KUALITAS ARANG KOMPOS DAN LIMBAH CAIR DARI
LIMBAH PENYULINGAN SAGU
(Characteristics of compost charcoal and
waste water from sago waste distillation)
Oleh/By :
Sri Komarayati & Gusmailina 1)
1) Pusat Penelitian dan Pengembangan hasil Hutan, Jl. Gunung
Batu, Bogor.
Telp. 0251 - 8633378,
Fax. 0251 – 8633413
ABSTRACT
This experiment was conducted on
fermenting compost charcoal from sago distillion waste. The composting process
was assisted by adding 10% activator and 20% sawdust charcoal. The mixture
of distillion waste, activator and
sawdust charcoal was rigourously agitated until homogenous and subsequently let
for 30 days.
In this experiment, beside compost
charcoal process, also analysis waste water of bioethanol sago distillition,
with purposed to know characteristic and nutrient content of waste water of
bioethanol sago distillition.
The result revealed that the quality
of compost charcoal from distillition of bioethanol sago solid waste had standard for powder organic fertilizer, i.e.
pH 6.80; moisture content 18.66%; C organic 34.52%; N total 1.27%; C/N ratio
27.00; P2O5 1.04% and K2O 1.36%.
The quality of waste water from
distillition of bioethanol sago had standard for liquid organic fertilizer,
i.e. pH 4.60; N total 0.49; P2O5 0.37% and K2O 0.24%.
Keywords
: sago waste, composting, activator, sawdust charcoal, characteristics
ABSTRAK
Penelitian
ini mengemukakan proses pembuatan arang kompos dari limbah padat sisa penyulingan
sagu. Proses pengomposan berlangsung
dengan adanya penambahan aktivator sebesar 10% dan arang serbuk gergaji sebesar
20%. Campuran limbah padat sisa penyulingan, aktivator dan arang serbuk gegaji
diaduk sampai homogen dan dibiarkan selama 30 hari..
Pada penelitian ini, selain pembuatan arang kompos, juga
dilakukan analisis limbah cair sisa penyulingan sagu dengan tujuan untuk
mengetahui karakteristik dan kandungan unsur hara yang terdapat di dalamnya.
Dari hasil
penelitian dapat diketahui bahwa kualitas arang kompos yang dihasilkan dari
limbah padat penyulingan bioetanol sagu telah memenuhi persyaratan yang
ditetapkan untuk pupuk organik curah, ditandai dengan pH 6,80; kadar air
18,66%; C organik 34,52%; N total 1,27%; nisbah C/N 27,00; P2O5
1,04% dan K2O 1,36%.
Kualitas limbah cair sisa penyulingan bioetanol sagu
telah memenuhi persyaratan yang ditetapkan untuk pupuk cair organik, ditandai
dengan pH 4,60; C organik 14,28%; N total 0,49%; P2O5
0,37% dan K2O 0,24%.
Kata kunci : limbah sagu, pengomposan, aktivator, arang serbuk
gergaji, karakteristik
I.
PENDAHULUAN
. Dari proses pembuatan bioetanol dari sagu (Metroxylon sp), terutama pada proses
penyulingan setelah penyulingan selesai akan diperoleh sisa berupa padatan dan cairan, yang disebut limbah padat dan limbah cair
sisa penyulingan sagu. Bahan tersebut di atas merupakan bahan yang masih dapat
diolah menjadi bahan yang berguna, yaitu dibuat kompos/ arang kompos/ pupuk
organik (Komarayati et al, 2009).
Prospek dan peluang pupuk organik di masa yang akan
datang, semakin besar antara lain disebabkan semakin mahalnya harga pupuk kimia
(pupuk anorganik), semakin menurunnya tingkat kesuburan tanah, semakin
tingginya kesadaran akan bahaya residu pupuk kimia terhadap kesehatan manusia,
serta adanya kecenderungan produk pertanian organik.
Ditinjau dari karakteristik limbah padat dan cair dari
limbah penyulingan sagu, ternyata kedua
bahan tersebut, mempunyai potensi untuk dimanfaatkan menjadi kompos/arang
kompos. Hal ini didasari karena limbah padat dan cair sisa penyulingan sagu
mengandung bahan organik dan nutrisi makro dalam jumlah cukup tersedia, serta mengandung
karbon (sumber energi) yang diperlukan bagi
mikroorganisme dalam proses pengomposan.
Penelitian ini bertujuan untuk memberikan teknologi
inovatif produksi arang kompos/pupuk organik dari limbah penyulingan sagu,
dalam rangka meningkatkan nilai manfaat sagu.
II.
BAHAN DAN METODE
A.
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan untuk membuat arang kompos adalah
limbah padat sisa penyulingan bioetanol
dari sagu (Metroxylon sp). Bahan lain yang digunakan yaitu aktivator aktif yang terdiri dari bakteri Cytophaga sp dan Trichoderma pseudokoningii yang berguna untuk mempercepat proses
pengomposan, arang serbuk gergaji sebagai campuran yang berguna untuk
meningkatkan kualitas kompos. Peralatan yang digunakan di antaranya sekop,
karung, timbangan, pH meter, higrometer, termometer dan lain-lain.
B.
Metode
Sebelum dibuat arang kompos, limbah padat sisa
penyulingan bioetanol dari sagu dianalisis kandungannya, dengan tujuan untuk
mengetahui kualitas dan kandungan unsur-unsur hara yang terkandung.
Bahan ditimbang
sebanyak 200 kg, ditambahkan aktivator sebesar 10% (b/v), arang serbuk gergaji
sebesar 20% (b/v) dan di-tambah air secukupnya, kemudian diaduk sampai homogen.
Selanjutnya dimasukkan ke dalam karung plastik jumbo, ditumpuk tidak terlalu
padat, selanjutnya karung ditutup. Proses pengomposan berlangsung selama satu bulan dengan
kondisi suhu 27 - 32oC ; pH 6,10 - 7,50 dan kelembaban 65% - 85%. Pengamatan suhu, pH dan kelembaban dilakukan setiap
hari. Tiap 1 minggu (tergantung kondisi)
dilakukan pembongkaran, pengadukan, penumpukan kembali agar proses pengomposan
berjalan dengan sempurna.
Untuk mengetahui kualitas arang kompos dilakukan
analisis kadar air, pH, unsur hara makro, nisbah C/N dan kapasitas tukar kation
(KTK). Hasil analisis dibandingkan dengan standar yang dikeluarkan oleh Anonim
(2000) dan persyaratan teknis minimal pupuk organik (Anonim, 2009).
Selain limbah padat sisa penyulingan bioetanol
dari sagu, pada penelitian ini juga dilakukan analisis kandungan unsur hara
limbah cair sisa penyulingan bioetanol sagu. Hasil analisis dibandingkan dengan
standar yang dikeluarkan oleh Anonim (2000) dan persyaratan teknis minimal
pupuk organik (Anonim, 2009).
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
A.
Arang Kompos
Pada Tabel 1, dapat diketahui hasil analisis kandungan
unsur hara yang terdapat dalam limbah padat sisa penyulingan bioetanol sagu
yang digunakan sebagai bahan untuk pembuatan arang kompos. Sedangkan pada Tabel
2, dapat diketahui hasil analisis kandungan unsur hara yang terdapat dalam
arang kompos dari limbah padat sisa penyulingan bioetanol sagu.
Tabel 1. Kandungan unsur hara limbah
padat sisa penyulingan bioetanol sagu
Table 1. Nutrient contents in solid wastes of
sago distilling
No.
|
Parameter (Parameters)
|
Hasil (Results)
|
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
|
pH
(1 : 1)
Kadar
air (Moisture content), %
C organik (C organic), %
N total, %
Nisbah C/N (C/N ratio)
P2O5 total,
%
K2O total, %
CaO total, %
MgO total, %
KTK
(Cation exchange capacity),meq/100
g
|
6,30
38,59
47,28
1,46
32,00
1,39
1,27
0,84
1,73
32,71
|
Hasil
analisis menunjukkan bahwa kandungan pH dan kadar air limbah padat penyulingan sagu
sebesar 6,30 dan 38,59%. Sedangkan nisbah C/N sebesar 32,00 tidak akan
mempengaruhi proses pengomposan karena C/N nya masih masuk dalam kisaran standar yaitu 25
- 40 (Gaur, 1982). Bila C/N terlalu rendah maupun terlalu tinggi, akan
berpengaruh terhadap proses pengomposan, terutama waktu pengomposan menjadi
lebih lama. Selanjutnya pada Tabel 2
dapat diketahui hasil analisis arang kompos dari limbah padat.
Tabel 2. Kualitas arang kompos dari
limbah padat penyulingan bioetanol dari sagu
Table
2. Nutrient contents in compost charcoal of solid wastes sago distilling
No.
|
Parameter (Parameters)
|
Hasil
(Results)
|
Keterangan
(Remarks)
|
1.
|
pH
(1 : 1)
|
6,80
|
**
|
2.
|
Kadar
air (Moisture content), %
|
18,66
|
**
|
3.
|
C organik (C organic), %
|
34,52
|
**
|
4.
|
N total, %
|
1,27
|
**
|
5.
|
Nisbah C/N (C/N ratio)
|
27,00
|
**
|
6.
|
P2O5 total,
%
|
1,04
|
**
|
7.
|
K2O total, %
|
1,36
|
**
|
8.
|
CaO total, %
|
0,67
|
*
|
9.
|
MgO total, %
|
2,08
|
*
|
10.
|
KTK
(Cation exchange capacity), meq/100g
|
36,48
|
*
|
Keterangan (Remarks) : * Standar
(Anonim, 2000)
** Persyaratan
teknis minimal pupuk organik (Anonim, 2009)
Proses
pengomposan berlangsung secara mesophilik, kemungkinan disebabkan tumpukan
bahan terlalu sedikit sehingga kerja mikroorganisme tidak maksimal, yang
mengakibatkan panas yang dihasilkan tidak terlalu tinggi sekitar 32o C.
Banyak faktor yang turut berperan pada proses pengomposan, antara lain
kelembaban dan kadar air bahan. Seperti
diketahui bahwa kadar air limbah padat 38,59%, sedangkan kadar air optimum bahan untuk pengomposan
seharusnya 50-60% (Dalzell et al.,
l987). Hasil analisis kualitas arang kompos dapat diketahui pada Tabel 2. Ditinjau dari sifat kimia, arang kompos ini mempunyai
kondisi pH 6,80; kadar air 18,66%; C organik 34,52%; N total 1,27%; P2O5
1,04% dan K2O 1,36%. Bila
dibandingkan dengan persyaratan yang ditetapkan oleh (Anonim, 2009), maka parameter yang tersebut
di atas telah memenuhi standar, kecuali nisbah C/N masih termasuk tinggi karena
nilainya sebesar 27,00.
Nisbah C/N yang tinggi pada arang kompos limbah/ampas
sagu tidak masalah karena ini diakibatkan oleh penambahan arang serbuk gergaji
pada saat proses pengomposan. Seperti diketahui bahwa arang serbuk gergaji
mempunyai kadar karbon (C) sebesar 74,16% (Gusmailina et al,2002). Khususnya pada saat arang kompos diaplikasikan pada
tanaman tidak akan menghambat pertumbuhan, bahkan sebaliknya akan merangsang
pertumbuhan tanaman, karena arang dapat meningkatkan porositas tanah, meningkatkan
keasaman tanah, sehingga akan merangsang pertumbuhan tanaman, antara lain akar.
Penambahan arang pada tanah dapat meningkatkan populasi mikroorganisme penting
dalam tanah seperti bakteri pengikat nitrogen. Arang mempunyai pori yang bila
diberikan ke dalam tanah sangat efektif untuk mengikat dan menyimpan hara
tanah. Selanjutnya akan dilepaskan secara perlahan sesuai konsumsi dan
kebutuhan tanaman. Penambahan arang pada tanah, akan memperbaiki kondisi dan
sifat biologis tanah (Gusmailina & Komarayati, 2003). Unsur lain yang perlu
diketahui untuk mengetahui kualitas arang kompos selain unsur hara yang telah
disebutkan di atas, yaitu CaO 0,67% (rendah); MgO 2,08% (tinggi) dan kapasitas
tukar kation 32,71 meq/100g (tinggi) menurut standar (Anonim, 2000). KTK 32,71 meq/100 g termasuk
kategori tinggi, sehingga dapat meningkatkan
daya simpan dan ketersediaan unsur – unsur hara yang diperlukan oleh
tanaman. KTK (kapasitas tukar kation) merupakan sifat kimia yang erat
hubungannya dengan kesuburan. Pupuk organik dengan KTK tinggi mampu menyerap
dan menyediakan unsur hara lebih besar dari pada pupuk organik dengan nilai KTK
rendah (Saifudin, 1989). Selain faktor unsur hara dan KTK, juga pH sangat
menentukan mudah tidaknya unsur-unsur hara diserap oleh tanaman. Pada umumnya
unsur hara mudah diserap akar tanaman pada pH netral, karena pada pH netral,
unsur hara mudah larut dalam air.
Unsur hara makro sangat diperlukan oleh tanaman, dimana
masing-masing unsur hara akan memberikan dampak yang berbeda pada tanaman. Apabila
tanaman kekurangan unsur hara P, maka tanaman tidak mampu menyerap unsur hara
lain dalam jumlah cukup, karena keseimbangan hara dalam tanah akan terganggu. Unsur hara P berperan dalam mengendalikan proses-proses fisiologi tanaman (Komarayati et al., 2002). Begitu juga bila
kekurangan unsur hara K, metabolisme air dalam tanaman akan terganggu, sehingga
berpengaruh terhadap fotosintesa dan pernafasan (Sunarlim et al., 1991). Selanjutnya bila kekurangan unsur hara Ca, maka
tangkai tanaman menjadi lemah, perkembangan akar terganggu dan pucuk tanaman
akan mati. Selain unsur hara P, K dan Ca, ternyata unsur Mg sangat berperan
dalam metabolisme fosfor (Sutarto dan Pasaribu, 1987).
Arang kompos dari limbah padat
sisa penyulingan bioetanol sagu/ampas sagu ternyata mengandung N total, P2O5
dan K2O telah memenuhi persyaratan yang ditetapkan sebagai pupuk
organik (Lihat Tabel 2 dan 5). Kecuali kadar Ca masih rendah, oleh karena itu
apabila arang kompos/pupuk organik ini akan di uji coba pada tanaman, sebaiknya
kandungan unsur hara Ca yang masih rendah, harus ditingkatkan terlebih dahulu
dengan cara menambahkan bahan-bahan organik lainnya.
B. Limbah cair sisa penyulingan sagu
Limbah cair sisa penyulingan bioetanol sagu
yang dianalisis adalah limbah cair yang sudah mengalami penyimpanan beberapa
bulan setelah proses penyulingan. Pada Tabel 3, dapat diketahui hasil analisis
kandungan unsur hara dari limbah cair sisa penyulingan sagu.
Tabel 3. Kandungan unsur hara limbah
cair sisa penyulingan bioetanol sagu
Table3.
Nutrient contents in sago distilling waste water
No.
|
Parameter (Parameters)
|
Hasil
(Results)
|
Keterangan
(Remarks)
|
1.
|
pH
(1 : 1)
|
4,60
|
**
|
2.
|
Kadar
air (Moisture content), %
|
-
|
-
|
3.
|
C organik (C organic), %
|
14,28
|
**
|
4.
|
N total, %
|
0,49
|
**
|
5.
|
Nisbah C/N (C/N ratio)
|
29,00
|
**
|
6.
|
P2O5 total,
%
|
0,37
|
**
|
7.
|
K2O total, %
|
0,24
|
**
|
8.
|
CaO total, %
|
0,19
|
*
|
9.
|
MgO total, %
|
0,49
|
*
|
10.
|
KTK
(Cation exchange capacity), meq/100g
|
-
|
-
|
Keterangan (Remarks) : * Standar Biotrop (Anonim, 2000)
** Persyaratan teknis
minimal pupuk organik (Anonim, 2009)
Dari hasil analisis dapat diketahui
kualitas limbah cair sisa penyulingan bioetanol sagu mempunyai kadar pH 4,60; C
organik 14,28%; N total 0,49%; P2O5
total 0,37% dan K2O 0,24%. Semua hasil analisis ini telah memenuhi
persyaratan sebagai pupuk cair organik, bila dibandingkan dengan persyaratan
teknis minimal pupuk organik yang dikeluarkan (Anonim,2009). Keterangannya
dapat dilihat pada Tabel 5. Dilihat
dari hasil analisis berarti, limbah cair
sisa penyulingan sagu setelah disimpan beberapa bulan dapat digunakan langsung
sebagai pupuk cair organik tanpa melalui perlakuan terlebih dahulu. Untuk mengetahui hasil aplikasi pada tanaman
, maka harus dilakukan uji coba limbah cair sisa penyulingan sagu pada beberapa
jenis tanaman, baik tanaman pangan maupun tanaman keras. Akan lebih baik lagi
apabila akan di uji coba pada tanaman, media tanam dicampur dengan arang,
kemudian disiram dengan pupuk cair dari limbah penyulingan sagu.
Tabel 4. Pedoman Pengharkatan Hara Kompos
Table 4. Standard of compost nutrient
Parameter
(Parameters)
|
Satuan
(Unit)
|
Harkat
|
||
Rendah
(Low)
|
Sedang
(Middle)
|
Tinggi
(High)
|
||
Kadar air (Moisture content)
|
%
|
24.9
|
35.9
|
52.6
|
Berat jenis (Specific gravity)
|
kg/liter
|
0.4
|
0.6
|
0.9
|
pH
|
%
|
6.6
|
7.3
|
8.2
|
Bahan organik ( Organic material)
|
%
|
22.4
|
39.7
|
66.7
|
C organik (C organic)
|
%
|
14.5
|
19.6
|
27.1
|
Garam terlarut ( Salt soluble)
|
%
|
0.8
|
1.8
|
2.9
|
N total (Total N)
|
%
|
0.6
|
1.1
|
2.1
|
P2O5
|
%
|
0.3
|
0.9
|
1.8
|
K2O
|
%
|
0.2
|
0.6
|
1.4
|
MgO
|
%
|
0.3
|
0.7
|
1.6
|
CaO
|
%
|
2.7
|
4.9
|
6.2
|
Boron
|
ppm
|
13.8
|
35.3
|
124
|
Mn
|
ppm
|
220
|
452
|
654
|
Zn
|
ppm
|
513
|
1570
|
2015
|
KTK
|
meq/100g
|
20.1
|
30
|
45
|
C/N rasio
|
-
|
<
10
|
10
- 20
|
>
20
|
Humik
|
%
|
1.5
|
3.7
|
6.8
|
Sumber
(Sources) : Anonim (2000)
Tabel 5. Persyaratan teknis minimal pupuk organik
Table 5. Technical
minimal of organic fertilizer standard
No.
|
Parameter
|
Pupuk organik curah tanpa diperkaya mikroba
|
Pupuk organik cair
|
1
2
3
4
5
6
7
|
pH (1 : 1)
Kadar air (Moisture content), %
C organik (C organic), %
N total, %
Nisbah C/N (C/N ratio)
P2O5
total, %
K2O total, %
|
4,00 – 8,00
15,00 – 25,00
> 12,00
< 6,00
15,00 – 25,00
< 6,00
< 6,00
|
4,00 – 8,00
-
> 4,00
< 2,00
-
< 2,00
< 2,00
|
Sumber(Sources) : Anonim ( 2009)
IV.
KESIMPULAN DAN
SARAN
1.
Kualitas arang kompos yang dihasilkan dari
limbah padat penyulingan bioetanol sagu telah memenuhi persyaratan yang
ditetapkan untuk pupuk organik curah, ditandai dengan pH 6,80; kadar air
18,66%; C organik 34,52%; N total 1,27%; nisbah C/N 27,00; P2O5
1,04% dan K2O 1,36%.
2.
Kualitas limbah cair sisa penyulingan
bioetanol sagu telah memenuhi persyaratan yang ditetapkan untuk pupuk cair
organik, dengan pH 4,60; C organik 14,28%; N total 0,49%; P2O5
0,37% dan K2O 0,24%.
3.
Limbah padat sisa penyulingan bioetanol sagu
dapat digunakan sebagai pupuk organik dengan cara mengomposkan terlebih dahulu.
4.
Limbah cair sisa penyulingan bioetanol sagu
dapat langsung digunakan sebagai pupuk cair organik tanpa harus melalui proses
pengomposan dan akan lebih baik apabila dicampur arang serbuk.
DAFTAR
PUSTAKA
Anonim. 2000. Pedoman pengharkatan hara kompos. Laboratorium Natural
Products, SEAMEO – BIOTROP. Bogor.
_______. 2009. Persyaratan teknis minimal pupuk organik S.K. MENTRI
PERTANIAN No. 28/Permentan/SR.130/5/2009, tanggal 22 Mei 2009.
Dalzell,
H.W., A.J. Biddlestone, K. R. Gray and K. Thurairajan. 1987. Soil Management
Compost Production and Use In Tropical and Subtropical Environment. Soil
Bulletin. Vol. 56. FAO. Rome.
Gaur,
A.C. 1982. A manual of Rural Composting. Food Agriculture Organization of
United Nations. Rome.
Gusmailina
dan Komarayati, S. 2003. Prospek penggunaan arang untuk meningkatkan aktivitas
dan populasi mikroba tanah. Prosiding Seminar Mikoriza. Bandung, 16 September. 2003.
Komarayati, S., Gusmailina dan G. Pari. 2002.
Pembuatan kompos dan arang kompos dari serasah dan kulit
kayu tusam. Buletin Penelitian Hasil Hutan (20) 3 : 231 - 242. Pusat Litbang
Teknologi Hasil Hutan. Bogor.
Komarayati,
S; I. Winarni dan Djarwanto. 2009. Modifikasi empulur
sagu menjadi etanol sebagai bahan baku energi terbarukan. Laporan Hasil
Penelitian. Kerjasama Puslitbang Hasil Hutan dengan DIKTI. Bogor. Manuskrip.
Rostiwati, T; Y. Lisnawati; S. Bustomi; B. Leksono; D.
Wahyono; S. Pradjadinata; R. Bogidarmanti; D. Djaenudin; E. Sumadiwangsa dan N.
Haska. 2008. Sagu (Metroxylon spp) sebagai
sumber energi potensial. Pusat Penelitian Dan Pengembangan Hutan Tanaman. Badan Litbang Kehutanan. Departemen Kehutanan.
Saifudin, S. 1989. Fisika Kimia Tanah Pertanian. Pustaka Buana. Jakarta.
Sunarlim, N., T.
Sudaryanto dan H. Anwarhan. 1991. Pengaruh pemupukan P dan K pada kedelai di
lahan tadah hujan Wonogiri. Pertimbangan Teknik dan Ekonomik Penelitian
Pertanian. Penelitian Pertanian, 11 (1) : 33-37. Balai Penelitian Tanaman
Pangan, Bogor. Badan Litbang Pertanian.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar