Selasa, 08 Maret 2016

POTENSI SENYAWA AKTIF TUMBUHAN MALUA (Brucea javanica (L.) Mess) SEBAGAI SUMBER BIOFARMAKA DAN BIOPESTISIDA ASAL HUTAN



POTENSI SENYAWA AKTIF TUMBUHAN MALUA (Brucea javanica (L.) Mess) SEBAGAI SUMBER BIOFARMAKA DAN BIOPESTISIDA ASAL HUTAN *)


Oleh :  Zulnely**), Gusmailina**) dan Evi Kusmiyati***)

Pusat Litbang Keteknikan Kehutanan dan Pengolahan Hasil Hutan (PUSTEKOLAH), Badan Litbang Kehutanan, Jalan Gunung Batu No. 5. Telp/Fax (0251) 8633378; 8633413. Bogor.
Email : gsmlina@gmail.com


RINGKASAN

Tumbuhan malua (Brucea javanica (L.) Mess) banyak tersebar di seluruh Indonesia sehingga mempunyai banyak nama daerah, seperti dadih – dadih, tambursipago, tamban bui, malua, melur ( sumatera ), kendang pencang, kipades, trawalot (Jawa), tambara marica, amber marica (sulawesi) dan nagas (Maluku),. sering dijumpai pada belukar di tepi sungai, hutan jati, hutan sekunder, juga ada yang menanam sebagai tanaman pagar. Tumbuhan ini dapat hidup pada daerah dengan ketinggian 0,5-550 m dpl. Masyarakat desa banyak menggunakan tumbuhan ini sebagai obat untuk mengobati berbagai jenis penyakit, mulai dari akar daun dan buahnya. Buah malua merupakan antiseptik kuat dan amuba, mikro organisme penyebab malaria, parasit di rongga usus dan mikroorganisme penyebab infeksi pada organ kewanitaan (vagina).  Di luar negeri, ramuan obat ini sudah dibuat dalam bentuk kapsul, obat cair dan obat suntik. Dapat digunakan untuk mengobati penyakit kanker. Pengobatannya dilakukan dengan meminum cairan emulsi, menggunakan injeksi atau menggunakan cairan emulsi yang dilarutkan ke dalam cairan infus. Pada kanker serviks dan payudara, biasanya diberikan injeksi lokal, sedangkan pada tumor saluran cerna dan paru-paru diberikan injeksi intramuskuler.
Beberapa studi pendahuluan menunjukkan bahwa tumbuhan ini selain berpotensi sebagai sumber Biofarmaka, juga memiliki potensi untuk dikembangkan sebagai sumber biopestisida baru.  Hasil analisis pendahuluan terhadap buah Malua dengan menggunakan Py-GC-MS (Pyrolisis Spektrometri Massa Kromatografi Gas) menunjukkan bahwa buah Malua mengandung 10 komponen utama bahan aktif yaitu: 9-Octadecenamide, Aziridine, Carbamic acid, 2,4,4-Trimethylbut, Cyclohexanone, 9-Octadecenoic acid, 2,6-Dimethyl-7-Octen-3-OL, Benzonitrite, Undecyl 5-Bromovalerate, dan Hexanamide.  Dari hasil analisis ternyata buah malua benar selain berpotensi sebagai bahan  biofarmaka juga untuk pengembangan biopestisida, karena mengandung Aziridine sebesar 18,10%.  Tulisan ini menyajikan informasi tentang potensi senyawa organik alam dari tumbuhan Malua selain sebagai sumber biofarmaka juga sebagai sumber biopestisida, yang diharapkan dapat digunakan sebagai dasar bagi penelitian-penelitian selanjutnya.

