PENERAPAN TEKNOLOGI ARANG KOMPOS BIOAKTIF
SAMPAH KOTA DI TPA;
SUATU ALTERNATIF REDUKSI EMISI DAN PEMANASAN
GLOBAL
Oleh :
Gusmailina 1
1 Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan, Jl. Gunung Batu No.
5, Bogor
Telp/Fax (0251)
8633378/ 8633413
ABSTRAK
Pemanasan
global merupakan kondisi yang diakibatkan oleh meningkatnya konsentrasi GRK
(gas rumah kaca) di atmosfir yang diakibatkan oleh berbagai aktivitas
manusia. Selain itu pertambahan populasi penduduk dan pesatnya pertumbuhan
teknologi dan industri juga memberikan kontribusi besar pada pertambahan GRK. Salah satu GRK yang berasal dari tempat
pembuangan sampah akhir (TPA) dengan sistem landfill
adalah CH4 (metana) yang
dihasilkan dari proses dekomposisi bahan organik sampah secara alami. Sekalipun keberadaannya di atmosfir lebih sedikit
dibanding dengan CO2 (karbondioksida)
tetapi memiliki potensi pemanasan global 21 kali lebih besar dari pada CO2. Sehingga pengomposan merupakan salah
satu alternatif untuk mengendalikan emisi gas metana dari TPA.
Pusat
Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan pada tahun 2004 telah melakukan
kegiatan pembuatan Arang kompos bioaktif (Arkoba) di TPA Bangkonol,
Pandeglang. Arkoba yang
dihasilkan selanjutnya diaplikasikan di beberapa lokasi lahan Gerhan (Gerakan
Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan).
Tulisan ini menyajikan tentang penerapan teknologi arang kompos bioaktif
di TPA Bangkonol, Pandeglang sebagai salah satu cara untuk mengurangi sekaligus
mencegah emisi GRK dan pemanasan global.
Kata kunci : Sampah, emisi, CH4, kompos, reduksi
ABSTRACT
The applying bioactive charcoal compost technology from
TPA garbage(final garbage place); the altervative to reducing emission and global
warming
Global warming is
the increasing condition of greenhouse gasses concentration effet of resulted
from various human being activity.
Besides accretion of resident population and is fast of industrial and
technological growth also give big contribution. CH4 (metana gasses)
is one of greenhouse gasses (GHGs) coming from
TPA garbage (final garbage) place with
landfill system from organic materials degradation process of naturally
produced. Even if its low existence in the atmosphere compared to the CO2
(carbondioxide) gases, but owning global warming potency it’s 21 times bigger
than the CO2. So that composting represent one of the alternative
solution to control methane gas emission from TPA garbage.
Forest Product
Research and Development Center year 2004 have done conducted activity making of bioactive charcoal compost (Arkoba)
in TPA Bangkonol, Pandeglang. The bioactive charcoal compost yielded was
application in some Gerhan (Movement
National Rehabilitate
Forest and Land)
area. This Article present about
applying of bioactive charcoal compost technology at Bangkonol TPA garbage,
Pandeglang as one of the way of solution to reducing green hause gasses
emission and global warming.
Keyword : garbage, emission, CH4, compost, reducing
I. PENDAHULUAN
Pemanasan Global (Global warming) adalah terjadinya proses peningkatan
suhu rata-rata atmosfir,
laut, dan daratan yang
akhir-akhir ini merupakan isu yang telah menjadi kenyataan serta semakin
mengkhawatirkan. Suhu rata-rata global pada permukaan bumi telah
meningkat 0,74 ± 0,18 °C (1,33 ± 0,32 °F) selama seratus
tahun terakhir. Intergovernmental Panel on Climate
Change (IPCC) dalam Houghton, et.al., (1990) menyimpulkan bahwa, sebagian besar peningkatan suhu
rata-rata global sejak pertengahan abad ke-20 disebabkan oleh meningkatnya
konsentrasi gas-gas rumah kaca (GRK) akibat aktivitas
manusia. Selain itu pertambahan populasi penduduk
dan pesatnya pertumbuhan teknologi dan industri ternyata juga memberikan
kontribusi besar pada pertambahan GRK.
Di Indonesia, GRK yang berasal dari aktivitas
manusia dapat dibedakan atas beberapa hal.
Pada Tabel 1 dapat dilihat sumber penghasil GRK dari beberapa
aktivitas antara lain: (1) kerusakan
hutan termasuk perubahan tata guna lahan, (2) pemanfaatan energi fosil, (3)
pertanian dan peternakan, serta (4) sampah. Pertanian,
peternakan serta sampah berperan sebagai penyumbang GRK berupa gas metana (CH4)
yang memiliki potensi pemanasan global
21 kali lebih besar dari pada gas karbondioksida/CO2 (Suprihatin,
dkk., 2003). Emisi CH4 dari
sampah berasal dari proses dekomposisi bahan organik sampah secara alami
di lokasi tempat pembuangan sampah akhir (TPA).
Sehingga pengomposan merupakan salah satu alternatif untuk mengendalikan
emisi gas metana dari TPA.
Tabel 1.
Gas rumah kaca penting, sumber dan kontribusinya terhadap peningkatan
efek rumah kaca
Senyawa
|
Sumber
|
Kontribusi relative terhadap efek gas rumah kaca, %
|
|
Hanks (1996)
|
Porteus (1992)
|
||
CO2
|
Pembakaran bahan bakar fosil, penebangan hutan
|
60
|
50
|
CH4
|
Peternakan. dekomposisi sampah, lahan persawahan, gambut, dan lain-lain
|
15
|
20
|
NOx
|
Industri pupuk
|
5
|
5 (mencakup uap air)
|
CFC
|
AC, refrigerator, busa
aerosol
|
12
|
15
|
O3
|
Konversi polutan otomobil oleh sinar matahari
|
8
|
10
|
Sumber Suprihatin, dkk., (2003)
Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan pada tahun 2004 telah
melakukan kegiatan pembuatan Arang kompos bioaktif (Arkoba) di 2 TPA yaitu
TPA Bangkonol, Pandeglang dan TPA1 Palembang. Arkoba yang dihasilkan selanjutnya
diaplikasikan di beberapa lokasi lahan Gerhan.
Tulisan ini menyajikan tentang penerapan tekonologi arang kompos
bioaktif di TPA khususnya TPA Bangkonol, Pandeglang sebagai salah satu cara
untuk mengurangi emisi GRK dan pemanasan global.
A. TPA Sebagai Emitter GRK, Salah Satu Pemicu Pemanasan Global
Di Indonesia saat ini terdapat sekitar 450 TPA yang berpotensi sebagai sumber emisi gas metana. Sebagai contoh, sampah sebanyak 1000 ton, dengan kandungan sampah organik 56 persen akan menghasilkan gas metana 21.000 ton setiap tahunnya atau setara dengan CO2 486.500 ton. Masyarakat Eropa sepakat bahwa pada tahun 2005 tidak membuang sampah organiknya langsung ke TPA. Sampah organik diolah terlebih dahulu agar gas tidak diproduksi dalam jumlah besar. Pengolahan dapat berupa insinerasi, pengomposan, dan produksi biogas. Pengomposan adalah proses yang dipilih oleh Global Environment Facility yang dianggap sesuai untuk diterapkan di Indonesia untuk mereduksi produksi GRK sekaligus untuk membantu perbaikan sistem pengelolaan sampah di Indonesia.
Pada tahun 2008 produksi sampah di Indonesia diperkirakan mencapai 167
ribu ton/hari yang dihasilkan dari 220 juta jiwa jumlah penduduk Indonesia atau
sama dengan 800 gram/hari/orang (Laksono, 2008). Dari volume sampah tersebut
diperkirakan akan menghasilkan gas metana sebanyak 8.800 ton/hari. Volume tersebut dapat meningkatkan
konsentrasi gas rumah kaca sebesar 745,2Gg (giga gram). Jika produksi rata-rata gas metana adalah 235
L per kg sampah, dimana 80 persen sampah ditimbun di TPA, maka sebanyak 0,5 juta
ton metana (setara 12,8 juta ton CO2) dihasilkan dari TPA. Namun
angka tersebut masih kecil bila dibandingkan dengan sektor lain seperti
perubahan penggunaan lahan kehutanan, energi, transportasi dan pertanian yang
mencapai angka........... Akan tetapi
meskipun konstribusinya terhitung kecil,
daya rusak gas metana terhadap lapisan ozon 21 kali lebih kuat dibandingkan
dengan karbondioksida/CO2 (Houghton, et al.,1990).
Berdasarkan data dari
Kementrian Lingkungan Hidup (KLH), pada
tahun 2008 sampah yang diolah menjadi kompos hanya sekitar 5 persen atau 12.800
ton/hari. Apabila dikelola dengan baik
maka sampah akan bermanfaat bagi kesejahteraan masyarakat dan Negara (Laksono,
2008)
B. Estimasi Emisi Metana di TPA
Di TPA, bahan organik
terdekomposisi secara alami menjadi CH4, karbon dioksida (CO2),
dan sejumlah kecil N2, H2, H2S, H2O
(Morissoy and John, 1998). Saat ini belum banyak penelitian yang mendalam
tentang reaksi perombakan sampah. Estimasi
pembentukan gas sebagai fungsi dari waktu sering dilakukan dengan bantuan model
matematis. Karena struktur landfill di TPA
tidak homogen, sehingga model tersebut
hanya merupakan dasar matematis. Suatu model dari Abwasser Technische Vereinigung (ATV) (Anonim, 1989) sering
digunakan untuk untuk menduga produksi gas metana dari sludge yaitu :
Ge = 1.868⋅Co⋅(0,014⋅T+0,28)
dengan Ge = volume gas yang terbentuk
(m3),
Co = karbon organik (kg/t sampah,
tipikal 200 kg/t), dan
T = temperatur (oC,
tipikal 40 oC untuk kondisi landfill).
Abwasser Technische Vereinigung (ATV) (Anonimus,
1989) juga mengemukakan model lain yang dipercaya dan
cukup handal untuk keperluan praktis yaitu :
Gt = Ge(1 – 10 –k . t) dalam m3
gas/t sampah
dengan Gt = volume gas yang terbentuk
m3 gas/t sampah
k = konstanta degradasi (tipikal
untuk landfill: 0,03 - 0,06), dan
t = waktu (tahun).
Dikemukakan bahwa struktur model
tersebut masih memerlukan pengkajian lebih lanjut untuk verifikasi, terutama
berkaitan dengan kondisi riil proses dekomposisi sampah. Dengan bantuan model
tersebut dapat dilakukan estimasi produksi gas dengan menggunakan berbagai
parameter. Pada Gambar 1 dapat dilihat
estimasi emisi metana dari sampah di beberapa landfill TPA se Jabotabek (Suprihatin, dkk., 2003).
Gambar
1. Estimasi emisi metana pada berbagai
tingat persentase sampah yang ditimbun di landfill TPA di Jabotabek (Suprihatin, dkk.,
2003).
Di dalam Abwasser Technische Vereinigung (ATV) (Anonimus, 1989)
menjelaskan bahwa jumlah dan komposisi gas yang
dihasilkan sangat ditentukan oleh karakteristik sampah. Sebagai contoh,
produksi gas spesifik teoritis untuk karbohidrat adalah 0,8 Nm3/kg
dengan kandungan CH4 50 %, sedangkan untuk lemak dan protein masing-masing
0,7 and 1,2 Nm3/kg dengan kandungan CH4 70 dan 67 %. Karena
komposisi sampah pada dasarnya tidak seragam, produksi gas spesifik dan
komposisi gas dari suatu landfill di TPA dapat berbeda dari TPA lainnya. Di sebutkan
juga bahwa potensi pembentukan gas dari dekomposisi sampah di TPA berkisar
antara 150 dan 250 m3 gas/t (Anonimus, 1989) atau 0 – 300 m3
CH4/t sampah (Yusrizal, 2000).
Menurut Henry and Heinke (1996), estimasi
produksi gas teoritis dapat mencapai 200-270 L CH4 per kg sampah,
tergantung pada karakteristik sampah dan kondisi fisik TPA, temperatur dan kelembaban.
Sebagi contoh jika digunakan nilai produksi gas spesifik rata-rata 235 L CH4/kg
sampah dan 80 % sampah di Jabotabek dibuang ke TPA, maka sebanyak 0,5 juta ton
metana per tahun akan terbentuk di TPA. Jumlah produksi metana ini akan terus meningkat seiring
dengan pertumbuhan jumlah penduduk dan jumlah produksi sampah. Pada gambar 1
dapat dilihat bahwa perkiraan emisi metana pada tahun 2015 mencapai 1,3 ton
metana/tahun, jika tidak dilakukan tindakan pencegahan dan pengendalian.
II.
POTENSI KONTRIBUSI PENGOMPOSAN SAMPAH TERHADAP
REDUKSI EMISI CH4
Pengomposan sampah merupakan
salah satu target alternatif untuk mereduksi emisi metana dari TPA. Jika produksi kompos sebesar 100.000 ton per
tahun, maka dapat mereduksi emisi gas rumah kaca sebesar 600.000 ton karbon
dioksida ekuivalen per tahun (Anonimus, 1989).
Menurut Henry and Heinke (1996), dari pengomposan
1,9 ton sampah dapat dihasilkan satu ton kompos, sedangkan satu ton sampah jika
ditimbun di landfill dapat menghasilkan 0,20-0,27 m3 CH4.
Metana memiliki densitas 0,5547 g/L. Dengan demikian, dengan menghasilkan satu
ton kompos, emisi gas rumah kaca sebesar 0,21- 0,29 ton CH4 atau 5-7
ton CO2 ekuivalen dapat dicegah. Hubungan antara emisi metana dan
produksi kompos dapat dilihat pada Gambar 2.
Gambar 2. Hubungan
antara reduksi emisi metana dan tingkat produksi kompos
(Suprihatin, dkk., 2003)
Jika 2 ton sampah dikonversi
menjadi 1 ton kompos, maka emisi sebesar 0,2-0,3 ton CH4 dapat dicegah. Nilai ini
setara dengan 5-7 ton CO2. Dengan kata lain produksi kompos telah
mereduksi emisi CH4 sebesar 0,2-0,3 ton atau setara dengan 5-7 ton
CO2.
III. REDUKSI CH4 DARI PEMBUATAN ARANG
KOMPOS BIOAKTIF DI TPA BANGKONOL, PANDEGLANG
Pembuatan arang
kompos bioaktif di TPA Bangkonol, Pandeglang menggunakan sampah organik
pasar. Hampir
60 persen terdiri dari bahan-bahan organik seperti sampah sayuran, buah,
pangkasan pohon lindung dari penghijauan kota.
Volume sampah per hari rata-rata mencapai 5-10 ton. Dalam proses pengomposan volume penyusutan
mencapai 50 %, karena sebagian besar
bahan yang digunakan terdiri dari sampah dengan kadar air yang tinggi. Dari 12
ton sampah yang dikomposkan volume akhir menjadi sekitar 6 ton kompos/bulan
(mulai proses awal). Selanjutnya arang
kompos dikemas dalam karung sebanyak 110 karung dengan bobot masing-masing karung
berkisar antara 50 – 55 kg (Gusmailina, dkk.,
2005). Jika menggunakan persamaan dan estimasi
menurut Anonimus (1989), maka dari 6 ton arang kompos yang dihasilkan di TPA
Pandeglang, telah mencegah emisi CH4 dari TPA sebesar 6 x 0,3 ton = 1,8 ton CH4, atau
setara dengan 30 – 42 ton CO2 atau seharga dengan US $ 150 – 210/bulan (harga
minimal), karena pada
Protokol Kyoto 1997 salah satunya adalah mengatur kerangka kerja konvensi pada
perubahan iklim global, dimana emisi gas rumah kaca dapat diperdagangkan,
meskipun reduksi emisi gas rumah kaca memerlukan verifikasi dan sertifikasi. Harga
reduksi emisi tersebut berkisar US$ 5 to 20 per ton CO2 (Soemarwoto,
2001).
Jika di TPA
Bangkonol, Pandeglang kontinyu menghasilkan minimal kompos 6 ton per bulan,
maka akan dihasilkan kompos 72 ton kompos per tahun. Berarti dari TPA, Bangkonol Pandeglang dapat
mencegah emisi metan sebesar 21,6 ton CH4, atau setara dengan 108 –
151,2 ton CO2. Maka volume
ini dapat menghasilkan
nilai ER (Emissions Reduction) minimal per tahun sebesar US $ 540 –
756. Nilai ER ini kemudian dapat
digunakan sebagai sumber dana untuk menjamin kesinambungan pengelolaan
sampah yang baik (sustainable municipal solids waste management).
IV.
PENUTUP
Dari 6 ton arang
kompos yang telah dihasilkan di TPA Bangkonol Pandeglang, telah mencegah emisi
CH4
dari TPA sebesar 1,8 ton/bulan, atau setara dengan 30 – 42 ton CO2 atau seharga dengan US $
150 – 210/bulan (harga minimal).
Jika di TPA Bangkonol, Pandeglang kontinyu menghasilkan minimal kompos 6
ton per bulan, maka akan dihasilkan kompos 72 ton per tahun. Berarti dari TPA, Bangkonol Pandeglang dapat
mencegah emisi CH4 sebesar 21,6 ton/tahun, atau setara dengan 108 –
151,2 ton CO2/tahun Nilai ini
dapat menghasilkan ER
(Emissions Reduction) minimal per tahun sebesar US $ 540–756, yang
kemudian dapat digunakan sebagai sumber dana untuk menjamin
kesinambungan pengelolaan sampah yang baik.
Nilai ini tentu akan bertambah lagi dengan hasil penjualan arang kompos
bioaktifnya.
Teknologi arang
kompos bioaktif dari sampah tidak hanya memberikan keuntungan teknis, tetapi
juga memiliki implikasi ekonomis. Hal ini dimungkinkan melalui mekanisme
perdagangan gas rumah kaca dengan harga reduksi emisi sebesar US$ 5–20 per ton
karbon.
DAFTAR PUSTAKA
Anonimus.
2007. Climate Change. The
Physical Science Basis. Contribution of Working Group I to the Fourth
Assessment Report of the Intergovernmental Panel on Climate Change. Intergovernmental Panel on Climate
Change. Summary for
Policymakers. Diakses pada 2
Februari 2007.
Anonimus, 1989. Abwasser Technische Vereinigung (ATV),
Recovery, Processing and Utilization of Biogas,
Korrespondenz Abwasser, 36 (13), pp. 153 – 164, 1989.
Clark, W.C. 1990.
Usable knowledge for managing global climate change. Report.
The Stockholm Environment Institute.
Stockholm.
Gusmailina, S. Komarayati dan G. Pari. 2005. Pengembangan
pembuatan arang kompos dalam rangka menunjang Gerhan (Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan
Lahan) Di Pandeglang, Prop. Banten. Laporan Hasil Penelitian. Pusat Litbang Hasil Hutan, Bogor.
Hanks, S., 1996. Ecology
and the Biosphere Journal. St. Luice Press, Florida,
pp. 108-110, 1996.
Henry, J. G., 1996. Solid wastes (Chapter 14). Environmental
Science and Engineering, ed. J. G. Henry and G.W. Heinke, Prentice-Hall
International: New Jersey,
pp. 567-619,
Houghton, J.T., G.J.
Jenkins and J.J. Epharaums, 1990.
Climate change. The IPCE
Scientific Assessment
Cambridge University
Press. New York.
Laksono,
T.S. 2009. Asdep Pengendalian Limbah Domestik Kementrian
Negara LH, Jakarta. (Diskusi langsung).
Morissoy, W. A. and John,
R. J. 1998. Global Climate Change. CRS Issue Brief for Congress. The Committee
for the national Institute for the Environmental. Washington, D. C.
Porteous, A. 1992. Dictionary
of Environmental Science and Technology, 2nd ed. John Wiley and Sons, New York
Soemarwoto,
O. 2001. Peluang Berbisnis Lingkungan Hidup Di Pasar Global untuk Pembangunan
Berkelanjutan. Makalah Seminar “Kebijakan Perlindungan Lingkungan dan
Pembangunan berkelanjutan Indonesia di Era Reformasi dalam Menghadapai KTT Rio.
Jakarta, 8
Februari 2001
Suprihatin, N.S. Indrasti dan M. Romli. 2003.
Potensi Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca melalui
Pengomposan
Sampah di Wilayah Jabotabek. Departemen
Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian IPB. Environmental
Of Research Center. PPLH-IPB. Bogor
Yusrizal, Z., 2000. Estimation of methane emission from landifill
site Bantar Gebang, Bekasi. Thesis at
the Faculty of Mathematics and Natural Sciences, Bogor
Agricultural University (IPB), Bogor.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar