Senin, 07 Maret 2016

PENERAPAN TEKNOLOGI ARANG KOMPOS BIOAKTIF SAMPAH KOTA DI TPA; SUATU ALTERNATIF REDUKSI EMISI DAN PEMANASAN GLOBAL



PENERAPAN TEKNOLOGI ARANG KOMPOS BIOAKTIF SAMPAH KOTA DI TPA;
SUATU ALTERNATIF REDUKSI EMISI DAN PEMANASAN GLOBAL

Oleh :  Gusmailina 1

1 Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan, Jl. Gunung Batu No. 5, Bogor
Telp/Fax (0251) 8633378/ 8633413

ABSTRAK

Pemanasan global merupakan kondisi yang diakibatkan oleh meningkatnya konsentrasi GRK (gas rumah kaca) di atmosfir yang diakibatkan oleh berbagai aktivitas manusia.  Selain itu pertambahan populasi penduduk dan pesatnya pertumbuhan teknologi dan industri juga memberikan kontribusi besar pada pertambahan GRK.  Salah satu GRK yang berasal dari tempat pembuangan sampah akhir (TPA) dengan sistem landfill adalah CH4   (metana) yang dihasilkan dari proses dekomposisi bahan organik sampah secara alami. Sekalipun keberadaannya di atmosfir lebih sedikit dibanding dengan CO2  (karbondioksida) tetapi memiliki potensi pemanasan global 21 kali lebih besar dari pada CO2.  Sehingga pengomposan merupakan salah satu alternatif untuk mengendalikan emisi gas metana dari TPA.
Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan pada tahun 2004 telah melakukan kegiatan pembuatan Arang kompos bioaktif (Arkoba) di TPA  Bangkonol, Pandeglang.  Arkoba yang dihasilkan selanjutnya diaplikasikan di beberapa lokasi lahan Gerhan (Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan).  Tulisan ini menyajikan tentang penerapan teknologi arang kompos bioaktif di TPA Bangkonol, Pandeglang sebagai salah satu cara untuk mengurangi sekaligus mencegah emisi GRK dan pemanasan global.   

Kata kunci : Sampah, emisi, CH4, kompos, reduksi



ABSTRACT 

 
The applying bioactive charcoal compost technology from TPA garbage(final garbage place);   the altervative to reducing emission and global warming

Global warming  is the increasing condition of greenhouse gasses concentration effet of resulted from various human being activity.  Besides accretion of resident population and is fast of industrial and technological growth also give big contribution. CH4 (metana gasses) is one of greenhouse gasses (GHGs) coming from  TPA garbage (final garbage) place with landfill system from organic materials degradation process of naturally produced. Even if its low existence in the atmosphere compared to the CO2 (carbondioxide) gases, but owning global warming potency it’s 21 times bigger than the CO2. So that composting represent one of the alternative solution to control methane gas emission from TPA garbage.
Forest Product Research and Development Center year 2004 have done conducted activity  making of bioactive charcoal compost (Arkoba) in TPA Bangkonol, Pandeglang. The bioactive charcoal compost yielded was application in some Gerhan (Movement National Rehabilitate Forest and Land) area.  This Article present about applying of bioactive charcoal compost technology at Bangkonol TPA garbage, Pandeglang as one of the way of solution to reducing green hause gasses emission and global warming.

Keyword : garbage, emission, CH4, compost, reducing

I.  PENDAHULUAN

Pemanasan Global (Global warming) adalah terjadinya proses peningkatan suhu rata-rata atmosfir, laut, dan daratan yang akhir-akhir ini merupakan isu yang telah menjadi kenyataan serta semakin mengkhawatirkan.   Suhu rata-rata global pada permukaan bumi telah meningkat 0,74 ± 0,18 °C (1,33 ± 0,32 °F) selama seratus tahun terakhir. Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) dalam Houghton, et.al., (1990) menyimpulkan bahwa, sebagian besar peningkatan suhu rata-rata global sejak pertengahan abad ke-20 disebabkan oleh meningkatnya konsentrasi gas-gas rumah kaca (GRK) akibat aktivitas manusia. Selain itu pertambahan populasi penduduk dan pesatnya pertumbuhan teknologi dan industri ternyata juga memberikan kontribusi besar pada pertambahan GRK.
Di Indonesia, GRK yang berasal dari aktivitas manusia dapat dibedakan atas beberapa hal.  Pada Tabel 1 dapat dilihat sumber penghasil GRK dari beberapa aktivitas  antara lain: (1) kerusakan hutan termasuk perubahan tata guna lahan, (2) pemanfaatan energi fosil, (3) pertanian dan peternakan, serta (4) sampah.  Pertanian, peternakan serta sampah berperan sebagai penyumbang GRK berupa gas metana (CH4) yang  memiliki potensi pemanasan global 21 kali lebih besar dari pada gas karbondioksida/CO2 (Suprihatin, dkk., 2003).  Emisi CH4 dari sampah berasal dari proses dekomposisi bahan organik sampah secara alami di lokasi tempat pembuangan sampah akhir (TPA).  Sehingga pengomposan merupakan salah satu alternatif untuk mengendalikan emisi gas metana dari TPA.

Tabel 1.  Gas rumah kaca penting, sumber dan kontribusinya terhadap peningkatan efek rumah kaca

Senyawa

Sumber
Kontribusi relative terhadap efek gas rumah kaca, %
Hanks (1996)
Porteus (1992)
CO2
Pembakaran bahan bakar fosil, penebangan hutan
60
50
CH4
Peternakan. dekomposisi sampah, lahan persawahan, gambut, dan lain-lain
15
20
NOx
Industri pupuk
5
5 (mencakup uap air)
CFC
AC, refrigerator, busa aerosol
12
15
O3
Konversi polutan otomobil oleh sinar matahari
8
10
Sumber Suprihatin, dkk., (2003)

Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan pada tahun 2004 telah melakukan kegiatan pembuatan Arang kompos bioaktif (Arkoba) di 2 TPA yaitu TPA  Bangkonol, Pandeglang dan TPA1 Palembang.  Arkoba yang dihasilkan selanjutnya diaplikasikan di beberapa lokasi lahan Gerhan.  Tulisan ini menyajikan tentang penerapan tekonologi arang kompos bioaktif di TPA khususnya TPA Bangkonol, Pandeglang sebagai salah satu cara untuk mengurangi emisi GRK dan pemanasan global.   
A.  TPA Sebagai Emitter GRK, Salah Satu Pemicu Pemanasan Global
 
             Di Indonesia saat ini terdapat sekitar 450 TPA yang berpotensi sebagai sumber emisi gas metana. Sebagai contoh, sampah sebanyak 1000 ton, dengan kandungan sampah organik 56 persen akan menghasilkan gas metana 21.000 ton setiap tahunnya atau setara dengan CO2 486.500 ton.  Masyarakat Eropa sepakat bahwa pada tahun 2005 tidak membuang sampah organiknya langsung ke TPA. Sampah organik diolah terlebih dahulu agar gas tidak diproduksi dalam jumlah besar. Pengolahan dapat berupa insinerasi, pengomposan, dan produksi biogas.  Pengomposan adalah proses yang dipilih oleh Global Environment Facility yang dianggap sesuai untuk diterapkan di Indonesia untuk mereduksi produksi GRK sekaligus untuk membantu perbaikan sistem pengelolaan sampah di Indonesia.  
Pada tahun 2008 produksi sampah di Indonesia diperkirakan mencapai 167 ribu ton/hari yang dihasilkan dari 220 juta jiwa jumlah penduduk Indonesia atau sama dengan 800 gram/hari/orang (Laksono, 2008). Dari volume sampah tersebut diperkirakan akan menghasilkan gas metana sebanyak 8.800 ton/hari. Volume tersebut dapat meningkatkan konsentrasi gas rumah kaca sebesar 745,2Gg (giga gram).  Jika produksi rata-rata gas metana adalah 235 L per kg sampah, dimana 80 persen sampah ditimbun di TPA, maka sebanyak 0,5 juta ton metana (setara 12,8 juta ton CO2) dihasilkan dari TPA. Namun angka tersebut masih kecil bila dibandingkan dengan sektor lain seperti perubahan penggunaan lahan kehutanan, energi, transportasi dan pertanian yang mencapai angka...........  Akan tetapi meskipun konstribusinya  terhitung kecil, daya rusak gas metana terhadap lapisan ozon 21 kali lebih kuat dibandingkan dengan karbondioksida/CO2 (Houghton, et al.,1990).
Berdasarkan data dari Kementrian Lingkungan Hidup (KLH),  pada tahun 2008 sampah yang diolah menjadi kompos hanya sekitar 5 persen atau 12.800 ton/hari.  Apabila dikelola dengan baik maka sampah akan bermanfaat bagi kesejahteraan masyarakat dan Negara (Laksono, 2008)

B.  Estimasi Emisi Metana di TPA

Di TPA, bahan organik terdekomposisi secara alami menjadi CH4, karbon dioksida (CO2), dan sejumlah kecil N2, H2, H2S, H2O (Morissoy and John, 1998). Saat ini belum banyak penelitian yang mendalam tentang reaksi perombakan sampah. Estimasi pembentukan gas sebagai fungsi dari waktu sering dilakukan dengan bantuan model matematis. Karena struktur landfill di TPA tidak homogen, sehingga model tersebut  hanya merupakan dasar matematis.  Suatu model dari Abwasser Technische Vereinigung (ATV) (Anonim, 1989) sering digunakan untuk untuk menduga produksi gas metana dari sludge yaitu :
            Ge = 1.868Co(0,014T+0,28)
dengan Ge = volume gas yang terbentuk (m3),
            Co = karbon organik (kg/t sampah, tipikal 200 kg/t), dan
              T = temperatur (oC, tipikal 40 oC untuk kondisi landfill).
Abwasser Technische Vereinigung (ATV) (Anonimus, 1989) juga mengemukakan model lain yang dipercaya dan cukup handal untuk keperluan praktis yaitu :
              Gt = Ge(1 – 10 –k . t) dalam m3 gas/t sampah
dengan Gt = volume gas yang terbentuk m3 gas/t sampah 
              k = konstanta degradasi (tipikal untuk landfill: 0,03 - 0,06), dan
               t = waktu (tahun).
Dikemukakan bahwa struktur model tersebut masih memerlukan pengkajian lebih lanjut untuk verifikasi, terutama berkaitan dengan kondisi riil proses dekomposisi sampah. Dengan bantuan model tersebut dapat dilakukan estimasi produksi gas dengan menggunakan berbagai parameter.  Pada Gambar 1 dapat dilihat estimasi emisi metana dari sampah di beberapa landfill TPA se Jabotabek (Suprihatin, dkk., 2003).


Gambar 1.  Estimasi emisi metana pada berbagai tingat persentase sampah yang ditimbun di landfill TPA di Jabotabek (Suprihatin, dkk., 2003).

Di dalam Abwasser Technische Vereinigung (ATV) (Anonimus, 1989) menjelaskan bahwa jumlah dan komposisi gas yang dihasilkan sangat ditentukan oleh karakteristik sampah. Sebagai contoh, produksi gas spesifik teoritis untuk karbohidrat adalah 0,8 Nm3/kg dengan kandungan CH4 50 %, sedangkan untuk lemak dan protein masing-masing 0,7 and 1,2 Nm3/kg dengan kandungan CH4 70 dan 67 %. Karena komposisi sampah pada dasarnya tidak seragam, produksi gas spesifik dan komposisi gas dari suatu landfill di TPA dapat berbeda dari TPA lainnya. Di sebutkan juga bahwa potensi pembentukan gas dari dekomposisi sampah di TPA berkisar antara 150 dan 250 m3 gas/t (Anonimus, 1989) atau 0 – 300 m3 CH4/t sampah (Yusrizal, 2000).
Menurut Henry and Heinke (1996), estimasi produksi gas teoritis dapat mencapai 200-270 L CH4 per kg sampah, tergantung pada karakteristik sampah dan kondisi fisik TPA, temperatur dan kelembaban. Sebagi contoh jika digunakan nilai produksi gas spesifik rata-rata 235 L CH4/kg sampah dan 80 % sampah di Jabotabek dibuang ke TPA, maka sebanyak 0,5 juta ton metana per tahun akan terbentuk di TPA. Jumlah produksi metana ini akan terus meningkat seiring dengan pertumbuhan jumlah penduduk dan jumlah produksi sampah. Pada gambar 1 dapat dilihat bahwa perkiraan emisi metana pada tahun 2015 mencapai 1,3 ton metana/tahun, jika tidak dilakukan tindakan pencegahan dan pengendalian.  


II.  POTENSI KONTRIBUSI PENGOMPOSAN SAMPAH TERHADAP REDUKSI EMISI CH4

Pengomposan sampah merupakan salah satu target alternatif untuk mereduksi emisi metana dari TPA.  Jika produksi kompos sebesar 100.000 ton per tahun, maka dapat mereduksi emisi gas rumah kaca sebesar 600.000 ton karbon dioksida ekuivalen per tahun (Anonimus, 1989).
Menurut Henry and Heinke (1996), dari pengomposan 1,9 ton sampah dapat dihasilkan satu ton kompos, sedangkan satu ton sampah jika ditimbun di landfill dapat menghasilkan 0,20-0,27 m3 CH4. Metana memiliki densitas 0,5547 g/L. Dengan demikian, dengan menghasilkan satu ton kompos, emisi gas rumah kaca sebesar 0,21- 0,29 ton CH4 atau 5-7 ton CO2 ekuivalen dapat dicegah. Hubungan antara emisi metana dan produksi kompos dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Hubungan antara reduksi emisi metana dan tingkat produksi kompos
(Suprihatin, dkk., 2003)


Jika 2 ton sampah dikonversi menjadi 1 ton kompos, maka emisi sebesar 0,2-0,3 ton CH4 dapat dicegah. Nilai ini setara dengan 5-7 ton CO2. Dengan kata lain produksi kompos telah mereduksi emisi CH4 sebesar 0,2-0,3 ton atau setara dengan 5-7 ton CO2. 

III.  REDUKSI CH4 DARI PEMBUATAN ARANG KOMPOS BIOAKTIF DI TPA BANGKONOL, PANDEGLANG

Pembuatan arang kompos bioaktif di TPA Bangkonol, Pandeglang menggunakan sampah organik pasar.  Hampir 60 persen terdiri dari bahan-bahan organik seperti sampah sayuran, buah, pangkasan pohon lindung dari penghijauan kota.  Volume sampah per hari rata-rata mencapai 5-10 ton.  Dalam proses pengomposan volume penyusutan mencapai 50 %,  karena sebagian besar bahan yang digunakan terdiri dari sampah dengan kadar air yang tinggi. Dari 12 ton sampah yang dikomposkan volume akhir menjadi sekitar 6 ton kompos/bulan (mulai proses awal).  Selanjutnya arang kompos dikemas dalam karung sebanyak 110 karung dengan bobot masing-masing karung berkisar antara 50 – 55 kg (Gusmailina, dkk., 2005).   Jika menggunakan persamaan dan estimasi menurut Anonimus (1989), maka dari 6 ton arang kompos yang dihasilkan di TPA Pandeglang, telah mencegah emisi CH4 dari TPA sebesar 6 x 0,3 ton = 1,8 ton CH4, atau setara dengan 30 – 42 ton CO2 atau seharga dengan US $ 150 – 210/bulan (harga minimal), karena pada Protokol Kyoto 1997 salah satunya adalah mengatur kerangka kerja konvensi pada perubahan iklim global, dimana emisi gas rumah kaca dapat diperdagangkan, meskipun reduksi emisi gas rumah kaca memerlukan verifikasi dan sertifikasi. Harga reduksi emisi tersebut berkisar US$ 5 to 20 per ton CO2 (Soemarwoto, 2001).
Jika di TPA Bangkonol, Pandeglang kontinyu menghasilkan minimal kompos 6 ton per bulan, maka akan dihasilkan kompos 72 ton kompos per tahun.  Berarti dari TPA, Bangkonol Pandeglang dapat mencegah emisi metan sebesar 21,6 ton CH4, atau setara dengan 108 – 151,2 ton CO2.  Maka volume ini dapat menghasilkan nilai ER (Emissions Reduction) minimal per tahun sebesar US $ 540 – 756.  Nilai ER ini kemudian dapat digunakan sebagai sumber dana untuk menjamin kesinambungan pengelolaan sampah yang baik (sustainable municipal solids waste management).

IV.  PENUTUP

Dari 6 ton arang kompos yang telah dihasilkan di TPA Bangkonol Pandeglang, telah mencegah emisi CH4 dari TPA sebesar 1,8 ton/bulan, atau setara dengan 30 – 42 ton CO2 atau seharga dengan US $ 150 – 210/bulan (harga minimal). 
Jika di TPA Bangkonol, Pandeglang kontinyu menghasilkan minimal kompos 6 ton per bulan, maka akan dihasilkan kompos 72 ton per tahun.  Berarti dari TPA, Bangkonol Pandeglang dapat mencegah emisi CH4 sebesar 21,6 ton/tahun, atau setara dengan 108 – 151,2 ton CO2/tahun  Nilai ini dapat menghasilkan ER (Emissions Reduction) minimal per tahun sebesar US $ 540–756, yang kemudian dapat digunakan sebagai sumber dana untuk menjamin kesinambungan pengelolaan sampah yang baik.  Nilai ini tentu akan bertambah lagi dengan hasil penjualan arang kompos bioaktifnya.
Teknologi arang kompos bioaktif dari sampah tidak hanya memberikan keuntungan teknis, tetapi juga memiliki implikasi ekonomis. Hal ini dimungkinkan melalui mekanisme perdagangan gas rumah kaca dengan harga reduksi emisi sebesar US$ 5–20 per ton karbon.

DAFTAR PUSTAKA

Anonimus.  2007.  Climate Change.  The Physical Science Basis. Contribution of Working Group I to the Fourth Assessment Report of the Intergovernmental Panel on Climate Change. Intergovernmental Panel on Climate Change. Summary for Policymakers.  Diakses pada 2 Februari 2007.

Anonimus, 1989.  Abwasser Technische Vereinigung (ATV), Recovery, Processing and Utilization of Biogas,  Korrespondenz Abwasser, 36 (13), pp. 153 – 164, 1989.

Clark, W.C.  1990.  Usable knowledge for managing global climate change.  Report.  The Stockholm Environment Institute.  Stockholm.

Gusmailina, S. Komarayati dan G. Pari.  2005.  Pengembangan pembuatan arang kompos dalam rangka menunjang Gerhan  (Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan) Di  Pandeglang,   Prop. Banten.  Laporan Hasil Penelitian.  Pusat Litbang Hasil Hutan, Bogor.

Hanks, S., 1996.  Ecology and the Biosphere Journal.  St. Luice Press, Florida, pp. 108-110, 1996.

Henry, J. G., 1996.  Solid wastes (Chapter 14). Environmental Science and Engineering, ed. J. G. Henry and G.W. Heinke, Prentice-Hall International: New Jersey, pp. 567-619,

Houghton, J.T., G.J. Jenkins and J.J. Epharaums, 1990.  Climate change.  The IPCE Scientific Assessment Cambridge University Press.  New York.

Laksono, T.S.  2009.  Asdep Pengendalian Limbah Domestik Kementrian Negara LH, Jakarta.  (Diskusi langsung).  

Morissoy, W. A. and John, R. J. 1998. Global Climate Change. CRS Issue Brief for Congress. The Committee for the national Institute for the Environmental.  Washington, D. C.

Porteous, A. 1992. Dictionary of Environmental Science and Technology, 2nd ed. John Wiley and Sons, New York

Soemarwoto, O. 2001. Peluang Berbisnis Lingkungan Hidup Di Pasar Global untuk Pembangunan Berkelanjutan. Makalah Seminar “Kebijakan Perlindungan Lingkungan dan Pembangunan berkelanjutan Indonesia di Era Reformasi dalam Menghadapai KTT Rio. Jakarta, 8 Februari 2001

Suprihatin, N.S. Indrasti dan M. Romli.  2003.  Potensi Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca melalui
Pengomposan Sampah di Wilayah Jabotabek.  Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian IPB. Environmental Of Research Center. PPLH-IPB. Bogor

Yusrizal, Z., 2000.  Estimation of methane emission from landifill site Bantar Gebang, Bekasi. Thesis at the Faculty of Mathematics and Natural Sciences, Bogor Agricultural University (IPB), Bogor. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar