.  Pohon Dryobalanops dan Kristal yang keluar dan diambil secara alami (foto dok. Gusmailina)

Borneol (C10H18O) banyak tersebar di alam sebagai komponen minyak atsiri. Di bidang industri borneol murni bersama juga isoborneol digunakan sebagai bahan baku penyusun parfum dan bahan pengester. Borneol murni bersifat racun yang dapat mengakibatkan kekacauan mental.  Borneol di China dikenal juga dengan nama Bing Pian.  Salah satu penggunaannnya adalah sebagai bahan tambahan pada pembalut wanita (bio panty) yang bermanfaat untuk mengurangi kesakitan dan tekanan ketika haid, mengurangi kesakitan otot dan sendi, membantu membersihkan darah beku, dan mencegah perkembang biakan kuman (Choi, 2003 dan Duke, 2005). 

(1S)-(-)-Borneol, molecular structure https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhf6LbT4zpJ-BKkvq_GJ7bn3g0VlaHY_w3NAH4RlVz0RuAFv6Gk6Yx7X1fIjMRMQomk5fMqWHDFhOPjGKaJm7PMBJ0WEajq-SvqnKPTxTIsQELtCdMEwVpdD_aYw0HKIOfie0xX3V4-THUa/s1600/borneol.jpg  https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhf6LbT4zpJ-BKkvq_GJ7bn3g0VlaHY_w3NAH4RlVz0RuAFv6Gk6Yx7X1fIjMRMQomk5fMqWHDFhOPjGKaJm7PMBJ0WEajq-SvqnKPTxTIsQELtCdMEwVpdD_aYw0HKIOfie0xX3V4-THUa/s1600/borneol.jpg   
Gambar 3.  Struktur Kimia Borneol


 
Gambar 4.  Salah satu produk kewanitaan yang mengandung borneol yang bermanfaat untuk :
                     Mengurangi rasa nyeri saat haid, dan membuat tubuh fresh & nyaman
II.  Jenis-jenis Dryobalanops; penghasil Borneol
Menurut Tong Shaoquan & Tao Gouda (1990),  Dryobalanops memiliki 16 spesies subspecies, varieties, forms, and cultivars dalam genus antara lain: D. abnormis · D. aromatica (Sumatra Camphor) · D. beccarii · D. camphora · D. fusca · D. kayanensis · D. keithii · D. lanceolata · D. neglectus · D. oblongifolia · D. oblongifolia oblongifolia · D. oiocarpa · D. oocarpa · D. rappa · D. schefferi · D. sumatrensis.  Beberapa ahli Taksonomi dan Botani menjelaskan bahwa Dryobalanops terdiri dari 7 spesies yang kesemuanya terdapat di pulau Kalimantan dan Sumatera, akan tetapi saat ini keberadaan Dryobalanops sudah sangat jarang ditemukan di tegakan hutan alam baik di Sumatera maupun Kalimantan.  Di beberapa tegakan hutan tanaman dan penelitian telah ditanam beberapa spesies Dryobalanops seperti D. Lanceolata dan D. Oblongifolia.  Hasil pengamatan awal perlu diketahui ke tujuh jenis Dryobalanops berdasarkan beberapa pustaka antara lain :
1.       Dryobalanops aromatica, umumnya dikenal sebagai Borneo Kamper, Kamper Pohon, Melayu Kamper, atau Sumatera Kamper. Spesies ini salah satu sumber utama dari kapur barus yang mempunyai nilai lebih dari emas yang digunakan untuk dupa dan parfum, sehingga pada awalnya pedagang Arab yang datang untuk mencari sebagai komoditi perdagangan. Hal ini ditemukan di Sumatera, Semenanjung Malaysia dan Kalimantan. Pohon besar mencapai 65 m atau bahkan 75 m, dahulu banyak ditemukan di hutan Dipterocarpaceae campuran pada kedalaman tanah berpasir di pada hutan lindung.  
2.       Dryobalanops rappa.  Nama spesies ini berasal dari suku Iban (rawa kerapa = dangkal) dan mengacu pada habitat spesies. Spesies ini endemik Kalimantan. Hal ini ditemukan pada kawasan yang dilindungi (Gunung Mulu National Park).  Pohon ini dapat mencapai tinggi sampai 55 m, sering ditemukan di hutan rawa gambut pantai campuran dan hutan pegunungan rendah kerangas. Ini adalah kayu berat yang dijual dengan nama dagang  Kapur.
3.       Dryobalanops keithii.  Spesies ini dinamai HG Keith pada tahun 1899-1982 suatu Konservator Hutan di Borneo Utara. Spesies ini endemik Kalimantan, di mana ia terancam karena kehilangan habitat. Pohon dengan kanopi utama mencapai tinggi 40 m.  Ditemukan di hutan Dipterocarpaceae campuran baik di lahan kering, liat dan lembab. Kayunya berat dijual dengan nama Kapur.
4.       Dryobalanops lanceolata Nama spesies ini berasal dari bahasa Latin (lanceolatus = berbentuk seperti kepala tombak) dan mengacu pada bentuk daun. Spesies ini endemik Kalimantan, ditemukan di lima kawasan hutan lindung, namun terancam punah karena kehilangan habitat. Pohon besar mencapai 80 m, ditemukan di hutan campuran Dipterocarpaceae di lapangan pada tanah liat yang kaya.  Kayu berat yang dijual dengan nama dagang Kapur. Spesies ini telah ditanam pada hutan penelitian seperti hutan penelitian haurbenthes, Bogor.
5.       Dryobalanops oblongifolia  Nama spesies ini berasal dari bahasa Latin (oblongus = agak panjang dan folium = daun) dan mengacu pada bentuk daun. Ada dua subspesies: Dryobalanops oblongifolia Dyer subsp. oblongifolia Dyer (sinonim = Baillonodendron malayanum & Dryobalanops abnormis) adalah endemik di Kalimantan. Hal ini ditemukan dalam satu kawasan lindung, namun di tempat lain terancam punah karena hilangnya habitat. Pohon  mencapai ketinggian hingga 60 m, ditemukan di hutan Dipterocarpaceae campuran pada tanah liat berpasir. Yang kedua subspesies Dryobalanops oblongifolia Dyer subsp. occidentalis P.S. Ashton (sinonim = Dryobalanops beccariana & Dryobalanops ovalifolia) ditemukan di Sumatera dan Semenanjung Malaysia. Keduanya kayu berat dijual dengan nama Kapur.
6.       Dryobalanops keithii Spesies ini dinamai HG Keith pada tahun 1899-1982 suatu Konservator Hutan di Borneo Utara. Spesies ini endemik Kalimantan, di mana ia terancam punah karena kehilangan habitat. Ini adalah pohon yang mempunyai kanopi utama hingga 40 m, ditemukan di hutan Dipterocarpaceae campuran pada tanah liat lembab. Kayu berat yang dijual dengan nama dagang  Kapur.
7.       Dryobalanops fusca  Spesies fusca namanya berasal dari bahasa Latin (fuscus = berwarna gelap) dan mengacu pada bulu burung berwarna gelap Spesies ini endemik Kalimantan, di mana ia terancam punah karena kehilangan habitat. Pohon besar mencapai tinggi hingga 60 m, ditemukan di kerangas di pantai. Kayu berat yang dijual dengan nama dagang  Kapur.
Pada gambar berikut dapat dilihat beberapa jenis Dryobalanops dari beberapa pustaka yang diperoleh (Ashton, P.S. 2004; Anonim, 2007).
1.  Punahnya potensi dryobalanops di Sumatera utara
      Di Sumatera Utara pohon kapur (Dryobalanops aromatica C. F. Gaertn )semakin sulit ditemukan di habitatnya. Pohon ini sudah termasuk salah satu tanaman langka di Indonesia. Bahkan IUCN Redlist memasukkannya dalam status konservasi Critically Endangered atau Kritis. Status ini merupakan status keterancaman dengan tingkatan paling tinggi sebelum status punah.  Tumbuhan ini kebanyakan tumbuh di hutan Dipterocarp campuran hingga ketinggian 300 meter dpl. Persebaran tumbuhan langka ini mulai dari Indonesia (pulau Sumatera dan Kalimantan) dan Malaysia (Semenanjung Malaysia, Sabah, dan Serawak).  Menurut Heyne (1987), di Sumatera potensi Dryobalanops tersebar di Sumatera Utara, Aceh, Riau dan Sumatera Barat.  Di Sumatera selain disebut Kapur atau Barus tanaman ini dinamai Haburuan atau Kaberun.  Sedangkan di Kalimantan disebut juga sebagai Ampadu, Amplang, Kapur, Kayatan, Keladan, Melampit, Mengkayat, Mohoi, Muri, dan Sintok.  Dalam bahasa Inggris tumbuhan ini disebut sebagai Borneo Camphor, Camphor Tree, Malay camphor atau Indonesian Kapur. Sedangkan dalam bahasa latin (ilmiah) nama resminya adalah Dryobalanops aromatica yang bersinonim dengan Dryobalanops sumatrensis (JF Gmel.) Kosterm., Laurus sumatrensis JF Gmel., Arbor camphorifera Rumph., Dipterocarpus Dryobalanops Steud., Dipterocarpus teres Steud, Dryobalanops camphora Colebr., Dryobalanops junghuhnii Becc., Dryobalanops vriesii Becc Correa., Pterigium teres, dan Shorea camphorifera Roxb (Heyne, 1987).
Di Sumatera Utara  pohon ini dahulu sangat terkenal sebagai penghasil kapur barus, sehingga ada satu daerah dinamai kota Barus. Kapur barus dari pohon Kapur ini telah menjadi komoditi perdagangan internasional sejak abad ke-7 Masehi. Namun sekarang tumbuhan ini sudah tidak ditemukan lagi. Kelangkaan dan terancam punahnya spesies tanaman ini diakibatkan oleh penebangan yang membabi buta untuk mendapatkan kristal kapur barus di dalamnya. Padahal kandungan kampur dalam setiap pohon tidak sama, bahkan terkadang sangat kurang. Ancaman lainnya diakibatkan oleh kerusakan hutan dan kebakaran hutan serta konversi lahan menjadi kebun kelapa sawit. 
Informasi yang diperoleh berdasarkan hasil survey yang dilakukan pada bulan Agustus 2011,  pada tahun 1980-1990an potensi Dryobalanops masih cukup banyak dan diusahakan oleh masyarakat di sekitar hutan, tetapi sejak 10 tahun terakhir sudah tidak ada lagi tanamannya, karena tidak ada peremajaan dan lahannya telah diganti dengan tanaman kelapa sawit, sehingga tanaman tersebut menjadi punah.  Hasil informasi yang diperoleh dari seorang mantan pengumpul getah Dryobalanops di kecamatan Barus,  daerah Barus, Sorkam dan juga di Singkil (Aceh Barat) sekitar 3,5 jam dari Barus, merupakan daerah yang  cukup potensial pada jaman Belanda.  Barus merupakan  sentra penghasil getah / kapur barus dan minyak, yang harga getahnya pada jaman dahulu mereka jual bervariasi antara  50 – 100 ribu per kg getahnya, sedangkan minyaknya mereka gunakan sebagai obat gosok untuk menghangatkan badan.  Namun sekarang semua itu tinggal cerita belaka, karena Dryobalanops sudah tidak ditemukan lagi di Barus.
2.  Potensi Dryobalanops di KalimantanTimur
Sama hal nya  di Sumatera Utara,  di Propinsi Kalimantan Timur jenis pohon ini sudah hampir tidak ditemukan lagi di hutan alam.  Hal ini dikemukakan oleh Dr. Ir. Kade Sidyase seorang peneliti señor bidang Botani di BTP Semboja (komunikasi pribadi , 2011).  Disebutkan juga beberepa jenis Dryobalanops yang tersebar di pulau  Kalimantan yang kemungkinannya masih tersisa yaitu :  Dryobalanops rappa Becc.; dan Dryobalanops fusca Slooten Yaitu di Kalimantan Barat sekitar Kapuas hilir dan Ketapang,  Dryobalanops keithii Symington kemungkinan ada di Sandakan, Nunukan, Malinoks.  Sedangkan Dryobalanops yang terdapat di hutan penelitian di Samarinda dan Semboja adalah Dryobalanops lanceolata,  dan sebagian besar masih memiliki diameter batang dibawah 30 cm, sehingga belum bisa ditakik/disadap getahnya.   Di wilayah Arboretum dan KHDTK Semboja hanya ditemukan satu jenis Dryobalanops dengan spesies lanceolata, demikian juga di Arboretum B2PD, Samarinda ditemukan beberapa pohon Dryobalanops lanceolata, namun masih berumur dibawah 10 tahun.
   
Gambar 5.  Dryobalanops lanceolata di hutan penelitian B2PD Samarinda
 
Gambar 6.  Dryobalanops aromatica di hutan perbatasan Kalimantan-Serawak
Di Kalimantan Timur hanya ditemukan satu jenis Dryobalanops lanceolata.  Jenis Dryobalanops aromatica dijumpai di hutan perbatasan Kalimantan dengan Serawak Malaysia.  Ciri khas dari jenis pohon ini adalah pucuk daun termuda berwarna kemerahan. Pohon diperkirakan berumur antara 15- 20 tahun dengan diameter batang sekitar 40 cm.    Oleh sebab itu untuk wilayah Kalimantan perlu dieksplorasi lagi untuk wilayah Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah dan Kalimantan Selatan, sedangkan untuk wilayah Sumatera, perlu dieksplorasi lagi untuk wilayah Aceh, Sumatera Barat, dan Jambi.  Hal ini berdasarkan informasi dari Perguruan tinggi yang berada di Jambi, Sumbar dan NAD, bahwa ada ditemukan beberapa jenis Dryobalanops di masing-masing wilayah tersebut, hanya belum diketahui spesiesnya.
Dari hasil survey yang telah dilakukan baik di Sumatera Utara, maupun Kalimantan Timur, menunjukkan bahwa Dryobalanops sudah sangat jarang ditemukan.  Oleh sebab itu perlu dilakukan upaya konservasi mengingat potensi manfaatnya bagi kesehatan umat manusia, sekarang maupun di masa mendatang. 
III.  POTENSI BORNEOL
Borneol banyak terdapat pada tanaman lain selain pada getah/damar/minyak Dryobalanops spp, antara lain seperti Sembung, Kencur,  Jahe, Sage, Thyme, dan masih banyak tumbuhan lainnya, bahkan pada minyak nilam juga terdapat kandungan Borneol, akan tetapi hanya dalam jumlah dan konsentrasi yang relatif kecil (Chung & Shibamoto, 1993).  Akhir-akhir ini Borneol asal Dryobalanops banyak dicari oleh periset, herbalist maupun pedagang.  Karena penggunaan Borneol dalam jumlah yang relatif sedikit saja sangat efektif untuk mencairkan darah beku pada kasus pembekuan darah/penyumbatan pembuluh darah pada jantung maupun otak manusia (Dharmananda, 2003).
Informasi tentang produktivitas, kuantitas dan kualitas Dryobalanops spp sebagai penghasil HHBK belum banyak ditemukan, bahkan hampir tidak ditemukan.  Beberapa institusi yang telah melakukan penelitian tentang borneol, kebanyakan yang berasal dari tumbuhan sembung dan temu-temuan. Padahal borneol asal Dryobalanops ini mempunyai nilai ekonomi yang sangat tinggi dan sangat dibutuhkan dalam pengembangan produk kosmetika dan obat.  Diperkirakan borneol asal Dryobalanops mempunyai kualitas yang lebih baik dari borneol asal tumbuhan lainnya.  Namun hal ini perlu pembuktian lebih lanjut. 


Gambar 7.  kristal Borneol, merupakan antibakteri yang dapat menghambat pertumbuhan mikroorganisme jenis bakteri seperti S. Aureus dan B. Cereus.

PUSTEKOLAH (Pusat Litbang Keteknikan Kehutanan dan Pengolahan Hasil Hutan) Bogor telah meneliti borneol asal pohon Dryobalanops, terutama Dryobalanops aromatica.  Penelitian meliputi teknik pengambilan minyak dan analisis serta transformasi minyak menjadi Kristal borneol, dengan kadar mencapai 96 persen.  Hanya saja terkendala karena 7 spesies Dryobalanops yang ada di Indonesia saat ini sulit ditemukan karena sudah langka.  Saat ini lokasi tempat tumbuh Dryobalanops aromatica yang dilindungi ada di Kota Subulussalam (NAD) yaitu di hutan lindung bukit kapur.  Selain itu ada juga di hutan lindung  Gunung Daik, pulau Lingga (Kepri).
  
     
Gambar 8.  Kristal borneol dan minyak Dryobalanops aromatica (poto dok. Gusmailina)

Gambar 9.  Mengambil minyak Dryobalanops tanpa penebangan


IV.  PENUTUP ;  POTENSI MASA DEPAN BORNEOL INDONESIA

            Masa depan borneol Indonesia sangat terbuka luas, mengingat potensi Dryobalanops aromatica yang ada saat ini sangat memungkinkan, dengan catatan harus memenuhi kaidah dan cara pemungutan hasil yang berkelanjutan dan sustainability, serta harus ada pengawasan yang ketat dari pihak yang terkait. Karena untuk mendapat borneol saat ini, tidak harus menebang pohon, melainkan hanya di sadap minyaknya, kemudian dengan sedikit teknologi selanjutnya ditransformasi menjadi kristal.  Harga kristal borneol jauh lebih mahal dari pada minyak.  Oleh sebab itu harus ada standar dan pengawasan yang ketat agar penjualan komoditi ini harus dalam bentuk kristal.  Hal lain yang perlu mendapat perhatian adalah perlu adanya standar untuk tujuan pasar sehingga dapat menjaga kualitas komoditi.  Terkait manfaat yang ada pada borneol ini, bisa jadi temuan yang menggembirakan untuk dunia medis, terutama sebagai bahan obat-obatan yang selama ini diimpor yang membutuhkan devisa negara yang tidak sedikit. Pemanfaatan borneol sebagai bahan obat-obatan ini dapat mengurangi borneol impor yang dibutuhkan. Penggunaan senyawa kimia borneol untuk obat, bisa menjadi aset bangsa yang berharga, dan apabila dikembangkan untuk diperdagangkan secara profesional baik di dalam maupun ke luar negeri, akan menghasilkan pendapatan negara.




DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 2007.    "Dryobalanops fusca". IUCN Red List of Threatened Species. Version 2007. International Union for Conservation of Nature. 1998. Retrieved 11 November 2007. Listed as Critically Endangered
Anonim.  2007.  "Dryobalanops keithii". IUCN Red List of Threatened Species. Version 2007. International Union for Conservation of Nature. 1998. Retrieved 11 November 2007. Listed as Critically Endangered
Ashton, P.S. 2004. Dipterocarpaceae. In Tree Flora of Sabah and Sarawak, Volume 5, Soepadmo, E., Saw, L.G. and Chung, R.C.K. eds. Government of Malaysia, Kuala Lumpur, Malaysia.
Astuti, M.S.  2006. Isolasi Dan Identifikasi Komponen Minyak Atsiri Umbi Teki (Cyperus Rotundus L.) Uns-Fmipa Jurusan Kimia. Skripsi. Surakarta
Choi, H.-S. (2003). J. Agric. Food Chem. 51(9): 2687-2692. Jirovetz, L., G. Buchbauer, et al. (2002). Journal of Chromatography A 976(1-2): 265-275. Korea
Chung, Eiserich and Shibamoto 1993; J. Agric. Food Chem., 41, 1693-1697. Korea
Eun-Mi Kim, Hae-Ryong Jung, and Tae-Jin Min. 2001.  Purification, Structure determination and Biological Activities of  20(29)-lupen-3-one from Daedaleopsis tricolor (Bull. ex Fr.) Bond. et Sing. Bull. Korean Chem. Soc. 2001, Vol. 22, No. 1. Korea.
Gusmailina.  2013.  Dryobalanops, the Potential Tree Species Endangered To Become Almost Extinct.  Makalah poster pada Seminar Internasional Forestry (INAFOR) 2013.  Jakarta
Heyne.  1987.  Tumbuhan Berguna Indonesia.  Terjemahan Badan Litbang Kehutanan, Departemen Kehutanan.  Jakarta.
Huo GZ. 1995.  Bing pian's anti-inflammation and analgesia effects on laser burn wounds. China Journal of Pharmacy 1995;30(9):532-534.
Simarangkir B.D.A.S, 2000. Analisis Riap Dryobalanops lanceolata Burck pada Lebar Jalur yang Berbeda di Hutan Koleksi Universitas Mulawarman Lempake. Frontir Nomor 32. Kalimantan Timur.
Suhardi, 1994. Seedling Growth Of Drybalanops Sp Inoculated With Mycorrhiza At Wanagama I Buletin Penelitian Nomor 25. Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.
Sutrisna, D.  2008.  Kapur barus : pohon dan sumber tertulis asing.  Balai Arkeologi.  Medan
Tong Shaoquan & Tao Gouda. 1990. Dipterocarpaceae. In: Li Hsiwen, ed., Fl. Reipubl. Popularis Sin. 50(2): 113-131.  China-Korea
Toshihiro Yamada and Eizi Suzuki. 2004.  Ecological role of vegetative sprouting in the regeneration of Dryobalanops rappa, an emergent species in a Bornean tropical wetland forest.  Journal of Tropical Ecology (2004), 20 : pp 377-384.  Cambridge University Press
Whitten, A.J.  1984.  The Ecology Of Sumatra. Yogyakarta: Gajah Mada University Press

Tidak ada komentar:

Posting Komentar