Kata kunci : Malua  (Brucea javanica (L.) Mess), buah, analisis, bahan aktif, potensi, biofarmaka, biopestisida

=====================================================================================
*)     Disampaikan sebagai makalah poster pada Seminar Nasional XVII Masyarakat Peneliti Kayu Indonesia (MAPEKI) 11 November 2014 di Hotel Garuda Plaza, Jalan Sisingamangaraja 18 Medan, Sumatera Utara. Indonesia.
**)       Peneliti pada PUSTEKOLAH (Pusat Litbang Keteknikan Kehutanan dan Pengolahan Hasil Hutan), Badan    Litbang Kehutanan, Kementerian Kehutanan.  Jalan Gunung Batu No. 5. Telp/Fax (0251) 8633378; 8633413. Bogor.  Email : gsmlina@gmail.com
***)   Teknisi Litkayasa pada PUSTEKOLAH (Pusat Litbang Keteknikan Kehutanan dan Pengolahan Hasil Hutan), Badan Litbang Kehutanan, Kementerian Kehutanan.  Jalan Gunung Batu No. 5. Telp/Fax (0251) 8633378; 8633413. Bogor. 

I.  PENDAHULUAN

Tumbuhan malua (Brucea javanica (L.) Mess) dikenal juga sebagai melur atau buah makasar, merupakan salah jenis yang termasuk ke dalam Familia Simaroubaceae.  Famili Simaroubaceae merupakan jenis tumbuhan yang dilaporkan mengandung bahan pestisida (Grainge & Ahmed, 1988).  Tumbuhan ini banyak tersebar di seluruh Indonesia sehingga mempunyai banyak nama daerah, seperti tambursipago, tamban bui, malua, melur, tampar(sumatera), kendang pencang, kipades, trawalot (Jawa), tambara marica, amber marica (sulawesi) dan nagas (Maluku). Sering dijumpai pada belukar di tepi sungai, hutan jati, hutan sekunder, juga ada yang menanam sebagai tanaman pagar. Tumbuhan ini dapat hidup pada daerah dengan ketinggian 0,5-550 m dpl. Masyarakat desa banyak menggunakan tumbuhan ini sebagai obat untuk mengobati berbagai jenis penyakit, mulai dari akar daun dan buahnya. Buah malua merupakan antiseptik kuat dan amuba, mikro organisme penyebab malaria, parasit di rongga usus dan mikroorganisme penyebab infeksi pada organ kewanitaan (vagina).  Tumbuhan ini mengandung banyak zat bioaktif yang termasuk dalam dua golongan senyawa, yaitu alkaloid dan quassinoid. Canthin-6-one adalah salah satu senyawa yang tergolong alkaloid (Liu et al., 1990), sedangkan golongan quassinoid antara lain meliputi bruceolide, bruceine A, B, dan C. Kemudian juga ditemukan kandungan bruceine D, E, F, dan G, serta bruceantin, bruceantinol, bruceantarin, dehidrobruceantol, dan brusatol (Roberts, 1994).
Salah satu spesies Simaroubaceae yang banyak ditemui di Indonesia khususnya Sumatera adalah
Brucea javanica.  Secara tradisional tumbuhan ini telah lama digunakan sebagai obat tradisional untuk mengatasi keluhan sakit pinggang, panas dalam, dan luka. Sari buah B. javanica memiliki daya anti cacing. Air rebusan 10% b/v menunjukkan efek yang nyata terhadap cacing Ascaridia galli (cacing gelang pada ayam). Guo et al., (2005) mengidentifikasi quasinoid dari B. javanica yaitu bruseosida C, D, E, dan F tetapi aktivitasnya terhadap serangga hama belum pernah dilaporkan. Sebagai biopestisida Lina (2007) melakukan uji pendahuluan ekstrak air buah melur yang mengandung latron 0,5% dan metanol 1% terhadap larva Spodoptera litura instar 3 dan C. pavonana instar 2. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa ekstrak air buah melur konsentrasi 5% bersifat toksik dan menghambat makan S.litura, efek toksik pada C. pavonana bahkan mencapai 100%.

II.  PROFILE TUMBUHAN MALUA (Brucea javanica (L.) MESS)

                Profile tumbuhan Malua berupa semak,perdu tegak, tinggi, menahun yang tumbuh meliar di hutan. Tumbuhan ini bisa juga disebut pohon kecil mengingat tumbuhan ini dapat mencapai 10 m, sangat pahit, dan beracun. (Wikipedia Indonesia). Daunnya tunggal, dengan pertulangan daun menyirip, jumlah anak daunnya 5-13, letaknya berhadapan (Dharma, 1987) dan tersusun spiral.Helaian daunnya berbentuk bulat telur lonjong hingga lanset memanjang, ujungnya runcing, pangkalnya berbentuk baji, tepinya bergerigi kasar, permukaan atas berwarna hijau, sedangkan permukaan bawahnya berwarna hijau muda. Panjangnya 5-10 cm, dan lebarnya 2-4.Tulang daun sekunder tidak bercabang dan berakhir di kelenjar daun (Dalimartha, 2000).
Perbungaannya muncul dari ketiak daun, berbulu, menggarpu kecil. Adapun, tumbuhan ini berkelamin dua, dan terletak dalam malai yang padat, dengan warna ungu. Buahnya termasuk buah batu berbentuk bulat telur, dengan panjang 8 mm. Jika sudah masak, berwarna hitam, dan bijinya bulat, dan berwarna putih. Dalam sebuah penelitian, barulah diketahui seumpama dalam sebatang cabang, buah makasar menghasilkan 322,9 buah, dan dalam sebatang pohon, buah makasar menghasilkan 2292 buah. Buah muda berwarna hijau dan setelah tua berwarna hijau-coklat (Utami, 2011).  Fase pembungaan, pembentukan, dan pemasakan buah selama berturut-turut adalah 28, 47, dan 49 hari.
Tumbuhan ini tumbuh tersebar dari Sri Lanka, India mengarah ke Indo Cina, Cina selatan, Taiwan, Thailand, Malesia ke Australia utara, tumbuhan ini jarang ditemui di Maluku, Papua, dan Guinea Baru. Dahulu, di Kalimantan Tengah dan Sulawesi Selatan banyak ditemui buah makasar. Namun, buah makasar kini jarang ditemui. Di Jabodetabek, buah makasar hanya ditemui di kebun-kebun milik industri pembuahtan jamu.[8] Persebaran yang terpecah-pecah di Malesia timur menandakan bahwa pohon ini telah diintroduksikan oleh orang beberapa tahun yang lalu. Dari sini, kemudian diintroduksikan lagi ke Mikronesia dan Fiji.(Hidayat, 2005)

III.  HASIL ANALASIS BUAH MALUA/MELUR DENGAN PY-GC-MS (PYROLISIS SPEKTROMETRI MASSA   KROMATOGRAFI GAS)

                Hasil analisis menggunakan Py-GC-MS (Pyrolisis Spektrometri Massa Kromatografi Gas) menunjukkan bahwa ditemukan 10 derivat komponen utama dari buah malua/melurantara lain : 9.59 % Carbamic acid, monoammonium salt (CAS) Ammonium carbamate;  5.15% 2,4,4-Trimethylbut-2-enolide;  4.73% 2,6-DIMETHYL-7-OCTEN-3-OL;  4.00% Benzonitrile, 2-methyl- (CAS) 1-Methyl-2-cyanobenzene;  18.10% Aziridine, 2-methyl-3-(1-methylethyl)-, trans- (CAS) TRANS-2-METHYL-3-ISOPROPYLAZIRIDINE; 5.60% Cyclohexanone, 4-methoxy- (CAS) 4-Methoxycyclohexanone;  5.90% 9-Octadecenoic acid, methyl ester, (E)- (CAS) Methyl elaidate;  4.60% UNDECYL 5-BROMOVALERATE;  38.34% 9-Octadecenamide, (Z)- (CAS) OLEOAMIDE;  dan 3.98% Hexanamide (CAS) Caproamide.  Grafik dalam dilihat pada Gambar 1 berikut.

Gambar 1.  Analisis Buah Malua/Melur dengan Py-GC-MS (Pyrolisis Spektrometri Massa Kromatografi Gas)



Pada Gambar 1 diketahui bahwa konsentrasi dari derivat senyawa didominasi oleh 9-Octadecenamide, (Z)- (CAS) OLEOAMIDE (Formula: C18 H35 N O) yaitu sebesar 38, 34 %, kemudian Aziridine (Formula:C6 H13 N).  Urutan ke tiga didominasi oleh senyawa Carbamic acid, monoammonium salt (CAS) Ammonium carbamate dengan formula C H3 N O2. 
Jika diperhatikan hasil analisis, derivat senyawa yang termasuk ke dalam senyawa aktif yang diperuntukkan sebagai sumber biofarmaka diantaranya adalah :
1.       2,4,4-Trimethylbut-2-enolide.  Senyawa ini memiliku rumus formula C7 H10 O2 yang diindikasikan sebagai Furanon.  Golongan furanon telah menunjukkan hasil positif untuk mencegah biofilm pada permukaan abiotik. Furanon kemungkinan dapat digunakan sebagai agen antibiofilm pada obat manusia karena sifatnya yang stabil dan nontoksik (Madigan MT, Martinko JM, Brock TD., 2006, dalam Wikipedia Indonesia).
2.       2,6-DIMETHYL-7-OCTEN-3-OL synonim Rhodinol.  Sering digunakan untuk mengatasi antiradang, antifungi, anti serangga, afrodisiak, anti inflamasi, anti depresi, anti flogistik dan dekongestan.  Senyawa ini selain sebagai sumber biofarmaka juga sumber biopestisida.
3.       Benzonitrile, 2-methyl- (CAS) 1-Methyl-2-cyanobenzene.  Formula:C8 H7 N, sinonim cyanobenzene, Tolunitrile atau dikenal juga dengan fenil sianida.
4.       UNDECYL 5-BROMOVALERATE, Derivate senyawa ini memiliki Formula:C16 H31 BR O2.  banyak digunakan sebagai obat berbagai penyakit kulit yang disebabkan oleh bacteri atau jamur.
5.       Cyclohexanone, 4-methoxy- (CAS) 4-Methoxycyclohexanone.  Derivate senyawa ini memiliki Formula:         C7 H12 O2
6.       9-Octadecenoic acid, methyl ester, (E)- (CAS) Methyl elaidate.  Derivate senyawa ini memiliki Formula:C19 H36 O2.  Dikatakan bahwa senyawa ini dibutuhkan oleh tubuh sebagai prekursor hormon-kandungan yang meregulasi banyak fungsi dari tubuh, selain itu senyawa ini menghambat produksi glukosa dan juga bersifat antioksidan yang dapat menangkal terbentuknya radikal bebas dalam tubuh.
7.       9-Octadecenamide, (Z)- (CAS) OLEOAMIDE.  Derivate senyawa ini memiliki Formula:C18 H35 N O.  Merupakan senyawa Stereoisomers dengan nama lain Adogen 73; Oleamide; Oleic acid amide; Oleyl amide; Slip-eze; Armoslip CP; Crodamide O; Crodamide OR; Amide O; Diamide O 200; Diamid O 200; (Z)-9-Octadecenamide; Armid O; cis-9,10-Octadecenoamide; Kemamide O; Petrac Slip-Eze; Unislip 1759; 9-Octadecenamide, cis-; 9-Octadecenamide, (9Z)-

Sedangkan yang diduga sebagai sumber biopestisida adalah :
1.       Aziridine, 2-methyl-3-(1-methylethyl)-, trans- (CAS) TRANS-2-METHYL-3-ISOPROPYLAZIRIDINE
2.       Carbamic acid, monoammonium salt (CAS) Ammonium carbamate.  Derivat senyawa ini memiliku rumus Formula C H3 N O2
3.       Hexanamide (CAS) Caproamide Derivat senyawa ini memiliku rumus Formula:C6 H13 N O

Berbeda dengan hasil analisis GC-MS, hasil analisis menggunakan Py-GC-MS (Pyrolisis Spektrometri Massa Kromatografi Gas) akan menampilkan konsentrasi derivat pecahan dari senyawa utama, sehingga lebih rinci dan detail.


IV.  KEGUNAAN,  POTENSI BIOFARMAKA DAN BIOPESTISIDA

A.  KEGUNAAN

Berdasarkan berbagai literatur yang mencatat pengalaman secara turun-temurun dari berbagai negara dan daerah, tanaman ini dapat menyembuhkan penyakit-penyakit sebagai berikut :
  1. Disentri amuba. 10-15 biji digiling halus, masukkan kedalam kapsul untuk sekali minum. Sehari 3 kali selama 7 - 10 hari.
  2. Disentri, air kemih dan tinja berdarah karena panas. Biji (25 -50) digiling halus lalu dimasukkan kedalam kapsul, minum dengan air gula putih.
  3. Malaria. Akar, 15 - 20 gram digodok, minum.
  4. Wasir. 7 biji dilapisi buah longan, telan.
  5. Keputihan karena trichomonas. Biji 20 digodok dengan 400 cc air bersih didalam pot tanah, sampai tersisa 100 cc, untuk cuci kemaluan (disemprotkan dengan alat), setiap kali 20 - 40 cc. Bila sakitnya ringan cukup satu kali, sedangkan kelainan yang berat dilakukan 2 - 3 kali.
  6. Kanker ; Ehrliich ascitic cancer, sarcoma 37, sarcoma 180, cervic cancer 14, Walker carcinoma256, leucemia 1210 dan leucemia 388. ( Kanker kerongkongan, Lambung, Rectum, Paru-paru, Serviks, Kulit dan Leukimia ). Penggunaan buah segar atau kering. Dibuat serbuk, masukkan kapsul 1,5 – 2 gram, makan 2- 3 kali sehari. (Saran penggunaan kapsul 3x3 kapsul per hari, minum banyak air ). Sudah tersedia dalam bentuk obat suntik, infus dan emulsi untuk minum.

B. POTENSI BIOFARMAKA

Beberapa informasi menyebutkan bahwa buah malua dapat menurunkan kadar gula darah penderita diabetes melitus. Akarnya digunakan untuk pengobatan malaria, keracunan makanan, dan demam. Daunnya digunakan untuk mengatasi sakit pinggang.  Menurut laporan awal, buah makasar mengandung brusamarin, kosamin, yatanin, brusealin, glukosa, dan yatanosida A dan B.[2] Tumbuhan ini juga mengandung fenol (seperti brusenol, dan asam bruseoleat) Bijinya mengandung brusatol, dan brusein A,B,C,D,E,G, dan H. Daging buahnya mengandung minyak lemak, asam oleat, asam linoleat, asam stearat, dan asam palmitoleat. Buah dan daunnya mengandung tanin Dharma, 1987).  Di Kalimantan, biji buah makasar dimakan untuk meringankan masalah pencernaan pada perut. Di Indonesia sendiri, buah makasar dimakan untuk menghentikan pendarahan pada usus. Sedangkan, lumatan buah makasar di masyarakat kampung Gunung Dieng, Wonosobo, diminum seperti kopi dan diminum (Hidayat, 2005).
Dharma (1987), mengemukakan bahwa kosamin dalam dosis lemah berrsifat emetokatartik dan kolagoga serta bersifat membunuh nematoda dan taenia pada anjing. Juga bersifat antibiotik, dan mencegah penggumpalan darah. Namun, dalam dosis besar, ia dapat memnyebabkan kematian. Yatanin diketahui bersifat protozoasidal (pembunuh protozoa) tanpa adanya efek samping. Yatanosida yang diisolasi pada tahun 1945 menyebabkan reaksi keracunan akut dan bahkan menyebabkan kematian pada hewan ujicoba. Pemberian secara oral dan sedang banyaknya, juga menyebabkan kematian.[2] University of North Carolina (AS) menemukan zat yang bersifat anti-leukimia dari biji buah makasar, seperti bruseosida dan brusein. Universitas London mengisolasi zat sitostatik (bruceolid, seperti bruseolid-A) dari akar, buah, dan pepagan buah makasar yang didapati dari Fiji (Dharma, 1987).
WHO (1999) melaporkan bahwa ekstrak   biji  Brucea  javanica   efektif  sebagai amubisida, aktif terhadap Entamoeba histolytica. Potensi tersebut diperkirakan karena terjadinya penghambatan sintesis protein parasit malaria. Di samping itu ekstrak biji Brucea javanica aktif terhadap Shigella shiga, S.Boydii, Salmonella derby, Salmonella typhi tipe II, Vibrio cholerae inaba, dan Vibrio cholerae ogawa.  Brusatol yang diisolasi dari biji dilaporkan efektif untuk penyembuhan disentri. Dari hasil penelitian in vitro maupun in vivo diketahui bahwa ekstrak buah malua berefek sebagai antiplasmodia. Secara in vitro diketahui bahwa keberadaan bruseantin berefek positif terhadap Plasmodim falciparum yang resisten terhadap klorokuin. Efek positif ekstrak malua ditemukan pula pada Plasmodium berghei secara in vivo pada percobaan dengan mencit.  IC50 dari sembilan macam senyawa kuasinoid terhadap Plasmodium falciparum K-1 (resisten terhadap klorokuin) pada pemberian secara oral berkisar antara 0,0046-0,0008 mg/ml. Empat dari kesembilan senyawa tersebut juga aktif terhadap Plasmodium berghei secara in vivo setelah pemberian secara  oral.
Efektivitas bruseolid yang ditemukan dalam Brucea javanica terhadap Plasmodium berghei lebih tinggi bila dibanding klorokuin pada percobaan in vivo dengan mencit. Di samping itu ditemukan pula adanya aktivitas sitotoksik suatu golongan kuasinoid hasil isolasi dari Brucea javanica. Aktivitas antidisentri hasil pengujian klinik ekstrak buah Brucea javanica kurang efektif bila dibandingkan dengan emetin (Dharma, 1987).
Buah malua mengandung asam oleat, brusein A & B yang berkhasiat antikanker pada Ehrlich ascitic, cancer, sarcoma37, sarcoma180, servix cancer14, Walker carcinoma256, leucemia1210, dan leucemia388 pada binatang. Juga menghambat sintesa DNA pada sel kanker, mempertinggi daya fagositosis dari makrofag dan merangsang pembentukan sel darah pada sumsum tulang. Buah malua menjadi salah satu bahan herbal yang dapat menyembuhkan kanker payudara. Subeki dosen Teknologi Hasil Pertanian Universitas Lampung berhasil membuat buah makasar menjadi obat yang dapat menyembuhkan kanker payudara. Penelitiannya ini juga sudah diuji dan berhasil (Utami, 2011).


C.   POTENSI BIOPESTISIDA

Beberapa penelitian pengujian buah malua sebagai biopestisida menunjukkan posiif dan berpotensi untuk dikembangkan antara lain Agus (2012) yang menyimpulkan bahwa pemberian perlakuan ekstrak buah Brucea javanica terlihat nyata menghambat pertumbuhan dan perkembangan larva H.vitessoides.  Ekstrak buah Brucea javanica baik yang berasal dari buah muda, tua, maupun buah kering pada konsentrasi 50 g/l nyata efektif mematikan larva pemakan daun gaharu Heortia vitessoides dengan kisaran mortalitas 73,3–95,5% sejak dua hari setelah diaplikasikan. Bahkan ekstrak buah kering telah mematikan seluruh serangga uji pada hari ke-3 setelah aplikasi. Selain hal itu juga diketahui bahwa pada 2 hari setelah aplikasi, ekstrak buah tua dan buah kering memiliki pengaruh antifeedant terhadap larva H.vitessoides sebesar 68–70% berdasarkan bobot daun dan 74–77% berdasarkan luas daun yang dimakan. Lebih lanjut akibat perlakuan ekstrak buah Brucea tersebut
hanya kurang dari 10% larva uji yang dapat menjadi pupa dan tidak satu pun yang mencapai tahap imago.
Demikian juga dengan hasil penelitian Lina (2009), menyimpulkan bahwa buah malua memiliki aktivitas tertinggi terhadap C. Pavonana.

V.  KESIMPULAN

Berdasarkan hasil analisis menggunakan Py-GC-MS (Pyrolisis Spektrometri Massa Kromatografi Gas) menunjukkan bahwa ditemukan 10 derivat komponen utama dari buah malua/melurantara lain : 9.59 % Carbamic acid, monoammonium salt (CAS) Ammonium carbamate;  5.15% 2,4,4-Trimethylbut-2-enolide;  4.73% 2,6-DIMETHYL-7-OCTEN-3-OL;  4.00% Benzonitrile, 2-methyl- (CAS) 1-Methyl-2-cyanobenzene;  18.10% Aziridine, 2-methyl-3-(1-methylethyl)-, trans- (CAS) TRANS-2-METHYL-3-ISOPROPYLAZIRIDINE; 5.60% Cyclohexanone, 4-methoxy- (CAS) 4-Methoxycyclohexanone;  5.90% 9-Octadecenoic acid, methyl ester, (E)- (CAS) Methyl elaidate;  4.60% UNDECYL 5-BROMOVALERATE;  38.34% 9-Octadecenamide, (Z)- (CAS) OLEOAMIDE;  dan 3.98% Hexanamide (CAS) Caproamide. 
                Biji buah malua/melur sangat berpotensi untuk dikembangkan baik sebagai biofarmaka, maupun untuk biopestisida organik


DAFTAR PUSTAKA

Agus M. Hariri.  2012.  Mortalitas, Penghambatan Makan Dan Pertumbuhan Hama Daun Gaharu Heortia Vitessoides Moore Oleh Ekstrak Buah Brucea Javanica (L.) Merr.  . HPT Tropika. ISSN 1411-7525. Vol. 12, No. 2: 119 – 128, September 2012


Dharma, A.P. (1987). Indonesian Medicinal Plants [Tanaman-Tanaman Obat Indonesia] (dalam bahasa Inggris). Jakarta: Balai Pustaka. ISBN 979-407-032-7. 

Hidayat, Syamsul (2005). Ramuan Tradisional ala 12 Etnis Indonesia (dalam bahasa Indonesia). Jakarta: Penebar Swadaya. ISBN 979-489-944-5.

Lina EC, Arneti, Prijono D & Dadang. 2010. Potensi insektisida melur (Brucea javanica L. Merr.) dalam mengendalikan hama kubis Crocidolomia pavonada (F.) (Lepidoptera: Crambidae) dan Plutella xylostella
           (L.) (Lepidoptera: Yponomeutidae). J. Natur Indonesia 12(2):109-116.


Liu KCS, Yang SL, Roberts MF & Phillipson JD. 1990. Canthin-6-one alkaloids from cell suspension cultures of
            Brucea javanica. Phytochemistry 29 (1): 141-143

Roberts MF. 1994. Brucea spp.: In vitro culture and production of canthinone alkaloids and other secondary metabolites.In Bajaj YPS. (Ed.) Medicinal and Aromatic Plants .Springer-Verlag, Berlin, Heidelberg.         p. 21-45

Utami, Ning Wikan (2011). "Fekunditas Brucea javanica (L.) Merr. di Kawasan Ilmiah Cimanggu, Bogor". Majalah Obat Tradisional 13 (45): 101–107.

1 komentar: